top of page
Search

NARASI PERJUANGAN -- ATHAYA SHAUMI HERMAWAN

  • Writer: FKUI 2019
    FKUI 2019
  • Aug 18, 2019
  • 8 min read

Perkenalkan, nama Saya Athaya Shaumi Hermawan. Saya terlahir di Kota Bekasi pada tanggal 3 Desember 2001 ke dalam keluarga yang sangat penyayang, dan kebetulan memiliki nenek dan beberapa om dan tante yang berprofesi sebagai dokter. Saya bersekolah di sekolah swasta islam dekat lingkungan rumah, pada saat SD dan SMP, yaitu Al-Azhar jakapermai. Dan untuk SMA, saya bersekolah di SMAN 1 Kota Bekasi. Alhamdulillah, Saya dapat lulus dari SMA sebagai Siswi terbaik tahun 2019.


Sejak kecil, jika ditanya ingin menjadi apa, jawaban saya selalu berubah-ubah. Dari dokter, guru, sampai dengan desainer grafis. Namun, pada tahun kedua di SMA, hati saya akhirnya berlabuh di profesi dokter.


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Di mata saya, inilah tempat untuk mengemban pendidikan yang terbaik di antara yang terbaik. Fakultas kedokteran pertama di Indonesia, bahkan rumah pertama penghasil pemuda pemudi cerdas Indonesia, Budi Oetomo, yang bukan hanya merupakan dokter hebat yang dapat berkontribusi untuk masyarakat dalam bidang kesehatan, tapi juga dalam kebangkitan negara. Rumah ini hampir selalu mencetak lulusan-lulusan terbaik tiap-tiap tahun lanjutannya. Mulai dari menteri, direktur rumah sakit ternama, sampai dengan doktor-doktor ternama.


Lahir di keluarga yang berorientasi dokter nanggung, dokter selalu merupakan sesuatu yang familiar namun juga asing bagi saya. Saya tidak langsung menyaksikan first hand setiap harinya bagaimana cara dokter beroperasi, tapi bayang-bayangnya selalu menjadi hal yang menarim bagi saya. Semua anggota keluarga memiliki harapan besar terhadap saya dan kakak saya untuk menerima tongkat estafet dan melanjutkan profesi nenek yang melewati satu generasi sebagai dokter. Saya memiliki seorang kakak yang juga sedang bersekolah kedokteran di Fakultas Kedokteran urutan ke-3 di Indonesia. Tentu merupakan suatu kebanggan besar. Namun, masih tersimpan dalam hati keluarga untuk ada yang melanjutkan pendidikan dokter di universitas terbaik di Indonesia, Universitas Indonesia. Saya pun termotivasi untuk memenuhi harapan tersebut, harapan yang sudah terbilang dua kali pupus.

Saya masih ingat beberapa bulan yang lalu, tepatnya bulan Februari, ketika ingin mendaftar untuk SNMPTN. Selesai semester 5, saya merupakan peringkat ke-3 paralel. Namun, nilai saya secara keseluruhan masih kurang apabila dibandingkan dengan kakak tingkat yang berhasil masuk ke lewat Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia lewat jalur undangan. Pada saat itu, semua guru menyarankan saya untuk mendaftar di Fakultas Kedokteran di universitas lain, yang dapat dipastikan saya akan berpeluang besar untuk diterima. Hati saya bimbang. Di satu sisi Saya ingin membuat bangga orang tua dengan diterima lewat jalur SNMPTN, ingin membukakan jalur bagi adik adik kelas untuk dapat lulus jalur SNMPTN pula, saya juga ingin untuk mendapatkan waktu istirahat empat bulan sebelum mulai kegiatan universitas. Namun di sisi lainnya, mimpi Saya adalah FKUI. Sedikit cerita ketika saya masih bimbang untuk kuliah kedokteran di universitas yang mana, saya mengikuti open house FK UI 2018. Pada saat itu, ketika kakak tingkat bercerita dan menceritakan betapa hebatnya FK UI dan melihatnya pula secara langsung, tanpa disadari saya sudah berlabuh. Hati saya sudah menetapkan diri di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mulai sejak itu, tiap kali saya mendengar cerita atau bahkan sesederhana membayangkan diri masuk ke FK UI, saya selalu teared up. Setelah berkonsultasi panjang dengan keluarga, dengan memerhatikan kelebihan dan kekurangan masing-masing pilihan yang ada, saya pun memutuskan untuk tetap memilih FKUI sebagai pilihan pertama saya untuk SNMPTN. Walaupun itu merupakan tindakan yang nekat, tindakan yang tidak semua guru, pengajar, dan teman saya mendukungnya.

