Narasi Perjuangan -- Iffatul Faizah
- FKUI 2019
- Aug 19, 2019
- 8 min read
Aku tiba di dunia yang indah ini berkat kekuatan dan kesabaran yang luar biasa dari kedua orang tua aku. Keduanya lalu memberiku panggilan yang di dalamnya terdapat harapan dan doa. Namaku Iffatul Faizah. Harapan mereka padaku dalam nama itu adalah agar aku dapat tumbuh menjadi orang yang menjaga dan menghargai diri, serta agar aku tidak menyusahkan orang lain.
Aku menghabiskan tiga tahun terkahirku di sebuah sekolah asrama di Bogor. Bertempat di kota hujan, Al Kahfi Boarding School mengisi diriku dengan beragam ilmu serta nilai-nilai kehidupan. Di sana aku bertemu dengan guru-guru hebat yang mengajariku hal-hal hebat dengan hebatnya. Aku juga bertemu dengan teman dari berbagai daerah. Kita bercengkrama bersama, belajar bersama, bahu-membahu, dan berbagi suka-duka bersama.
Satu kata yang terbanyak dalam benakku saat mendengar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia adalah keren. Keren karena merupakan fakultas kedokteran tertua di Indonesia. Keren karena yang berkumpul di dalamnya adalah anak-anak terbaik bangsa dari Sabang sampai Merauke.
Sewaktu aku sekolah di suatu sekolah taman kanak-kanak, ketika pertanyaan yang selalu ditanyakan pada semua anak kecil, mau jadi apa?, Dengan pede khas anak kecil aku menjawab, mau jadi dokter sama guru! Pagi jadi guru, sorenya jadi dokter. Entah mendapat Ilham dari mana, aku yang sekecil itu menjawab seperti itu.
Lalu aku tumbuh. Berkembang dari anak TK, kemudian SD, SMP, dan SMA. Selama perjalanan itu, seperti remaja lainnya, dengan makin banyak hal baru yang kulihat, dari apa yang ku tonton, dari apa yang ku dengar, dari apa yang ku baca memunculkan banyak pikiran tentang ingin menjadi apa aku. Aku ingin menjadi arsitek, penulis, tentara, pengusaha, guru, masinis, pilot, nahkoda, dan tentu dokter. Aku juga ingin memiliki sekolah dan rumah sakit yang semuanya gratis untuk orang kurang mampu. Aku juga ingin punya masjid dan perusahaan yang bergerak di berbagai bidang. Aku ingin membangun rumah bagi anak yatim-piatu, anak jalanan, dan seluruh anak yang tidak punya tempat berteduh. Aku ingin mengenalkan mereka pada dunia indah yang mereka huni. Memberitahu bahwa mereka juga bisa menjadi tokoh dunia yang mengukir tinta emas sejarah peradaban meski tanpa ayah tanpa ibu. Bahwa mereka dapat menjadi seperti yang mereka cita-citakan meski keadaan seakan menghimpit dari segala arah, menyekik, dan menakutkan. Bahwa pada akhirnya mereka akan merasakan manis buah dari segala upaya yang mereka lakukan. Aku juga ingin membuat panti jompo agar orang yang rambutnya telah memutih tidak kesepian. Tapi untuk yang satu ini, aku berharap panti jompo ini kosong karena semua anak merawat orang tua mereka.
Benar, dalam hati aku menyimpan banyak mimpi, tapi menjadi dokter tetap menjadi cita-cita utama yang mencuat kembali saat kelas 12. Saat kelas 10 dan 11, jujur, aku tidak terlalu memikirkan akan menjadi apa aku esok hari. Namun, saat kelas 11 akhir aku kembali ditanya salah satu guruku aku ingin menjadi apa, aku kembali memilih dokter sebagai jawabanku.
