top of page
Search

NARASI PERJUANGAN -- FARADINDA RAMADHIAN HAKIM

  • Writer: FKUI 2019
    FKUI 2019
  • Aug 18, 2019
  • 8 min read

Nama saya Faradinda Ramadhian Hakim. Teman-teman saya biasa memanggil saya Fardin. Saya berasal dari Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bandung yang berlokasi di Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Beberapa hari yang lalu suatu keajaiban terjadi. Tepatnya 9 Juli 2019 jam 15.31 WIB. Saya diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di mata saya bukan hanya fakultas biasa, tapi suatu fakultas terbaik di Indonesia. Suatu fakultas yang melahirkan orang-orang hebat. Orang-orang yang berguna bagi bangsa. Orang-orang kelak akan memimpin negeri ini menuju masanya yang lebih baik. Fakultas kedokteran di universitas mana yang dapat mengalahkan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia? Jika dilihat dari pengalaman dalam memupuk calon-calon dokter, tentu tidak ada yang menandinginya. Fakultas ini merupakan Fakultas Kedokteran tertua di Indonesia. Tidak hanya fakultas yang bagus, mahasiswa-mahasiswa di sini pun bukanlah mahasiswa biasa. Mereka adalah mahasiswa unggul. Mahasiswa terbaik dari yang terbaik. Tidak mudah untuk masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Banyak lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang sekarang sukses di dalam negeri maupun luar negeri, memiliki uang banyak, dihormati banyak orang. Akan tetapi, bukan uang ataupun kehormatan yang memotivasi saya untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tapi ilmu. Ilmu yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Bukan sekadar akademis, tapi juga etika, akhlak, yang kelak akan digunakan dalam menjalani profesi sebagai dokter. Banyak Fakultas Kedokteran lain yang lebih mudah dimasuki dibanding Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Banyak pula yang tidak sesulit kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mengapa harus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia? Saya ingin menjadi dokter karena dokter merupakan salah satu profesi mulia. Profesi yang dapat menolong banyak orang, yang dapat membahagiakan banyak orang. Keinginan membahagiakan semua orang itu lah yang menjadi kelebihan sekaligus kekurangan saya. Mengapa harus setengah-setengah dalam merealisasikan tujuan saya? Bukankah semakin tinggi kualitas ilmunya semakin berguna pula saya akan menjadi?

Motivasi tentu harus membuat kita bahagia ketika dapat merealisasikannya. Melihat semua orang bahagia, itulah hal yg membuat saya bahagia. Apalagi jika penyebab orang-orang itu bahagia adalah saya. Bahkan beberapa orang yang mempelajari psikologi mengatakan bahwa saya selalu berusaha membahagiakan semua orang meski harus mengorbankan kebahagiaan saya sendiri. Kebanyakan dari mereka menyarankan "tidak ada salahnya berkata tidak dan kejarlah kebahagiaanmu sendiri". Akan tetapi, justru melihat orang-orang bahagia lah yang membuat saya bahagia. Kebahagiaan karena mendapat harapan hidup kembali, kebahagiaan karena mendapatkan kesempatan kedua, kebahagiaan karena orang yang disayangi dapat keluar dari penderitaannya. Kebahagiaan-kebahagian itulah yang akan terwujud karena seorang dokter.


Usaha yang saya lakukan untuk masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia terdiri dari dua hal, yaitu berdoa dan berjuang. Jika dibandingkan dengan orang lain yang masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mungkin usaha saya bukan apa-apanya. Akan tetapi, doa saya lah yang kuat. Jika kebanyakan orang berdoa agar hasil yang didapat sebanding dengan usaha yang telah mereka lakukan, saya berdoa agar hasil yang didapat dapat melebihi usaha yang telah saya lakukan. Mungkin ini karena salah satu sifat saya yang tidak pernah puas akan suatu hal, sehingga saya tidak pernah percaya diri bahwa kerja dan belajar yang telah saya lakukan dapat seratur persen berbuah hasil yang begitu indah, yaitu diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Akan tetapi, hal itulah yang membuat saya terus berjuang, tidak pernah merasa cukup belajar, terus berusaha sebisa mungkin. Saya selalu berdoa setiap akhir sholat fardu, dan melaksanakan sholat sunnah rawatib. Selain itu terdapat beberapa kebaikan yang saya lakukan, seperti puasa sunnah, berdzikir, dan lain sebagainya yang mungkin tidak dapat saya paparkan semua. Ibarat tangan kiri tak mengetahui apa yang dilakukan tangan kanan. Kita harus ikhlas dalam melakukan suatu kebaikan.


