Narasi Perjuangan - Alma Milania Djamal
- FKUI 2019
- Aug 19, 2019
- 9 min read
Pertama-tama, izinkan saya untuk memperkenalkan diri saya secara tingkat terlebih dahulu. Nama saya Alma Milania Djamal. Saya berasal dari SMA Negeri 21 Jakarta. Saya lahir pada tanggal 17 Juni di tahun 2000, membuat usia saya saat ini 19 tahun. Saya adalah anak terakhir dari 2 bersaudara.
Saya merasa sangat bersyukur dapat bisa bergabung dalam keluarga besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Universitas Indonesia jika bukan salah satu, adalah universitas paling baik di Indonesia. Keunggulan Universitas Indonesia dibuktikan dengan dinobatkannya Universitas Indonesia sebagai satu-satunya perguruan tinggi di Indonesia yang terdapat dalam top 100 universities se-Asia pada peringkat ke-79. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Quacquarelli Symonds World University sesuai subjek 2014/2015 juga melansir Bahwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menempati posisi terbaik ke-301 di Dunia dan terbaik pertama di Indonesia berkenaan dengan program studi kedokteran. Oleh karena itu, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia kerap menjadi pilihan favorit dari tahun ke tahun bagi banyak siswa Indonesia. Namun ternyata tidak hanya putra putri bangsa yang juga ingin berkesempatan untuk menempuh ilmu sebagai mahasiswa kedokteran di FKUI, tetapi juga di kalangan internasional. Dengan adanya program Kelas Khusus Internasional yang memungkinkan mahasiswa untuk menerima kursus yang diberikan dalam bahasa Inggris dan menerima 2 gelar pada akhir studi.
Berdasarkan pengalaman pribadi saya, hampir semua orang menganggap bahwa FKUI adalah sekolah yang sangat prestisius dengan tingkat penerimaan yang juga rendah. Sangat susah untuk bisa lolos dan diterima manjadi mahasiswa FKUI. Jujur, saya pun juga berpikir demikian, bahkan sampai saat ini. Namun perkataan-perkataan seperti itu tidak menghalangi mimpi dan cita-cita saya untuk dapat diterima di FKUI, dimana FKUI juga sudah terkenal kehebatannya dalam menghasilkan tokoh-tokoh kesehatan Indonesia yang luar biasa dan sangat berpengaruh bagi negeri kita seperti Menteri Kesehatan Indonesia yaitu Ibu Nila Djuwita Anfasa Moeloek, dan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo. Nama-nama tokoh tersebut hanyalah beberapa contoh dari ribuan lulusan Fakultas Kedokteran terbaik di Indonesia, dan tentunya lulusan-lulusan untuk tahun-tahun yang akan datang. Salah satu contoh lain diantaranya juga adalah ibu saya sendiri. Saya sangat bangga dan senang dapat berbagi satu almamater dengan ibu saya.
Perjalanan saya sampai akhirnya saya dapat berakhir di FKUI tidaklah mudah dan tidak terbilang pendek. Banyak sekali rintangan dan halangan yang harus saya lewati. Namun saya juga yakin, bahwa rintangan yang sebenarnya belum saya hadapi dan masih menunggu saya di kemudian hari. Perjuangan saya belum berakhir sampai di sini saja. Namun izinkan saya menceritakan sekiranya sedikit dari cerita perjuangan saya sampai akhirnya saya dapat berakhir di FKUI.
Putar waktu ke tahun 2000. Saat itu ibu saya sedang menempuh pendidikan dokter spesialis syaraf, dan kebetulan sedang mendapat bagian giliran untuk jaga malam di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo. Layaknya rekan-rekan sejawatnya. Namun yang membedakan ibu saya dari teman-teman yang lainnya, adalah faktanya bahwa ibu saya sedang hamil saya 7 setengah bulan. Malam itu, secara tiba-tiba UGD RSCM menerima pasian gawat darurat yang masuk pada pukul 2 malam. Seorang pria paruh baya ditemukkan oleh pejalan kaki tertusuk persis pada bagian jantung dan dengan gagang pisau masih tertancap di rusuk korban. Dengan sigap ibu saya mencoba untuk menangani pasien tersebut, selaku dokter yang sedang berjaga malam itu. Pada sampai akhirnya datang titik dimana ibu saya harus naik ke atas meja rumah sakit dan melakukan kontraksi jantung manual menggunakan tangannya, untuk tetap memompa darah dan memastikan bahwa sirkulasi tetap berjalan agar Pasien tersebut dapat bertahan. Semua dilakukan dengan perut Ibu hamil berumur 7 setengah bulan, yang Sudah lumayan besar ukurannya.. Lucunya, ibu saya sering bercanda bahwa saya sudah terpapar dengan dunia kedokteran bahkan saat masih di perut. Apakah saat itu saya dapat merasakan dan mengerti segala perlakuan yang saat itu ibu saya lakukan? Apapun itu, hampir setiap hari, bahkan sampai saat ini, ibu saya sering kali menceritakan mengenai kasus-kasus yang beliau dapatkan di rumah sakit. Tetapi cerita yang satu ini merupakan salah satu yang paling memberkaskan kesan dalam hati saya.