Saat kelas 12, aku bersama teman-teman mulai mencari informasi tentang berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Berbagai informasi yang masuk, saran-saran, beragam pertimbangan, dan pemikiran yang dalam aku memantapkan diri untuk memilih Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia saat pendaftaran Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Sebagai kampus terbaik dan fakultas kedokteran tertua, aku merasa aku harus mencoba untuk masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia karena fakultas tersebut sangat layak untuk diperjuangkan. Juga sebagai penunjang mimpiku yang kembali mencuat, aku ingin menjadi dokter yang membantu sesama. Karena aku ingin membantu sesama, aku butuh lingkungan yang bisa membentukku memiliki pribadi terbaik dan dosen serta staf lainnya yang dapat mentransfer ilmu terbaik.
Tentu orang tuaku cemas dengan keputusanku. Mereka khawatir apa aku bisa masuk ke Universitas Indonesia mengingat tingginya persaingan di Universitas Indonesia. Mereka takut seandainya aku tidak lulus di SBMPTN, aku akan kehilangan semangat dan sedih berkepanjangan yang membuatku putus asa akan mimpiku. Aku berusaha meyakinkan mereka dan tentu meyakinkan diriku sendiri untuk memilih Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Akhirnya aku mendaftar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada saat pendaftaran SBMPTN setelah perjalanan panjang berkonsultasi dan membujuk orang tua agar merestui pilihanku dengan mengatakan aku siap menghadapi kemungkinan terburuk saat pengumuman SBMPTN tanggal 9 Juli.
Menjelang hari pengumuman, rasa cemas melandaku. Walau aku bilang ke orang tua bahwa aku akan siap dengan apapun hasilnya, tetap aku merasa cemas. Tidurku beberapa hari sebelum pengumuman tidak nyenyak. Aku gugup. Sangat. Tapi aku tidak menyatakan kecemasan yang merajai hatiku hari-hari itu pada orang tua. Aku tidak ingin mereka makin cemas. Pada hari-hari itu yang bisa kulakukan hanya berdoa, karena semua proses sebelumnya sudah selesai kulalui. Yang tersisa hanya berusaha mengetuk pintu langit hingga hari pengumuman tiba.
Pagi hari tanggal 9 Juli 2019, saat membuka mata, rasa penasaran merasuki jiwaku. Namun, kutenangkan diri kemudian mengambil air wudhu dan menghadap Sang Pencipta. Usai sholat, aku melakukan apa yang bisa kulakukan di rumah untuk mengalihkan rasa penasaran. Saat menyibukkan diri, umi memberitahuku kalau umi sudah mengecek website pengumuman hasil SBMPTN. Tapi di website tertulis hasil pengumuman baru bisa dilihat jam 3 sore.
Waktu, meski hari itu terasa lambat, tiba juga pada jam 3 sore. Umi sudah siap di depan komputer. Sedangkan aku, masih berusaha menenangkan diri dengan tidak melihat pengumuman begitu hasil sudah keluar. Yang terjadi selanjutnya tidak terekam jelas di ingatannku. Semua terjadi begitu cepat. Umi berseru gembira sembari mengucap syukur pada Allah, tersenyum bersamaan dengan keluarnya air mata kebahagiaan. Aku lulus!
Kami berpelukan cukup lama. Air mata juga mengalir dari pelupuk mataku. Rasa tidak percaya, terkejut, senang, dan syukur bercampur aduk menjadi satu dalam hati. Umi segera memberitahu kakak dan abiku yang kebetulan saat itu sedang tidak di rumah. Semuanya bergembira. Masih dengan perasaan gembira, aku sadar perjalanan di episode kehidupanku selanjutnya tidak mungkin tanpa rasa lelah. Tapi biarlah. Meski tubuhku pegal, mata sayu, kurang tidur, makan tidak teratur, dan tugas menumpuk, aku tahu apa yang aku cita-citakan memang layak aku perjuangkan dengan sungguh-sungguh.
Diterimanya aku di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia merupakan awal untuk mencapai impianku. Aku berharap dapat menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan baik, menjalin hubungan yang baik dengan teman angkatan, dengan kakak tingkat, dengan semua dosen, dengan semua adik tingkat, dan dengan semua civitas di Universitas Indonesia. Termasuk satpam, petugas k3l, sopir bis kuning, penjaga keamanan, dan lainnya.
