NARASI PERJUANGAN -- AUVAN LUTFI
- FKUI 2019
- Aug 19, 2019
- 8 min read
Hai semuanya! Seperti kata pepatah “tak kenal maka tak sayang.” Oleh karena itu, izinkan aku memperkenalkan diri secara singkat terlebih dahulu. Perkenalkan namaku Auvan Lutfi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2019. Aku berasal dari SMA Plus Negeri 17 Palembang. Salam INTEGRITAS!
Pasti telinga kita tak asing lagi bila mendengar kata Universitas Indonesia. Ya, Universitas Indonesia (UI) merupakan salah satu universitas terbaik yang ada di Indonesia. Banyak siswa-siswi SMA memiliki cita-cita untuk bisa melanjutkan pendidikan di kampus perjuangan ini. Universitas Indonesia memiliki banyak fakultas dan program studi. Salah satu fakultas yang paling diminati dari tahun ke tahun adalah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tentunya untuk bisa menjadi salah satu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia perlu perjuangan yang tidak mudah.
Perjuangan aku untuk bisa menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dimulai dari mimpi dan cita-cita. Ya, seperti kebanyakan anak kecil apabila ditanya mengenai cita-cita pasti kebanyakan menjawab ingin menjadi dokter, pilot, guru, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, sejak kecil jika ditanya tentang cita-cita aku selalu menjawab ingin menjadi dokter. Kebetulan ayahku adalah seorang dokter spesialis di kota Prabumulih. Sejak kecil aku memandang dokter sebagai profesi yang mulia. Aku melihat betul kerja keras ayah untuk pulang-pergi ke daerah, terbangun di tengah malam karena telepon dari pasien, hingga rela meluangkan waktu istirahatnya hanya untuk mengecek kondisi pasien secara berkala. Hal itu tentu saja dilakukan demi mengobati pasiennya. Mungkin karena kekaguman akan ayahku itulah yang membuat aku bertekad untuk menjadi seorang dokter. “Like father, like son.”
Saat duduk di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama aku hampir selalu menduduki peringkat tiga besar kelas. Nilai raporku yang cukup bagus berhasil mengantarkanku masuk ke salah satu SMA favorit di kota Palembang, SMA Plus Negeri 17 Palembang, melalui jalur PMPA (Penelusuran Minat dan Potensi Akademik). Jalur ini biasa disebut sebagai jalur undangan. Seleksinya hanya dengan menggunakan nilai rapor semasa SMP. Siswa tahun pertama di SMA ku ini wajib untuk tinggal di asrama. Awalnya berat untuk pertama kali meninggalkan rumah, tetapi lama kelamaan menjadi terbiasa. Di asrama, aku menemukan berbagai macam sifat sesorang dari latar belakang yang berbeda-beda. Jujur, aku merupakan pribadi yang pemalu sehingga dengan tinggal di asrama memaksaku untuk keluar dari zona nyaman dan berusaha untuk berbaur terhadap teman seangkatanku. Pada saat minggu pertama jadi siswa SMA aku harus mengikuti serangkaian tes termasuk psikotes untuk menentukan penjurusan. Waktu pengumuman penjurusan ternyata aku ditempatkan di jurusan IPS!. Datang rasa kecewa dan sedih setelah pengumuman ditambah lagi adaptasi di lingkungan asrama yang belum sampai satu minggu. Sebenarnya hasil tes itu hanya saran dari sekolah. Untuk bisa pindah jurusan ke IPA harus menggunakan surat pernyataan yang disetujui oleh orang tua dan harus bersedia terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi pada saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung, seperti kesulitan dalam menangkap pelajaran.