Usaha saya yang kedua adalah berjuang. Berjuang di sini yang dimaksud adalah belajar dan berlatih. Saya mengikuti suatu bimbingan belajar, tidak seperti siswa lain yang begitu rajin mencatat, di sana saya hanya fokus mendengarkan dan mengabadikan foto papan tulis. Akan tetapi, begitu saya sampai di rumah, saya menulis ulang materi-materi yang telah disampaikan, baik di tempat les maupun di sekolah, dengan rapih, indah, dan berwarna, sehingga akan enak dipandang jika ingin dibaca atau dipelajari ulang. Selain itu saya mengikuti pemantapan sekolah. Tidak semua sekolah menengah atas di Kota Bandung menerapkan pemantapan bagi siswa kelas 12. Oleh karena itu, saya merasa beruntung bersekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bandung. Bahkan guru-guru yang mengajar di pemantapan merupakan guru-guru pilihan, guru-guru terbaik, tidak hanya terbaik di sekolah, kesiswaan bahkan sampai memanggil guru-guru bimbingan belajar ternama untuk mengajar di pemantapan ini. Kebanyakan siswa tidak mengikuti pemantapan sekolah dan lebih memilih untuk mengikuti pemantapan di tempat les masing-masing. Sedangkan saya mengikuti pemantapan sekolah di pagi hari, pukul 8.00 pagi sampai dengan pukul 12.00 siang hari, dan langsung berlanjut pemantapan di tempat les pukul 12.30 siang hari hingga jam 15.00 sore. Setelah itu, saya tidak pulang, saya masih di tempat les, meminta tambahan kepada guru-guru di sana, membahas berbagai soal. Beberapa orang akan mengatakan bahwa itu merupakan durasi belajar yang lama, tapi bagi saya, itu tidak cukup, banyak orang yang belajar jauh lebih lama dari saya, yang bahkan tidak tidur selama tiga hari. Bahkan di tempat bimbingan belajar saya, disarankan untuk belajar minimal sepuluh jam setiap harinya. Ketika jadwal pemantapan sekolah dan tempat les bergeser pada saat bulan ramadhan yang mengakibatkan kedua jadwal bentrok pada jam kedua pemantapan sekolah, saya tetap mengikuti pemantapan sekolah meski hanya satu pelajaran lalu langsung berlari ke tempat bimbingan untuk mengikuti pemantapan di tempat bimbingan belajar tersebut. Selain itu saya masih tetap meminta tambahan. Akan tetapi, pada bulan puasa, bimbingan belajar saya sudah tutup pukul 15.30 sore. Sehingga saya melanjutkan belajar di rumah hingga malam. Di rumah, selain mencatat materi, saya juga mengerjakan berbagai soal latihan dan menulis jawabannya dengan cara yang lengkap.