Aku juga berharap pada diriku sendiri selama menempuh masa studi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia untuk tidak mudah menyerah. Tetap sabar, tetap tersenyum pada orang lain meski tubuh luluh lantak, tetap semangat, tetap berjuang sampai aku tiba di penghujung cerita ini . Sampai aku dapat bermanfaat bagi orang tua, kakak, kakek, nenek, om, paman, tante, bude, teman yang telah mewarnai hari-hariku, guru yang telah banyak berjasa menyisihkan waktu untuk keluarga demi mengajarkan ilmu bagiku, untuk tetangga sekitar rumah, dan untuk masyarakat umum.
Harapanku selanjutnya adalah harapan untuk keluarga selama aku menjalani studi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Aku berharap semoga keluargaku tetap mendukungku ketika aku terpuruk saat menjalani studi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Aku harap mereka dapat membantuku untuk bangkit dan kembali semangat saat semua terasa sulit. Aku harap mereka dapat menjadi tempat pertama yang kudatangi di dunia ini untuk mendapatkan ketenangan, kenyamanan, cinta, tawa, dan tempatku bersandar.
Harapan ketigaku adalah harapanku untuk masyarakat. Masyarakat adalah orang selain keluarga yang ada di sekitarku, baik tua maupun muda. Harapanku untuk mereka adalah agar mereka tetap seperti sekarang. Menjadi masyarakat yang tertananam di lubuk hatinya rasa gotong royong yang saling membantu dalam hal apapun tanpa pandang bulu. Aku harap mereka menjadi masyarakat yang terceremin dalam prilakunya rasa kekeluargaan, menjadi satu keluarga tidak peduli terhadap sekat suku dan agama. Tetap menjadi satu keluarga besar sesuai dengan semboyan Bhinneka tunggal Ika. Aku harap.mereka menjadi selalu menjadi masyarakat yang tergambar di wajahnya senyum yang menular hingga membuat orang lain ikut tersenyum. Itu harapanku untuk masyarakat sekitar. Sehingga mereka dapat menghadapi berbagai masalah bersama-sama. Sehingga mereka akan tetap menjalani hidup dengan senyuman sampai aku juga dapat membantu mereka dengan cara aku menjadi dokter.
Harapan terakhir, adalah harapanku untuk teman-teman seperjuangan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kita masuk ke dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bersama-sama. Maka kita sudah ditakdirkan untuk belajar bersama, berjuang bersama, bahu-membahu hingga mimpi yang ada di setiap benak kita terwujud. Tetap semangat apapun yang terjadi. Saat kesulitan datang dan kita ada dalam keadaan terbawah, ingatlah bahwa kita adalah satu keluarga. Jangan pernah merasa kesulitan sendiri. Keluarga ada untuk saling berbagi suka maupun duka.
Rencanaku untuk satu tahun kedepan yaitu aku ingin IP-ku diatas 3,7. Aku ingin setidaknya tergabung dalam satu unit kelompok mahasiswa (UKM) organisasi baik tingkat fakultas dan tingkat universitas. Makin lancar bahasa Inggris untuk memudahkan mencari referensi yang dibutuhkan selama studi.
Rencana untuk tiga tahun kedepan, aku akan mengikuti kegiatan studi dengan baik, dengan IP minimal 3,7.
Rencana untuk sepuluh tahun kedepan, aku ingin sudah S2 bahkan kalau bisa S3 di bidang kandungan. Aku ingin sudah membantu persalinan dan melihat beningnya mata bayi yang baru lahir. Melihat wanita yang kubantu persalinannya tersenyum senang memeluk bayinya sembari suaminya mengecup kepalanya penuh rasa sayang dan syukur. Aku ingin sudah membuat rumah untuk anak jalanan dan membuat perpustakaan kecil untuk mereka. Aku juga ingin membuka usaha kecil-kecilan. Entah dalam bidang apa. Aku juga ingin di saat itu, setidaknya orang tuaku sudah pergi mengunjungi tanah suci dalam rangka haji dengan uang dari yang ku kumpulkan.