Setelah mengikuti pembelajaran, ternyata materi di SMA lebih dalam, yang dulu biasanya di SMP hanya ada IPA terpadu saja, di SMA dibagi lagi menjadi fisika, biologi, kimia. Pelajaran matematika pun dibagi menjadi matematika wajib dan matematika peminatan. Aku merasa kesulitan dalam mengikuti pelajaran. Kegiatan di asrama yang cukup padat membuatku sering tertidur saat jam pelajaran di kelas. Mulai terpikir dibenakku tentang hasil penjurusan sewaktu awal masuk SMA. Apakah benar aku lebih cocok di jurusan IPS?. Akan tetapi, aku hanya mengabaikan perasaan sesaat itu. Singkat cerita, waktu itu sedang diadakan pameran universitas untuk kakak kelasku yang duduk di bangku kelas 12. Aku dan temanku mencoba untuk menghampiri pameran tersebut. Setelah mengambil brosur berwarna kuning secara acak, aku merasa termotivasi untuk mulai memikirkan masa depanku. Kemana aku akan melanjutkan pendidikan tinggi?. Brosur kuning yang aku ambil saat itu adalah brosur dari Universitas Indonesia. Semenjak itu, aku mulai mencari tahu tentang Universitas Indonesia melalui internet. Setelah mencari tahu, ternyata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia merupakan fakultas dengan peminat yang banyak dan terketat di Indonesia. Hanya putra-putri terbaik bangsa yang bisa masuk ke dalamnya. Dari hasil pencarian tersebut, aku menyimpulkan bahwa FKUI merupakan wadah yang tepat bagi seseorang yang tertarik pada bidang kesehatan dan ilmu kedokteran. Mulai saat itu, aku mengetahui bahwa untuk bisa melanjutkan studi di FK UI hanya dapat melalui dua jalur yaitu SNMPTN dengan nilai rapor dan SBMPTN. Aku pun mulai tergerak. Muncul niat dari dalam diriku untuk memperbaiki nilai rapor agar aku bisa lulus di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui jalur SNMPTN. Di hari minggu aku mengambil les privat untuk matematika dan fisika. Nilai rapor semester satuku cukup baik. Aku berhasil menjadi peringkat sepuluh besar sekolah.
Di kelas dua, aku mulai mengikuti perlombaan untuk menjadi penunjang penilaian jalur undangan. Aku mengikuti kompetisi olimpiade sains bidang kimia, memenangkan perlombaan esai ilmiah di tingkat provinsi, bahkan mendapatkan bronze medal di kompetisi konsep dan ide bisnis bidang sains tingkat nasional. Dari kelas sepuluh hingga duduk dibangku kelas dua belas, aku tidak pernah absen dalam mengisi peringkat tiga besar kelas bahkan sekolah. Di bangku kelas dua belas, aku pun mengikuti bimbel dan les tambahan privat. Saat semester satu, aku hanya mencoba mengerjakan soal-soal sbmptn di hari Sabtu atau Minggu saja. Aku masih terfokus pada materi kelas dua belas demi menyempurnakan nilai rapor semester terakhirku. Aku mengikuti try out rutin setiap bulan di tempat bimbingan belajarku. Aku hanya sekali bisa tembus dalam passing grade FK UI. Ternyata perjuangan untuk mendapatkan kuliah di universitas favorit membutuhkan usaha lebih daripada yang telah aku lakukan sebelumnya.
Pendaftaran SNMPTN pun semakin dekat. Dari sekolahku, siswa yang mendapatkan jalur SNMPTN terakhir di FK UI adalah kakak kelas lima atau empat tahun di atasku. Setelah itu, tidak ada satupun alumni dari sekolahku yang masuk FK UI jalur SNMPTN dan bahkan sepengetahuanku melalui jalur lain pun juga tidak ada. Akhirnya aku mengurungkan diri untuk mendaftar SNMPTN di FK UI. Semenjak itu, UI hanya seperti angan-angan yang tidak pernah dapat kucapai mengingat untuk lolos di fakultas kedokteran pada jalur tes tertulis membutuhkan nilai yang benar-benar tinggi. Sainganku bukan hanya kawan sekelasku, bukan pula kawan seangkatan, se-kota, se-provinsi, melainkan saingan se-Indonesia. Aku pun akhirnya mantap memilih SNMPTN kedokteran di salah satu perguruan tinggi ternama juga di Pulau Jawa. Kakak kelasku tahun sebelumnya pun ada dua orang yang diterima di fakultas dan program studi yang sama melalui jalur SNMPTN. Terlebih lagi terdapat satu orang lagi kakak kelasku yang lulus juga melalui jalur SBMPTN. Aku merupakan peringkat satu seangkatan untuk akumulasi nilai rapor semester satu sampai dengan semester lima. Setelah bertanya-tanya ke pihak bimbingan konseling, berdasarkan nilai alumni yang diterima melalui SNMPTN tahun lalu, ternyata nilai raporku cukup untuk masuk dalam pilihan ku waktu itu, bahkan lebih. Hal ini membuat diriku semakin percaya diri. Orang tua, guru, dan sahabatku yakin bahwa aku akan lulus melalui jalur SNMPTN. Sebelumnya, di semester dua, aku juga sudah mempersiapkan untuk tes jalur lain yaitu SBMPTN. Karena aku tahu bahwa tidak ada yang tahu bagaimana penilaian SNMPTN aku mulai mempersiapkan kemungkinan terburuk dan mulai menamatkan beberapa buku SBMPTN dan tes mandiri.