Tibalah waktu yang ditunggu-tunggu, Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK). Saya mengambil jadwal ujian hari minggu, 14 April 2019, hari kedua pelakasanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer. Perasaan yang saya rasakan adalah cemas, takut, takut mengecewakan orang-orang yang telah mempercayaiku, berat rasanya beban ini. Ketika dilihat, soal-soal tersebut jauh tipenya dengan soal-soal SBMPTN lainnya, karena di Ujian Tulis Berbasis Komputer ini, soal-soal lebih ke logika dibandingkan hafalan. Sungguh beruntung, karena saya kurang bisa menghafal, itulah salah satu alasan saya paling tidak menyukai pelajaran Sejarah dan Pendidikan Kewarganegaraan, saya memiliki logika yang jauh lebih baik dibandingkan kemampuan menghafal saya. Meskipun demikian tetap saja waktu yang diberikan tidak cukup untuk mengisi seluruh soal dengan baik dan benar. Terutama bab Matematika SAINTEK dan Fisika. Ujian Tulis Berbasis Komputer sesi itu selesai tepat ketika adzan dzuhur. Saya langsung pergi ke masjid dan menunaikan ibadah berupa sholat. Di sana saya memohon kepada Allah Swt. Rasanya benar-benar pasrah, karena hanya Dia yang dapat menolong saya saat itu. Saya berdoa sembari menahan aliran air mata saya. Sedih rasanya, merasa gagal, merasa telah mengecewakan orang-orang yang telah mempercayai saya. Siswa lain berjalan, mengobrol di dekat masjid mengenai betapa mudahnya soal yang mereka kerjakan tadi, disitu saya hanya bisa diam menahan air mata, menahan kekecewaan terhadap diri saya sendiri, hingga ayah saya datang untuk menjemput saya pulang. Saat itu, saya melihat wajah ayah saya dan tidak dapat membendung air mata saya, saya menangis selama perjalanan pulagn 16 kilometer, 45 menit, dengan motor itu. Beberapa saat kemudian, di atas motor, air mata berhenti, namun kecemasan ini tidak. Ketika saya sampai rumah, saya melihat wajah ibu saya, menanyakan bagaimana ujian tadi. Saya kembali menangis sembari memeluk ibu saya. Hingga kedua orangtua saya mengatakan, apapun hasilnya, jangan menyerah, masih banyak cara lain, lagi pula ini masih ujian pertama, masih ada satu ujian lagi. Perkataan mereka, sedikit menenangkan saya, menyadarkan saya bahwa saya masih memiliki kesempatan kedua. Dua minggu kemudian, tibalah waktu pengumuman nilai. Saat itu saya sedang di kelas bimbingan belajar, muncul tangkapan layar yang tersebar di obrolan-obrolan digital teman-teman satu kelas bimbel saya. Semuanya besar, 800 ke atas, dan yang paling kecil adalah sekitar 700. Saat itu saya tidak berani membukanya, karena rasa malu jika nilai saya tidak sebagus teman dari teman-teman saya. Namun rasa penasaran menghantui saya, hingga akhirnya saya membukanya ketika tempat bimbingan belajar begitu sepi, hanya ada saya dan satu teman saya di lantai itu, kami baru saja menunaikan sholat maghrib. Ketika dibuka, saya tidak merasa sedih dan tidak pula senang. Skor rata-rata saya 765,375. Bahkan ekspresi teman saya saat itu seperti turut berduka. Saya tidak merasa sedih karena skor tersebut di atas ekspektasi saya, namun tidak senang karena skor tersebut masih tidak ada apa-apanya dibandingkan teman-teman saya di sekolah.


Pada tanggal 9 Juli 2019, hasil SBMPTN diumumkan. Saya sangatlah tegang dan cemas. Ada yang bilang jika membaca Qur’an Surah al-Kahfi, maka akan diberikan takdir yang terbaik dan ditenangkan dirinya. Saat itu pengumuman sudah mulai bisa dibuka jam 15.00 WIB akan tetapi saya baru dapat membukannya pada jam 15.31 dikarenakan menamati surah al-Kahfi terlebih dahulu. Pada jam 15.00 banyak pemberitahuan dari berbagai grup obrolan mengenai diterim atau tidaknya mereka di universitas yang mereka inginkan. Hal tersebut membuatku semakin takut dan cemas. Ketika membuka pengumuman perasaan saya bercampur aduk. Antara bahagia dan tidak percaya. Bahkan saya langsung menangis setelah membacanya. Bahagia sekali rasanya, kebahagiaan itu tidak dapat ditulis, tidak dapat digambarkan, luar biasa rasanya. Akan tetapi, saya sadar, perjuangan saya tidak hanya sampai disini. Masih banyak hal-hal yang harus dipertahankan demi menggapai cita-cita saya.


Harapan kedepannya, semoga saya dapat tetap amanah dalam menjaga kepercayaan keluarga dan teman-teman saya dalam menekuni dunia kedokteran, dapat mematangkan jiwa dokter saya yaitu simpati, empati, dan sosial masyarakat selama belajar di Universitas Indonesia, serta dapat membahagiakan banyak orang yang berada disekitar saya terutama yang peduli dengan saya. Teruntuk keluarga saya, saya berharap mereka bisa menerima dan mengikhlaskan saya dalam menekuni dunia kedokteran ini dan mengikhlaskan karena tidak dapat bertemu dengan mereka begitu sering dikarenakan saya yang merantau, serta semoga keluarga saya tetap selalu mendukung saya dan bangga terhadap saya suatu hari nanti. Bagi masyarakat, semoga kedepannya masyarakat dapat lebih banyak mengetahui pentingya medis dan besarnya kelebihan dari penggunaan jasa medis dibandingkan efek sampingnya, sebagai contoh, vaksinisasi. Teruntuk teman seangkatan 2019, semoga dapat terus semangat dalam menjalani kehidupannya sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tetap solid dan peduli dengan sesama mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia baik seangkatan, kakak tingkat, maupun adik tingkat nanti, serta tetap dipertahankan integritasnya.