Demikian juga ketika akhirnya saya akhirnya bisa mengerti ketika ditanyakan apa cita-cita kamu di masa depan. "Kamu ingin jadi apa kalau sudah besar nanti?". Itu adalah pertanyaan yang sering kita dengar selama hidup kita. Bahkan dari playgroup atau TK sekalipun. Hanya satu jawaban saya, dari kali pertama guru saya menanyakan pertanyaan tersebut, sampai saat ini jika ada yang menanyakan kepada saya. Saya ingin menjadi dokter. Dan jawaban tersebut tidak pernah berubah. Di kala teman-teman saya ingin menjadi astronot, polisi, model, artis, dan lainnya, saya ingin menjadi dokter. Saya rasa hampir semua orang pernah menginginkan untuk menjadi dokter at some point at their life. Tapi betul, satu hal yang tidak pernah berubah dari diri saya adalah kemauan saya untuk menjadi dokter. Bahkan ketika teman-teman TK dan SD saya mengetahui bahwa saya diterima di FKUI, mereka semua memberikan saya selamat sembari mengingat-ngingat akan keinginan saya yang ingin menjadi dokter dari dulu.
Kekonsistenan keinginan saya untuk menjadi dokter memudahkan saya dalam memilih jejak pendidikan dari tahun ke tahun. Saya menunjukkan a high interest in science semenjak SD dan ketika saatnya tiba untuk saya memilih jurusan di SMA, tidak ragu-ragu saya memilih jurusan IPA. FKUI adalah tujuan saya, dan saya akan mendapakatnya. Sejak SMP, saya sering mencari tahu mengenai program-program dan persyaratan yang dapat membantu saya. Begitu saya mengetahui bahwa FKUI menawarkan program studi kedokteran Kelas Khusus Internasional, I've shown a great interest in it eversince. Saya juga merasa sangat bersyukur karena orang tua saya mengizinkan saya untuk mendaftarkan diri kelak pada saatnya nanti. Pada saat saya masih duduk di kelas 3 SMP, saya menulis janji bahwa saya akan belajar serajin mungkin agar kelak nanti di SMA saya mendapatkan nilai terbaik dan saya dapat diterima diterima di FKUI KKI lewat jalur Talent Scouting. Pada saat itu juga saya mengetahui mengenai program pertukaran pelajar. Setelah menggali lebih dalam lagi mengenai program tersebut, saya juga berjanji pada diri saya untuk mencoba di saat saya sudah cukup umur untuk mendaftar. Dari dulu saya juga memiliki cita-cita agar bisa merasakan bagaimana rasanya untuk hidup di luar negeri. Hal-hal itu lah yang selalu saya selipkan di dalam setiap doa saya.
Kalau saya boleh jujur, sebenarnya mengalami awalan SMA yang sedikit terjal. Saya harus menjalani masa transisi yang lumayan signifikan diantara SMP saya sebelumnya dan SMAN 21 Jakarta. Namun saya tetap berteguh diri bahwa saya dapat melakukannya. Dan pada akhir tahun 2015, saya memberanikan diri untuk akhirnya mendaftarkan diri untuk mengikuti program pertukaran pelajar yang diselenggarakan oleh Rotary Youth Exchange. Dengan berbekal informasi yang saya cari di internet dan bertanya-tanya kepada orang-orang yang berpengalaman, saya mengikuti rangkaian ujian yang harus dilakukan untuk mengetahui apakah saya layak menjadi seorang exchange student. Dengan izin Allah, saya diberi kesempatan untuk menghabiskan 1 tahun di Belgia. Di Namur, untuk spesifik. Tahun pertukaran pelajar saya bukanlah hanya sekedar setahun dari hidup saya. Tetapi merupakan kehidupan yang baru dalam 1 tahun. Dari tahun pertukaran saya, saya mempelajari banyak hal. Tidak hanya saya menjadi lebih mandiri, tetapi saya yakin bahwa pengalaman tersebut mengubah saya seluruhnya sebagai pribadi.
Sepengembalian saya ke Indonesia, saya harus tertinggal satu tahun dari teman-teman seangkatan saya sebagai konsekuensi dari keputusan saya untuk mengikuti pertukaran pelajar. Namun saya tidak menyesal. Pengalaman saya tidak dapat dibeli, dan jika saya dapat memutar waktu, saya tidak akan mengubah keputusan saya untuk pergi. Kepulangan saya dari Belgia juga menanam rasa semangat yang lebih daripada sebelumnya. Saya mencoba mengimplementasikan hal-hal yang telah saya pelajari di Belgia, sebagai pribadi yang lebih mandiri di bidang sosial maupun akademis. Saya masih berpegangan bahwa saya bisa diterima di FKUI lewat jalur Talent Scouting.
