top of page
Search

Narasi Perjuangan - Alifa Rahma Rizqina

  • Writer: FKUI 2019
    FKUI 2019
  • Aug 18, 2019
  • 8 min read

Halo semuanya! Nama saya Alifa Rahma Rizqina, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2019. Saya berasal dari SMA Negeri 39 Jakarta. Lewat tulisan ini, saya akan menceritakan perjuangan saya untuk masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Sebelumnya, perlu digarisbawahi bahwa dahulu, saya tidak pernah terpikir untuk menjadi seorang dokter. Ceritanya berawal dari keinginan orang tua saya sejak bertahun-tahun yang lalu untuk memiliki setidaknya satu dokter di keluarga inti. Saya, sebagai anak terakhir di keluarga, diminta untuk masuk Kedokteran karena kedua kakak saya tidak ada yang berminat menjadi dokter. Saat itu, saya belum mempunyai mimpi, tetapi saya menentang keinginan orang tua saya karena saya takut akan merasa terpaksa jika saya tidak benar-benar menginginkannya. Selama beberapa tahun, saya mencari tahu lebih banyak tentang diri saya sendiri agar saya dapat menentukan pilihan saya ketika lulus SMA kelak.


Saat itu, jika banyak orang yang ketika ditanya “Apa mimpimu?” akan menjawab “Dokter,”, saya bukan salah satu di antaranya. Saya biasanya bukanlah tipe orang yang berpikir jauh ke depan sehingga menentukan mimpi dan target adalah hal yang cukup menantang bagi saya. Sejak saya duduk di kelas sepuluh SMA, teman-teman saya banyak yang menargetkan Fakultas Kedokteran sebagai lanjutan pendidikan setelah tamat SMA. Saat itu, saya tidak paham apa yang spesial dari seorang dokter sehingga semua orang ingin menjadi dokter. Dokter memang pintar, tetapi profesi lain juga banyak yang pintar. Dokter memang membantu orang, tetapi profesi lain juga banyak yang membantu orang. Mengapa semua orang ingin menjadi dokter? Apakah itu benar panggilan jiwa?


Sedikit demi sedikit, saya mendapatkan informasi lebih banyak mengenai dokter. Beberapa orang di keluarga besar saya dari pihak ibu adalah dokter. Salah satunya bulik saya, yang ceritanya cukup menginspirasi. Saya beberapa kali mendengar kisah beliau melakukan koas dan praktik di desa-desa pedalaman. Saya juga mendengar kisah beliau, yang merupakan dokter spesialis Ob/Gyn, yang harus dipanggil ke rumah sakit malam hari ketika pasien membutuhkan. Pada saat itulah saya menyimpulkan bahwa, ya, menjadi dokter sepertinya memang panggilan jiwa.


Selang beberapa waktu kemudian, saya menyaksikan peristiwa lain yang cukup mengubah pemikiran saya terhadap profesi dokter. Peristiwa ini terjadi beberapa bulan lalu, ketika salah seorang di keluarga saya menjalani operasi pemasangan ring jantung karena pembuluh darahnya tersumbat. Beliau menginap di rumah sakit sebelum dan sesudah operasi. Saya membesuk beliau sebelum pelaksanaan operasi, dan kondisi badannya yang terlihat lemas membuat saya bersedih. Selain beliau, tidak sedikit pula orang yang memiliki penyakit jantung yang terbaring di kasur-kasur rumah sakit. Di rumah sakit itu pula saya mengamati orang-orang yang lalu lalang maupun yang duduk dan menunggu di kursi. Saat itu hampir pukul delapan malam. Banyak orang dengan bawaan yang banyak duduk di kursi di pojok-pojok ruangan, siap untuk beristirahat di sana malam itu sambil mendoakan orang yang mereka tunggui. Peristiwa itulah yang, mungkin, memberikan sepercik keinginan kepada saya untuk menjadi dokter dan memudahkan hidup orang lain.


Peristiwa lain yang menginspirasi saya adalah kegiatan Open House Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2018 yang saya ikuti bersama teman-teman saya. Saat itu, saya belum memiliki tujuan pasti untuk memasuki Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tetapi rasa penasaran saya membuat saya mengikuti kegiatan itu. Untungnya, rasa penasaran saya tersebut membawa hasil. Kegiatan Open House yang saya ikuti itu sangat menyenangkan. Di akhir kegiatan, saya dapat menyimpulkan bahwa kegiatan tersebut mungkin menambah sedikit lagi rasa penasaran sekaligus rasa kagum terhadap dunia kedokteran.