20 tahun lagi, aku kalau masih ditakdirkan ada di dunia, aku akan berusia 39 tahun. Usia yang menurutku sudah sangat tua tapi menurut beberapa pakar mendekati kematangan sebagai orang dewasa. Aku ingin di usiaku saat itu, aku sudah melakukan semua impianku. Mulai dari membuat rumah sakit gratis untuk orang miskin dengan pelayanan terbaik, membuat perpustakaan tempat dimana para cendikiawan berkumpul mencari informasi, membuat sekolah, membuat rumah bagi anak jalanan dan mengedukasi mereka, membuka lapangan pekerjaan bagi banyak orang, dan membuat komunitas untuk saling berbagi ilmu bagi siapa saja yang mau bersama meningkatkan kualitas diri.
Bagi kalian adik-adikku yang ingin masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, aku sangat senang kalian mempuanyai keinginan itu. Untuk merealisasikan impian-impianku aku tidak akan bisa jika sendirian. Aku butuh orang-orang yang profesional dan punya kepedulian pada sesama. Masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bukanlah hal mustahil. Memang perjuangannya tidak akan mudah. Tapi, selama kita berusaha sekuat tenaga dan berdoa pada-Nya juga diperkuat dengan kebaikan yang kita lakukan, Allah akan selalu membantu kita. Ada suatu kalimat dari ust. Danang Kuncoro yang sangat memotivasi kita yang inti kalimatnya adalah, jika kita punya keinginan yang baik, Allah sudah menyiapkan orang-orang yang akan membantu kita mencapai keinginan kita. Bayangkan! Punya keinginan saja Allah telah siap membantu, bagaimana kalau niat itu kita lanjutkan dengan kerja keras dan doa? Maka dari itu mari kita bermimpi setinggi-tingginya agar Allah menyiapkan orang-orang yang Ia pilih untuk membantu kita.
Ingat! Tidak ada kesuksesan tanpa kerja keras. Setinggi apapun kita bermimpi tapi kita tidak berusaha, mimpi akan tetap menjadi mimpi. Kita sendirilah yang menghancurkan mimpi kita dengan tidak mau berusaha.
Kalau kita tidak sabar menghadapi beratnya menuntut ilmu, maka kita akan beratnya hidup yang menghimpit.
Berjuanglah! Jangan pernah merasa apa yang kita lakukan akan sia-sia, tidak ada artinya, dan tidak berbekas seperti menulis di atas pasir. Pada hakikatnya, semua yang kita perjuangkan akan menghasilkan suatu hal yang manis. Kadang kontan, langsung setelah kita berjuang. Ada yang harus menunggu hal manis itu datang setelah seminggu, ada yang harus menunggu sebulan, ada yang setahun, ada yang 10 tahun, ada yang menjelang ajal menjemput. Bahkan ada yang harus menunggu hingga beribu-ribu tahun lamanya.
Ketika kita berdoa, jangan sampai ada pikiran di benak kita apakah Allah akan menjawab doa-doa kita. Karena Allah pasti menjawab ketika kita mengangkat kedua tangan memohon pada-Nya. Karena Allah malu jika tangan kita turun usai berdoa dengan keadaan kosong. Yang harusnya kita tanyakan adalah bagaimana Allah akan menjawab doa-doa kita. Apakah sesuai dengan yang kita minta? Apakah lebih baik dari yang kita minta? Itulah yang harus kita tanyakan.
Apa yang kita pikir bagus, baik, sempurna untuk kita, belum tentu baik di mata Allah. Kapasitas kita sebagai manusia sangatlah kecil dibandingkan dengan ilmunya Allah. Serahkan semua urusan kita pada-Nya karena Allah yang tau hal terbaik bagi kita. Ibaratnya, yang paling mengerti hal yang terbaik untuk suatu komputer adalah orang yang menciptakan. Begitulah Allah dengan kita.
Perbandingan ilmu yang dipelajari oleh seluruh manusia dari jaman dulu hingga sekarang dan akan berlanjut terus dengan ilmunya Allah, hanyalah setitik air yang teringgal di satu jari yang dicelupkan ke dalam luasnya samudera.
Comments