Di awal tahun ini, saya sangat bersyukur bahwa ternyata saya termasuk dalam kuota 40% dengan nilai teratas di sekolah saya, dan saya berhak untuk mendaftarkan diri untuk SNMPTN dan Talent Scouting. Tidak ragu-ragu, saya langsung dengan mantap memasukkan nilai saya ke data base untuk mendaftarkan diri di FKUI KKI. Banyak teman-teman saya yang meragukan keputusan saya dan merendahkan saya. Karena sebelumnya dari sekolah saya, belum ada yang pernah diterima di FKUI KKI lewat jalur Talent Scouting. Pada saat itu sebelumnya, saya juga sudah ditolak oleh Universitas Gadjah Mada pada program studi kedokteran International Undergraduate Programme. Jadi banyak yang meragukan saya. Bahkan salah satu guru saya pun berkata bahwa mimpi saya terlalu tinggi. Namun berbekal doa dan restu orang tua, saya didukung oleh orang tua yang selalu memberikan support penuh.
Ketika saya ditelfon oleh sekretariat FKUI bahwa saya telah dipanggil untuk melakukan tes MMI dan MMPI karena saya sudah lolos seleksi akademik, saya tidak bisa memercayai telinga saya. Saya menyampaikan kabar baik tersebut diikuti dengan sujud syukur bahagia atas kehendak Tuhan. Saya mencoba mempersiapkan dengan sangat maksimal, meskipun saat itu waktu yang diberikan snagat pendek dan bersamaan dengan USBN. Selesai mengikuti tes, saatnya pasrah dan menunggu. Saya sudah melakukan yang terbaik dan saya hanya bisa berdoa.
22 Maret 2019. Saya tidak mendapatkan SNMPTN FKUI Reguler. Tetapi jujur, saya tidak sedih. Karena yang saya tunggu-tunggukan adalah pengumuman Talent Scouting yang dijadwalkan pada tanggal 24 Maret 2019. Saat itu, ibu saya sedang berada di tanah suci untuk menjalankan ibadah umroh. Saya sangat dekat dengan ibu saya, walaupun saya sedih dan takut tidak dapat membuka pengumuman bersama beliau, tetapi saya tahu ibu saya selalu mendoakan saya. Tanggal 23 pagi, saya terbangun sedikit siang. Teman saya mengirim pesan bahwa pengumuman PPKB dan Talent Scouting telah dimajukan menjadi hari ini pada pukul 13.00. Saya panik. Karena kebetulan hari itu saya sudah berjanji untuk menjemput teman saya dari Surabaya di stasiun kereta dan mengajaknya keliling Jakarta. Saya tidak bisa membatalkannya. Teman saya sudah jauh-jauh datang dari Surabaya dan saya harus menepati janji saya. Oleh karena itu, saya meminta tolong pada kakak saya untuk membuka pengumuman pada jam 13.00, namun untuk tidak memberitahukan hasilnya sampai saya pulang, agar saya tidak terganggu saat sedang bersama teman saya. Pukul 13.00 datang, dan teman-teman saya membanjiri kotak pesan menanyakan hasil pengumuman. Semakin panik dan takut, tiba-tiba saat itu juga ibu dan kakak saya menelfon. Saya telah diterima di FKUI KKI. Kakak saya tidak dapat menahan dan lupa akan janjinya untuk tidak memberitahu sampai saya pulang. Saat itu saya sedang berada di mall. Di luar kendali, saya jatuh ke lantai dan sujud syukur di depan toko sambil menangis. Orang-orang di sekitar juga ikut panik, karena mereka mengira bahwa saya pingsan atau sakit. Namun teman saya menjelaskan bahwa saya tidak apa-apa dan hanya senang karena telah diterima di FKUI. Kata senang is an understatement. Saya hanya memberitahu teman-teman terdekat saya. Tapi di kemudian hari, orang-orang di sekolah mengetahuinya. Saya dibanjiri ucapan selamat. Bahkan dari guru saya yang pernah berkata bahwa mimpi saya terlalu tinggi. Namun tidak semuanya berjalan lancar. Banyak dari teman-teman saya yang tidak pernah sekelas dengan saya berpikiran bahwa saya masuk FKUI dengan cara tidak jujur. Saya sempat sedih, namun dengan dukungan dari teman-teman dan keluarga yang memang mengetahui usaha dan hasil kerja keras saya, akhirnya saya dapat ikhlas melupakannya.