Singkat cerita, tibalah waktu pengumuman untuk jalur SNMPTN. Dihari jum’at tanggal 22 Maret 2019. Waktu itu pengumuman diumumkan jam satu siang. Pada hari itu aku sedang melaksanakan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Waktu yang seharusnya dipakai untuk menghafal materi Prakarya pun dibuang sia-sia. Perasaan cemas, deg-degan serta takut tidak diterima pun bercampur menjadi satu. Tepat pada pukul 13.00 aku dan temanku mulai mencoba untuk memasuki laman pengumuman. Posisi aku waktu itu ada di rumah temanku sembari menunggu waktu masuk ujian di sesi yang ke dua. Ternyata tidak ada hambatan untuk mengakses situs SNMPTN. Laman pengumuman untuk memasukkan nomor peserta pun muncul di depan layar. Aku pun mulai memasukkan nomor peserta pendaftaran yang telah aku siapkan sebelumnya satu demi satu. Percobaan pertama ternyata nomor yang dimasukkan kurang satu digit. Setelah memasukkan nomor yang benar aku mulai memberanikan diri untuk menekan tombol cek hasil. Temanku pun tak lupa mengambil video. Mereka sebegitu yakin aku bakal lulus jalur SNMPTN. jeng-jeng. Hasilnya adalah laman berwarna merah. Ya, aku tidak lulus jalur SNMPTN. Sedih dan kecewa menyelimuti perasaan. Ternyata takdir membawaku kepada hal yang lain. Teman-teman kelompok belajarku tak ada satu pun yang lulus.
Aku mencoba untuk mengumpulkan semangat dan mulai mempersiapkan diri untuk masuk ke perguruan tinggi melalui jalur tes tertulis. Aku pun semakin intensif belajar baik di rumah maupun di bimbel. Bahkan membuat jadwal belajar pada pukul tiga dini hari setiap harinya. Kemenristekdikti menyatakan bahwa sistem SBMPTN di tahunku ini mengalami perubahan. Terdapat sejumlah ketentuan baru yang berbeda dari tahun sebelumnya, termasuk sistem tes yang dilakukan peserta sebelum mendaftar ke PTN. Kebijakan tersebut terkait pengembangan model dan proses seleksi berstandar nasional dan mengacu pada prinsip adil, transparan, fleksibel, efisien, akuntabel serta sesuai perkembangan teknologi informasi di era digital. Seleksi tes dikenal dengan nama Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK). Pola seleksi masuk PTN tahun 2019 akan dilaksanakan melalui dua materi tes, yakni Tes Potensi Skolastik (TPS) dan Tes Kompetensi Akademik (TKA). Setiap peserta juga memiliki kesempatan untuk mengikuti UTBK maksimal sebanyak dua kali. Setelah intensif satu bulan menjelang UTBK yang pertama, aku merasa persiapan aku belum cukup jika ingin mengejar perguruan tinggi favorit. UTBK pertamaku mendapat kebagian di tempat sekolah SMA ku sendiri. Aku tidak fokus saat ujian, karena pendingin ruangan di kelasku sangat dingin menusuk tulang. Aku kebetulan kebagian duduk tepat di bawah AC. Aku mencoba untuk bisa menjawab sebanyak dan sebisa mungkin. Menurutku tipe soal lebih menekankan terhadap pemahaman. Waktu yang disediakan per subtes pun bisa dibilang mustahil untuk dapat mengerjakan seluruh nomor, khusunya mata pelajaran fisika dan matematika. Setelah selesai tes, pengumuman nilai baru dapat dilihat sepuluh hari setelah ujian. Saat pengumuman nilai tiba, hasilnya tidak cukup memuaskan. Aku mulai banyak latihan soal kembali untuk mempersiapkan UTBK yang kedua. Aku mempelajari tipe-tipe soal UTBK dari sesi-sesi sebelumnya di bimbel. Seluruh waktu yang ada aku prioritaskan untuk belajar dan memahami seluruh materi.