Lalu, hari pengumuman pun datang. Teman baik saya yang akhirnya memilih fakultas kedokteran tersebut, yang memiliki peringkat di bawah saya. Pagi hari, langsung saya buka pengumuman. Tidak lolos. Bunda hanya bisa membesarkan hati saya. tidak apa, kita coba lagi di SBMPTN. Tatha hebat, jagoan, pasti bisa masuk lewat SBMPTN. Hati saya sebetulnya sakit, tapi hasil itu memang sudah terprediksi. Saya dan semua orang juga tahu bahwa itu merupakan hal yang reckless and foolishly brave. Saya sudah bertekad untuk tidak menangis di sekolah pada hari itu. Namun, ketika teman baik saya ini mengabarkan bahwa ia diterima, tidak terasa air mata saya tumpah. Bangga, senang, turut bahagia. Namun di saat yang bersamaan, sakit, iri, cemburu juga saya rasakan jauh dalam hati. Orang-orang, teman dan guru sekitar semua selalu berkata. Coba kamu pilih yang lain. Coba kamu pilih itu. Coba kamu tidak keras kepala. Masa lulusan terbaik belum dapet kuliah? Kamu ga nyesel, tha pilih fakultas itu?


Setelah itu, saya langsung terpacu untuk memberikan usaha terbaik saya untuk SBMPTN. Hal ini terdengar seram sebetulnya, untuk meraih FK UI melalui jalur SBMPTN, untuk mengalahkan 4000 peminat dan menjadi salah satu dari 72 orang yang terpilih. Namun saya sudah siap untuk mengejarnya. Saya pun berusaha secara penuh mulai dari pada saat sekolah, maupun pada saat bimbingan belajar. Bangun sebelum subuh, jam setengah 4 pagi, belajar, lalu siap siap untuk belajar di bimbel jam 8 pagi, lalu belajar sampai jam 3 sore. Sampai di rumah, sehabis maghrib saya mulai belajar lagi sampai dengan jam 12 malam. Hal itu saya lakukan berturut-turut setiap hari. Hingga sampai di titik, orang-orang di sekitar saya selalu bertanya, apa tidak capek seperti itu? Apa tidak kurang tidur? Istirahat saja dulu kalau capek. Tapi sejujurnya, tidak terasa lelahnya pada saat itu. Yang saya pikirkan hanya, ya memang ini jalannya kalau ingin meraih tujuan saya. hanya ini caranya untuk membanggakan keluarga besar dan sekolah. Saya melakukan rutinitas tersebut untuk dua bulan, untuk mempersiapkan UTBK 1 dan UTBK 2.


Ketika mengerjakan tes UTBK 1 dan UTBK 2, saya merasa sangat dibantu oleh Tuhan. Betapa beruntungnya saya, ketika soal-soal yang keluar rata-rata sudah pernah saya review dan kerjakan. Seakan-akan Ia ingin menyampaikan. Lihat, apa yang sebenarnya kamu takutkan padahal kamu punya Aku?


Hari pengumuman nilai UTBK 1 pun tiba. Saat membukanya, website mengatakan saya mendapatkan rata-rata nilai 728. Di saat itu saya tidak tahu harus senang atau sedih, karena saya tidak tahu nilai teman-teman yang lain setinggi apa. Tenyata, pada bimbel saya, saya merupakan peringkat ke-2 di antara 400-an orang. Namun hati saya masih takut. Itu baru di bimbel saya, bagaimana di tempat lain? 400 orang lainnya kan juga tidak semuanya ingin FKUI, pikir saya.