Meskipun saya memiliki sejumlah inspirasi yang sudah saya sebutkan di atas, saya tetap belum memiliki keinginan pasti untuk menjadi dokter. Yang saya pikirkan, dokter adalah profesi bagi orang-orang yang benar-benar mulia dan tulus ikhlas membantu orang lain. Namun, lingkungan saya sangat mendukung saya untuk menjadi dokter. Keluarga saya mendorong saya untuk menjadi dokter. Teman-teman saya mengira saya akan melanjutkan ke Kedokteran untuk kuliah, padahal saya tidak pernah mengatakan demikian pada mereka. Bisa dibilang bahwa lingkungan saya sangat menaruh harapan kepada saya untuk menjadi dokter, walaupun saya sendiri tidak percaya diri dengan kemampuan saya. Bagi saya, dokter adalah orang-orang yang hebat. Sekalipun saya mengagumi dunia kedokteran, saya tidak merasa pantas untuk menjadi seorang dokter. Meskipun begitu, saya tetap mengikuti arahan orang tua saya untuk meletakkan Fakultas Kedokteran di ujian masuk universitas yang saya ikuti karena adanya hal-hal yang memotivasi yang saya sebutkan sebelumnya.


Jika saya menganggap mahasiswa Kedokteran sebagai mahasiswa yang hebat, saya menganggap bahwa mahasiswa Kedokteran di Universitas Indonesia-lah yang benar-benar dewa. Jurusan tersebut saja sangat susah untuk dimasuki, berarti jurusan itu memang berisi mahasiswa-mahasiswa hebat yang kelak akan menjadi dokter-dokter hebat yang akan tulus ikhlas mengabdi kepada masyarakat. Saya tidak begitu menaruh harapan di Kedokteran Universitas Indonesia karena saya pikir saya tidak cukup layak untuk itu. Namun, ya, saya coba saja. Toh takdir Tuhan tidak ada yang tahu.


Meskipun demikian, ya, siapa sih calon mahasiswa Kedokteran yang tidak ingin masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia? Bagi saya sendiri, menjadi mahasiswa Universitas Indonesia memberikan banyak keuntungan. Saya sudah beberapa kali berkunjung ke Universitas Indonesia (dan satu kali berkunjung ke Gedung Rumpun Ilmu Kesehatan) sehingga saya cukup familiar dengan lingkungannya. Kakak kelas saya di SMA banyak yang diterima di Universitas Indonesia sehingga jaket almamater yang paling sering saya lihat adalah jaket almamater kuning Universitas Indonesia. Teman-teman saya banyak yang diterima di Universitas Indonesia lewat jalur SNMPTN, Talent Scouting, ataupun PPKB sehingga teman saya cukup banyak di kampus ini. Lokasi Universitas Indonesia yang tidak jauh dari rumah (hanya sekitar 17 kilometer) pun membuat saya dengan mudah dapat pulang jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Dengan semua keuntungan itu, saya dapat mengemban pendidikan di salah satu universitas terbaik di Indonesia. Kualitasnya tidak perlu diragukan lagi. Jika saya dapat memilih, saya akan memilih untuk belajar di Universitas Indonesia. Fakultas Kedokterannya memang sangat sulit untuk ditembus, tetapi, ya, saya beranikan saja untuk mencoba. Pada SNMPTN, saya memilih Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebagai pilihan pertama saya. Saya gagal. Pada SBMPTN, saya tidak memilih Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia karena skor saya tidak cukup tinggi. Saya memilih fakultas di kampus lain karena saya ingin mengamankan posisi. Pada SIMAK UI, saya kembali memilih Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di pilihan pertama. Alhamdulillah, lewat SIMAK UI-lah saya dapat memasuki Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Saya tidak mendapatkan hasil itu dengan mudah. Belajar yang cukup intensif mulai saya lakukan di kelas dua belas SMA. Di sekolah, saya belajar dengan serius. Frekuensi saya memegang telepon genggam berkurang dari tahun-tahun sebelumnya. Pulang sekolah, saya langsung belajar di tempat bimbingan belajar, yang saya lakukan tiga hari dalam satu pekan. Perjalanan dari sekolah ke tempat belajar memakan waktu hampir satu setengah jam dan saya memanfaatkan waktu itu untuk tidur. Saya belajar di tempat itu sampai pukul delapan malam, lalu saya pulang, makan malam, bersih-bersih, dan lanjut mengerjakan tugas sekolah dan/atau tugas bimbingan belajar (yang hampir selalu ada). Saya tidur pukul sebelas malam sampai empat pagi, lalu saya menyiapkan diri untuk sekolah lagi. Hari libur dan hari-hari yang saya lewati tanpa jadwal bimbingan belajar saya habiskan untuk belajar dan beristirahat. Di kelas dua belas ini pun, frekuensi saya bermain bersama teman-teman berkurang drastis. Saya jauh mengedepankan akademik sehingga nilai saya pun cukup naik dibuatnya, walaupun tidak cukup baik untuk SNMPTN.