Kedepannya saya memiliki beberapa rencana. Pada tahun pertama, saya masih akan melakukan adaptasi sembari memperluas relasi dan hubungan pertemanan baik sesama fakultas maupun beda fakultas dengan mengikuti organisasi dan seminar, serta meningkatkan jiwa sosial dan etika bersosialisasi sebagai calon dokter. Tiga tahun yang akan datang saya akan tetap giat dan bekerja keras demi menggapai keinginan dan lulus dengan cumlaude. Selain itu, jika perkuliahan dan organisasi yang saya jalani tidak terlalu sibuk, saya berencana ikut berpartisipasi dalam Rumah Belajar BEM UI, salah satu program kerja si bawah Departemen Sosial Masyarakat BEM UI yang bergerak di bidang pendidikan dengan fokus dalam kegiatan belajar-mengajar setiap hari Sabtu di Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa) Universitas Indonesia. Karena di kegiatan ini selain berbuat kebaikan, juga bermanfaat untuk menumbuhkan jiwa sosial dan melatih interaksi kepada masyarakat layaknya seorang dokter akan lakukan, serta mendapat teman-teman baru. Sepuluh tahun yang akan datang saya akan berkuliah dan sedang berada di tingkat kedokteran spesialis (S2) serta akan segera lulus dan menjadi dokter spesialis yang beretika, jujur, berkomitmen, amanah, dan berintegritas, serta ikut berpartisipasi dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dua puluh tahun yang akan datang saya hampir berumur kepala 4 atau menuju umur 40 tahun. Meski sudah tidak muda lagi saya akan tetap mempertahankan jiwa dokter saya, jiwa muda yang masih bersemangat untuk membantu dan membahagiakan banyak orang. Selain itu saya sudah membuka klinik atau bahkan rumah sakit serta ikut berpartisipasi dalam berbagai sumbangan dana demi kemakmuran rakyat dan kelestarian lingkungan.


Bagi teman-teman yang ingin masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, jangan menyerah, “cause nothing’s IMPOSSIBLE, even the word itself says I’M POSSIBLE”. Jangan banyak mengeluh juga, tetap berpikir positif, pikiran positif akan membangun jiwa yang positif pula, dengan jiwa positif inilah yang dapat menopang tubuhmu untuk terus menjalani perjuangan tanpa merasa lelah atau pun putus asa. Selain itu, saya mengingatkan pada kalian semua, untuk masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tidak harus melalu undangan (SNMPTN) ataupun SBMPTN, masih banyak cara lain, asal cara tersebut merupakan cara yang halal dan diperbolehkan oleh agama serta hokum yang berlaku. Jangan pula cepat merasa puas, pikirkanlah ribuan orang sainganmu, renungkanlah apakah usahamu sudah cukup baik hingga dapat mengalahkan ribuan orang, bahkan ratusan ribu orang sainganmu yang juga ingin masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tidak ada persyaratan harus mengikuti les atau bimbingan belajar, semuanya berasal dari kemauan, niat, dan usahamu, bukanlah bimbingan belajar. Terakhir, jangan menyerah dan mudah putus asa.


Ketika kamu merasa puas akan semua usahamu, akan kepintaranmu, lihatlah ke atas, sesungguhnya masih banyak orang yang jauh lebih unggul darimu, dan ketika kamu merasa dunia ini tidak adil, merasa tidak berharga, lihatlah ke bawah, sesungguhnya banyak orang yang ingin menjadi sepertimu.

 
 
 

Recent Posts

See All
Narasi Perjuangan - Mucica Safitri

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Hallo semua, dalam tulisan ini saya ingin menceritakan banyak hal dan kisah menarik secara...

 
 
 

댓글


© 2019 by FKUI 2019. Proudly created with Wix.com

bottom of page