Hari pengumuman nilai UTBK 2 pun tiba juga. Saat membuka, website mengatakan saya mendapatkan rata-rata nilai 745. Di saat itu saya diselamatkan oleh teman teman dan pengajar, karena nilai yang meningkat. Namun, rasa takut masih tinggal di dalam hati saya. Menurut komunitas-komunitas pengejar FKUI yang saya masuki, untuk aman dalam memilih FKUI, minimal nilai harus 800.


Tibalah saat dimana harus mendaftarkan pilihan untuk SBMPTN. Saya orang yang sering diselimuti keraguan kalau sudah menyangkut masa depan, tapi saat itu, tidak ada ragu. Sudah pasti saya akan mengambil FKUI sebagai pilihan pertama. Walaupun keraguan mengiringi, saya pun men-submit pilihan saya.


Sambil menunggu pengumuman SBMPTN, saya tetap mengikuti bimbel untuk persiapan ujian mandiri. Saya juga sudah mengikuti ujian mandiri di universitas lain. Jujur, pada saat itu saya dapat terbilang melakukannya setengah hati, karena setengahnya sudah tetap di FKUI. Selama persiapan untuk SIMAK, saya sangat sadar bahwa soal-soal SIMAK sangat sulit. Pada saat itu saya hanya dapat berdoa agar diterima di SBMPTN, agar tidak perlu menghadapi soal tersebut demi meraih mimpi saya.


Hari pengumuman SBMPTN pun tiba. Hari itu saya tetap pergi ke bimbel seperti biasa. Pada saat itu, pengajar dan teman-teman saya sudah mengatakan bahwa saya sudah pasti diterima. Berdasarkan website survei nilai peminat FKUI, nilai saya bernomor urut 30 dari 900-an orang, sedangkan kuota FKUI tahun ini lewat SBMPTN adalah 72 orang. Menurut mereka mungkin data tersebut menyatakan bahwa saya sudah pasti diterima. Namun, menurut keketatan, saya masih berpeluang tidak besar untuk diterima di FKUI.

Pukul tiga sore. Waktunya pengumuman. Saya membuka pengumuman sambil mem-video call bunda saya yang sedang bekerja. Ketika dibuka, bunda melihat ekspresi saya menangis. Deras. Bunda hanya dapat berkata sabar, kita coba lagi di simak, tidak apa-apa, you did great, you did your best. Di situ saya masih belum bisa berkata apa-apa. Saya pun hanya bisa mem-flip kamera hp dan memperlihatkan ke bunda, bahwa saya diterima. Saya, Athaya Shaumi Hermawan, diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia lewat jalur SBMPTN.


Perasaan bahagia dan puas yang terlalu besar, membuat saya menangis. Segala usaha, kerja keras, dan kepahitan ini berbuah manis. Hasil memang tidak mengkhianati usaha.

Ketika saya mengabari kating dan sekolah, saya diucapkan terima kasih. Terima kasih sudah mengikuti jejak kakak kelas. Terima kasih sudah membukakan pintu untuk adik kelas. Saya hanya bisa tersenyum terharu. Terima kasih sudah hidup, terima kasih sudah berusaha, itu yang saya juga katakan pada diri saya.


Harapan. Saya sangat berharap perjalanan baru saya di FKUI, FK tertua di Indonesia, dapat berjalan lancar. Saya berharap segala tekanan yang ada menempa saya untuk menjadi lebih baik. Saya berharap hati saya cukup kuat untuk tidak menyerah di tengah jalan. Saya juga berharap untuk dapat aktif dan berguna bagi teman sejawat, sesama, dan masyarakat selama menjadi mahasiswa di FKUI baik dalam lingkungan kampus maupun lingkungan luar. Saya berharap dapat mengembangkan passion dan hobby saya sampai matang selama menjadi mahasiswa. Lulus tepat waktu dengan nilai yang memuaskan, atau lebih baik lagi jika cumlaude, merupakan harapan saya.