Setelah Ujian Nasional, setelah jadwal sekolah menjadi kosong, saya belajar intensif di tempat bimbingan belajar selama enam hari dalam satu pekan, mulai dari pukul delapan pagi hingga tiga sore, bahkan kadang-kadang sampai pukul lima sore. Waktu di luar itu saya gunakan untuk beristirahat dan berkumpul bersama keluarga. Jadwal ini berlangsung selama beberapa minggu untuk mempersiapkan Ujian Tulis Berbasis Komputer yang dilaksanakan pada bulan April dan Mei 2019. Walaupun ilmu saya bertambah dan skor saya relatif tidak rendah, hasil yang saya dapatkan tidak cukup untuk masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mungkin saya dapat masuk ke jurusan lain di Universitas Indonesia atau ke jurusan Kedokteran di universitas lain yang daya saingnya lebih rendah, tetapi akhirnya saya memilih fakultas di kampus lain.


Setelah pelaksanaan UTBK, jadwal belajar saya berubah. Saya belajar di tempat bimbingan belajar selama tiga hari dalam satu pekan mulai dari pukul sembilan pagi sampai pukul dua belas siang, lalu waktu di luar itu saya gunakan untuk mengerjakan soal-soal tahun-tahun sebelumnya. Jadwal belajar itu berlanjut sampai hari pelaksanaan SIMAK UI. Sejujurnya, pada hari pelaksanaan SIMAK UI, saya tidak memiliki kepercayaan diri bahwa saya dapat diterima. Hasil beberapa try out yang saya lakukan sebelumnya paling tinggi ada di angka empat puluh satu persen. Meskipun itu cukup tinggi di antara rekan-rekan saya, saya tidak yakin itu cukup untuk masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Oleh karena itu, harapan saya tidak begitu tinggi untuk diterima. Saya mencoba untuk realistis. Jika saya diterima, berarti itu memang jalan saya. Jika saya tidak diterima, berarti itulah takdir saya. Apapun kenyataannya, akan saya jalani dengan sungguh-sungguh.


Setelah beberapa jam mengerjakan SIMAK UI, saya pulang dengan perasaan tenang. Lebih tepatnya, perasaan santai. Saya yakin saya sudah mengerjakan yang terbaik, dan saya serahkan saja hasilnya ke Tuhan. Walaupun begitu, saya tetap agak pesimistis untuk dapat diterima di pilihan satu saya itu. Beberapa hari berlanjut sampai ke hari pengumuman SIMAK UI. Saya melihat hasil pengumuman pukul dua siang ketika saya sedang makan siang bersama ibu dan kakak saya. Saat itulah saya terdiam melihat hasil yang tertera pada situs Penerimaan UI.

Selamat, Anda dinyatakan sebagai calon mahasiswa baru Universitas Indonesia.

Program Studi

Pendidikan Dokter

Saya benar-benar terkejut dan tidak dapat memercayai apa yang saya lihat. Saya muat ulang situs beberapa kali, hasilnya tetap sama. Saya coba gunakan mode incognito, hasilnya tetap sama. Saya coba gunakan telepon genggam ibu saya, hasilnya tetap sama. Wow.


Saya sodorkan hasil pengumuman ke ibu dan kakak saya karena saya tidak dapat berkata-kata. Ibu saya langsung berseru bahagia. Beberapa jam kemudian, ketika saya sudah berada di rumah, saya masih tetap tidak bisa memercayai hasil itu. Apakah benar tidak ada kesalahan pada sistem? Butuh waktu beberapa saat bagi saya untuk dapat mencerna dan menerima hasil. Setelah itu, barulah saya yakin bahwa hasil tersebut memang benar. Ya, saya diterima sebagai calon mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bukan hal yang berlebihan jika saya katakan saya sempat menangis memikirkannya. Wow.