Dengan diterimanya saya di FKUI, saya berharap agar saya dapat berkontribusi pada kemajuan di bidang kesehatan di Indonesia. Untuk pribadi saya sendiri, saya juga sangat berharap bahwa saya sadar bahwa ini hanyalah permulaan dari sesuatu yang sangat besar dan indah. Sesungguhnya saya pasti bisa menjalaninya, karena saya tidak sendiri. Saya mempunyai keluarga yang sangat saya cintai dan yang selalu mensupport saya kapanpun. Saya juga mempunya lebih dari 200 saudara yang akan berjuang bersama saya. Saya memiliki harapan yang tinggi untuk saya dan teman-teman saya FKUI 2019, agar kami saling menjalin hubungan yang kuat dan kompak sebagai satu keluarga besar. Tidak ada satupun yang tertinggal, karena kami akan saling membantu satu sama lain, tentunya atas bimbingan dari kakak-kakak pendahulu kami. Sesungguhnya kami bukanlah hanya FKUI 2019. Saya berharap agar kami dapat menjalin hubungan yang baik dengan seluruh anggota FKUI. Kami adalah calon lulusan fakultas kedokteran terbaik di Indonesia, dan kami akan memberikan yang terbaik untuk masyarakat Indonesia. Harapan saya untuk masyarakat Indonesia, adalah agar kami dapat meningkatkan kesadaran lebih tinggi akan pentingnya kesehatan dan memberikan kerjasamanya agar kami dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik.
Di 1 tahun yang akan datang, saya berharap saya masih menjalani janji-janji yang saya buat sebelum saya mulai kuliah. Saya berjanji untuk selalu melakukan yang terbaik, dan selalu membanggakan orang tua. Karena orang tua saya, saya ada di sini. Tanpa dukungan mereka saya tidak bisa melakukan apa-apa. Saya harap saya sudah dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan FKUI. Saya juga berharap saya dapat aktif ikut organisasi-organisasi yang terdapat di Universitas Indonesia, karena saya sadar akan pentingnya dan manfaat dari berorganisasi. Namun tentu saja tidak melupakan tugas awal saya sebagai mahasiswa, yaitu untuk belajar.
Di 3 tahun yang akan datang, saya berharap saya dapat melanjutkan studi saya di Newcastle Univeristy untuk mendapatkan gelar M.Res. sebagai salah satu pilihan kursus yang ditawarkan oleh program KKI. Tidak hanya menjadi dokter, saya juga bercita-cita menjadi seorang researcher. Dengan latar belakang kedua orang tua saya yang juga merupakan researcher, saya selalu terinspirasi oleh mereka. Namun tentunya sebelum saya berangkat, saya berharap saya dapat menjalani sidang penelitian dengan sangat baik dan mendapatkan gelar S.Ked.
Di 10 tahun yang akan datang, kelak saya akan menjadi seorang dokter. Saya bercita-cita untuk mengambil spesialis bedah, namun saya belum yakin beda apa secara spesifik. Sejak dulu, saya memang sudah tertarik untuk menjadi dokter bedah. Saya berencana untuk bekerja selama beberapa tahun selulusnya saya dari FKUI, sembari menabung untuk pendidikan saya selanjutnya untuk mengambil spesialis bedah.
Dalam 20 tahun mendatang, saya akan berusia 39 tahun. Harapan saya di masa datang, saya sudah mempunyai keturunan. Saya sebagai wanita tentu sudah membayangkan mempunyai anak. Namun jika Tuhan menghendaki, selesai saya menempuh pendidikan spesialis bedah, saya dapat bergabung dengan organisasi Doctors Without Borders selama beberapa waktu. Cita-cita saya sejak dulu adalah untuk bergabung dengan organisasi tersebut. Saya berharap saya bisa merealisasikan mimpi saya tersebut terlebih dahulu sebelum akhirnya saya dapat memberikan kontribusi saya untuk negara tercinta ini sebagai dokter bedah.
Pesan saya untuk teman-teman yang ingin masuk FKUI, jangan takut. Kita tidak tahu sebelum kita mencoba. Jangan pikirkan perkataan orang-orang di sekitarmu. Sesungguhnya yang mengetahui kemampuanmu adalah dirimu sendiri, mereka tidak mempunyai hak untuk menetapkan seberapa jauh kamu bermimpi. Tuhan memang mempunyai rencana yang terbaik untukmu sesuai takdir, tapi tidak berarti kamu tidak berusaha dan tidak berdoa. Mintalah doa dan restu dari orang tua. Karena saya percaya bahwa doa restu orang tua lah yang mengiringi kita ke kesuksesan. Jangan mengeluh. Karena mengeluh tidak mendatangkan hasil. Jalani saja semua dengan ikhlas, maka senantiasa hal-hal tersebut tidak terasa terlalu berat.
Comments