Saya juga berharap untuk membanggakan keluarga saya. Meringankan beban keluarga saya. Merawat keluarga saya. Saya berharap dapat menjadi manusia dan dokter yang pengertian dan peduli terhadap masyarakat. Saya harap apa yang saya kejar sepenuh hati dapat tertranslasi dengan baik kepada masyarakat. Saya juga berharap dapat menjadi teman sejawat yang dapat mengayomi, teman sejawat yang dapat meringankan beban, teman sejawat yang seperti saudara kandung. Khususnya terhadap teman sejawat seperjuangan, teman-teman FK UI 2019, INTEGRITAS!


Rencana saya untuk tahun depan. Pada saat itu saya berencana untuk sudah menemukan pola belajar yang tepat untuk saya. Saya berencana untuk sudah memiliki IP minimal 3,6. Saya berencana untuk sudah berada dalam organisasi-organisasi yang tepat, yang dapat mengembangkan secara matang minat dan bakat saya.


Rencana saya untuk tiga tahun ke depan. Pada saat itu saya berencana untuk sudah memiliki track record yang memuaskan dalam bidang akademis. Saya berencana untuk sudah pernah mewakili Universitas Indonesia dalam lomba-lomba, atau lebih baik lagi, sudah dapat mengharumkan nama Universitas di dalam negeri maupun luar negeri. Saya berencana untuk sudah berperan aktif dan mengambil andil dalam organisasi-organisasi yang saya ikuti. Saya berencana untuk sudah dapat memberi kontibusi untuk masyarakat melalui kegiatan sukarelawan ataupun sejenis.


Rencana saya untuk sepuluh tahun ke depan. Pada saat itu saya berencana untuk sudah lulus menjadi dokter umum, sudah mengucapkan sumpah hipocrates. Saya juga berencana untuk sedang dalam proses, jika tidak sudah lulus, dalam mengejar spesialis yang sesuai dengan minat bakat dan potensi saya. Saya juga berencana untuk sudah hidup mandiri, agar tidak membebani orang tua.


Rencana saya untuk dua puluh tahun ke depan. Pada saat itu saya berencana untuk sudah menjadi dokter spesialis yang dapat membuat nyaman pasiennya, yang terbaik bagi mereka. Saya berencana untuk sudah menjadi dokter yang berkontribusi demi masyarakat dan bangsa. Saya berencana untuk sudah mempunyai tempat tinggal dan akomodasi sendiri, dan sudah mempunyai keluarga yang akan saya bantu support secara finansial, maupun secara kasih sayang, perhatian dan kepedulian, walaupun saya juga akan sibuk dengan karir saya. Saya berencana untuk sudah pernah membawa keluarga saya dan orang tua saya untuk menunaikan ibadah haji. Saya berencana untuk menjadi dokter yang tetap have fun dengan kehidupan, menikmati masa-masa prima kehidupan saya.


Untuk teman-teman yang ingin bergabung dengan keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, kejarlah. Jangan takut, jangan perhatikan yang lain, fokus saja pada impian kalian. Saya harap kalian dapat berusaha secara maksimal namun tetap memperhatikan kesehatan mental dan fisik kalian dalam prosesnya. Apa yang kalian kejar saat ini memang tidak terlihat gampang, kalian mungkin akan merasa takut atau overwhelmed, tapi kalian harus percaya pada diri kalian. Kepercayaan seratus orang pun akan percuma jika kalian tidak percaya pada diri kalian sendiri. Jangan lupa untuk menikmati setiap proses yang kalian lewati.


Perjuangan baru akan dimulai. Saya baru melewati gerbang. Masih ada jalan jauh yang terbentang di hadapan saya. Memang jalannya tidak mulus maupun mudah, tapi setiap batu kerikil yang saya lewati akan terbayarkan pada saat saya mengucapkan sumpah. Sumpah hippocrates yang akan mengubah hidup saya ke depannya.

kalau kalian butuh pengingat, repeat daily:

I will remain focus on my goals. Even if I have a moment of difficulty, I will not give up. I know success comes with consistency. I know that I will make it. Things will get better. No problem or challenge will stop me. Everything I deserve is coming my way.

 
 
 

Recent Posts

See All
Narasi Perjuangan - Mucica Safitri

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Hallo semua, dalam tulisan ini saya ingin menceritakan banyak hal dan kisah menarik secara...

 
 
 

Comments


© 2019 by FKUI 2019. Proudly created with Wix.com

bottom of page