Singkat cerita, tibalah hari UTBK keduaku. Kali ini ruangan ujianku hanya menggunakan kipas angin, jadi tidak ada lagi alasan untuk tidak maksimal. Setelah mengerjakan seluruh rangkaian subtes. Aku merasa lebih yakin dan puas terhadap apa yang aku kerjakan. Hasil pengumuman UTBK kedua pun diumumkan. Nilai UTBK keduaku meningkat cukup jauh. Nilai yang aku dapat cukup tinggi tetapi belum terlalu aman untuk mendaftar universitas favorit. Dengan berbagai pertimbangan dan restu orang tua, akhirnya aku memutuskan untuk memilih FK di universitas tempat asalku untuk pilihan pertama. Sebelum pengumuman SBMPTN aku juga sempat mendaftarkan diri pada jalur mandiri di tiga universitas. Selagi menunggu pengumuman SBMPTN, aku menyempatkan diriku untuk berlatih soal tes ujian mandiri lima tahun terakhir. Hari pengumuman SBMPTN pun tiba. Setelah menghitung mundur, aku pun mulai memasukkan nomor peserta pendaftaran SBMPTN. Akhirnya, aku diterima di pilihan pertamaku. Senang sekali rasanya bisa mendapatkan kata “SELAMAT” untuk pertama kalinya. Tetapi ada juga rasa kecewa sesaat karena tidak bisa mewujudkan mimpiku untuk melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Awalnya aku tidak terpikir lagi untuk tetap mengikuti seleksi mandiri. Tetapi atas dukungan dan saran orang tua aku pun memutuskan untuk tetap mengikuti dua dari tiga seleksi mandiri yang aku daftarkan. Hal itu karena dua universitas itu tidak memiliki uang pangkal bagi mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri. Ada satu jalur lagi yang bisa aku lakukan untuk mewujudkan mimpiku itu. Aku pun mengikuti tes langsung di universitas yang aku daftarkan dan mengikuti SIMAK UI di kotaku. Mungkin karena tidak ada beban saat melaksanakan ujian tes, aku malah merasa cukup lancar menjawab soal-soal SIMAK. Tetapi ada juga soal yang tidak aku kerjakan mengingat di SIMAK UI ada sistem pengurangan nilai. Awalnya, aku tidak begitu menunggu hasil pengumuman SIMAK UI mengingat banyaknya saingan ku di luar sana yang mengincar jurusan yang sama dengan yang aku pilih. Aku bahkan mulai menyiapkan bahan untuk ospek di kampus yang telah menerimaku. Tibalah saat pengumuman SIMAK UI pukul 14.00. Aku mulai login di website UI. Hasilnya adalah.... ya ucapan “SELAMAT! Anda diterima menjadi mahasiswa Universitas Indonesia.” Aku pikir aku lulus di pilihan kedua SIMAK, ternyata aku lulus di pilihan satu yakni program studi Pendidikan Dokter. Speechless. Akhirnya perjuanganku selama ini terbayar di jalur terakhir untuk masuk ke Universitas Indonesia. Menjadi mahasiswa Universitas Indonesia merupakan suatu pencapaian yang sangat berarti bagiku.
Harapan yang ingin aku raih setelah menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia adalah dapat mengikuti kegiatan perkuliahan dengan lancar sehingga ilmu yang aku dapatkan dapat diaplikasikan secara langsung pada masyarakat nantinya. Bagi keluarga, semoga dengan ilmu-ilmu yang didapat bisa menjadi pengingat akan pentingnya kesehatan. Bagi masyarakat, aku harap dapat menebarkan kebaikan dan kebermanfaatan atas ilmu yang aku dapatkan semasa kuliah. Bagi rekan sejawat FKUI 2019, semoga kita bisa menjadi pembawa harapan bagi peningkatan kualitas kesehatan di Indonesia serta dapat berkontribusi aktif terhadap kemajuan bangsa dan negara.
Rencana untuk satu tahun yang akan datang, aku akan terus menggali potensi-potensi yang ada pada diriku lebih dalam. Untuk tiga tahun yang akan datang, aku harap dapat membawa nama baik Universitas Indonesia di kancah nasional maupun internasional serta berbagi kebermanfaatan di bidang kesehatan. Untuk sepuluh tahun yang akan datang aku harap sudah menyelesaikan program pendidikan spesialis dan memulai karierku. Untuk dua puluh tahun kedepan aku harap, aku sudah menjadi seseorang yang profesional dalam bidang kesehatan serta dapat memberikan dampak positif terhadap masyarakat. Untuk siswa-siswi yang ingin melanjutkan studi di FK UI, semangat dan berusahalah semaksimal mungkin untuk meraih mimpimu. Imbangi usaha dengan doa. Berbicara tentang mimpi dan cita-cita, pasti butuh suatu perjuangan untuk mewujudkan itu. Persiapkan hari ini untuk keinginan-keinginanmu di masa yang akan datang.
“Lakukanlah sesuatu yang berarti mulai hari ini sehingga dirimu di masa depan akan berterima kasih untuk itu” – Auvan Lutfi 2019
Comments