Setelah itu, barulah saya sadar akan tanggung jawab saya. Sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, saya harus membuktikan bahwa saya mampu. Minimal, saya harus dapat menjalankan kegiatan akademik dengan baik. Maksimal, saya ingin dapat memanfaatkan ilmu yang sudah saya dapat dan mengimplementasikannya untuk membantu masyarakat di sekitar, keluarga, dan teman-teman saya. Saya ingin menjadi orang yang berguna untuk orang lain. Semua mahasiswa Kedokteran pasti menginginkan hal yang sama.

Diterimanya saya menjadi calon mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia membuat keluarga saya sangat bangga dan bahagia. Selama ini, mereka selalu mendukung saya dalam apapun kegiatan yang saya lakukan, baik secara moral, finansial, maupun emosional. Saya pun berharap mereka akan selalu mendukung saya dalam kegiatan yang akan saya lakukan kelak sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, baik kegiatan akademik maupun nonakademik, maupun juga kegiatan-kegiatan saya di luar status sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Saya juga berharap akan menjadi dokter yang dapat tulus ikhlas menolong siapapun yang membutuhkan bantuan kesehatan. Salah satu harapan saya adalah melakukan kegiatan seperti bakti sosial sehingga saya dapat terjun langsung ke lapangan dan bertemu masyarakat, serta mengetahui keadaan sebenarnya. Saya memiliki keinginan dapat meningkatkan kesadaran orang-orang di sekitar saya untuk menjalankan pola hidup yang lebih sehat, seperti menjaga kebersihan, makan makanan bergizi, dan cukup beristirahat dan bergerak. Sejujurnya, saya sendiri belum sepenuhnya menerapkan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, saya berharap dapat sedikit demi sedikit mengubah kebiasaan hidup saya menjadi lebih sehat, juga memengaruhi keluarga, teman-teman, dan lingkungan sekitar untuk ikut menerapkan pola hidup sehat. Dengan menerapkan pola hidup sehat, saya berharap dapat mengurangi frekuensi sakit yang diderita orang-orang di sekitar saya.


Sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, saya ingin dapat menemukan rekan-rekan setujuan yang kami dapat bantu-membantu dalam berbagai hal. Saya berharap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2019 dapat menjadi angkatan yang saling mengenal dan saling mengayomi sehingga masing-masing di antara kami dapat menjalankan setiap kegiatan akademik dan nonakademik dengan baik, dapat mewujudkan harapan-harapan kami, serta dapat menjadi dokter-dokter yang cakap dan berintegritas yang dapat berguna bagi masyarakat.


Meskipun memiliki beberapa harapan, saya bukan tipe orang yang terbiasa membuat rencana jangka panjang. Rencana jangka pendek yang saya miliki adalah rencana pada satu, tiga, sampai lima tahun ke depan, yaitu menjalankan seluruh kegiatan di Fakultas Kedokteran dengan sungguh-sungguh sehingga saya dapat mendapatkan hasil yang maksimal, yaitu berupa ilmu dan pengalaman yang dapat berguna bagi saya ke depannya. Untuk jangka waktu yang lebih panjang, seperti sepuluh tahun ke depan atau lebih, saya memiliki keinginan untuk dapat melanjutkan pendidikan spesialisasi dokter, walaupun saat ini saya belum memiliki gambaran spesifik mengenai program spesialisasi yang akan saya ikuti. Untuk jangka waktu yang lebih panjang lagi, seperti dua puluh tahun ke depan, saya berharap akan dapat banyak membantu masyarakat dengan ilmu dan pengalaman yang sudah saya dapatkan.


Menurut saya, ada tiga hal yang paling penting bagi semua orang yang ingin masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tiga hal tersebut adalah berjuang, berdoa, dan berbuat baik kepada orang lain. Perjuangan memasuki Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dapat berupa mengatur waktu dan strategi untuk belajar, serta berupa ketekunan untuk dapat mencapai hasil yang diinginkan. Di samping belajar, doa yang banyak juga sangat dibutuhkan. Selain itu, perlu juga senantiasa berbuat baik kepada orang lain supaya mereka ikut membantu dalam doa dan bantuan lainnya. Selain ketiga hal itu, diperlukan juga sikap percaya dan yakin kepada Tuhan karena takdir Tuhan pastilah merupakan yang terbaik.

 
 
 

Recent Posts

See All
Narasi Perjuangan - Mucica Safitri

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Hallo semua, dalam tulisan ini saya ingin menceritakan banyak hal dan kisah menarik secara...

 
 
 

Comments


© 2019 by FKUI 2019. Proudly created with Wix.com

bottom of page