top of page
Search

Narasi Perjuangan - Benedictus Ansell Susanto

  • Writer: FKUI 2019
    FKUI 2019
  • Aug 16, 2019
  • 10 min read

Sebelum saya menceritakan perjuangan saya untuk mencapai admisi ke dalam FKUI, saya ingin memperkenalkan diri terlebih dahulu. Saya adalah Benedictus Ansell Susanto. Dulu, saya bersekolah di SMA Kristen 4 Penabur. Sebelum itu, saya menjalani SMP dan SD di Kairos Gracia Christian School. Sekarang, saya adalah mahasiswa baru FKUI yang diterima melalui jalur SIMAK UI Reguler.


Walaupun Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) telah berkesan untuk saya sejak masa kecil, saya tidak selalu mengidamkan posisi tersebut sebagai tujuan untuk menjalani pendidikan tingkat tinggi. Hal yang membuat saya sangat tertarik dengan FKUI adalah ubiquity dan prestige fakultas tersebut. Setiap kali saya mendengar nama FKUI selalu dengan nada dan ekspresi kagum. Anggota keluarga saya dan teman-teman mereka yang telah menjadi dokter tidak pernah lelah memuji FKUI dan mereka yang bukan dokter juga tidak lelah melakukan hal yang sama. Teman-teman saya sendiri juga tidak berhenti menceritakan bagaimana FKUI menjadi impian yang tidak dapat tercapai. Tidak ada fakultas kedokteran lain ataupun universitas lain di Indonesia yang dibacarakan seperti FKUI dan Universitas Indonesia. Oleh karena itu, pandangan saya terhadap FKUI adalah sama dengan pandangan saya terhadap NTU dan NUS ataupun Oxford dan Cambridge, yaitu suatu kesempatan yang hanya sedikit mendapat untuk mendalami ilmu pengetahuan sedalam mungkin tanpa gangguan. Pandangan ini dikuatkan sejalan dengan perjalanan saya sampai SMA karena saya lebih intensif terjun ke dunia akademik. Selain itu, bagaimanapun pikiran saya berubah tentang apa yang saya mau lakukan untuk kedepannya, FKUI tetap menjadi pilihan terbaik bagi saya. Dari semua itu, FKUI sebenarnya tidak memicu perasaan kagum melainkan ketakutan selayaknya seorang awam menghadapi kejahatan dongeng. Dalam situasi ini, saya bukan seorang ‘pahlawan’ yang pandai akademik maupun sosial yang dapat ‘mengalahkan’ tantangan ini. Banyak sekali orang yang jauh lebih pintar dari saya mengejar tujuan yang sama yaitu menjadi mahasiswa di FKUI. Oleh karena itu, terbentuk asosiasi antara FKUI dengan khayalan yang tidak mungkin.


Saya mempunyai dua alasan utama untuk mengejar. Pertama adalah kecocokan FKUI untuk karir idaman. Saya bercita-cita menjadi seorang peneliti di bidang rekayasa genetik manusia. Jika segala berjalan dengan baik, saya ingin memajukan teknologi ini hingga dapat memodifikasi manusia dewasa bukan hanya untuk keperluan medis, tetapi juga kosmetik. Akan tetapi, sekarang ini masih terdapat banyak komplikasi dalam teknologi itu. Alasan saya mengambil Fakultas Kedokteran sebagai pilihan pendidikan tingkat berikutnya dan bukan Biomedicine, Genetic Engineering atau semacam itu adalah masalah-masalah yang sekarang terdapat pada teknologi rekayasa genetik manusia. Salah satu masalah utama dalam teknologi ini adalah kompleksitas interaksi antara setiap gen dengan sistem tubuh manusia. Menurut saya, pendidikan dokter akan membekali saya dengan pengetahuan tentang interaksi antarsistem tubuh dan gen yang lebih dibandingkan jurusan-jurusan yang lain-lain. Selain itu, saya menemukan bahwa banyak dari peneliti besar dalam bidang tersebut memiliki gelar MD atau S1 Kedokteran.


Di luar dari motivasi akademik tersebut, saya juga mempunyai motivasi pragmatis. Industri penelitian sedang mendapat aliran masuk sumber daya manusia yang banyak sehingga kejenuhan industri menjadi kemungkinan yang nyata. Hal tersebut juga menyebabkan turunnya viabilitas jangka panjang karir dalam industri tersebut. Industri kedokteran sedang menghadapi masalah yang sama tetapi tidak seburuk itu. Untuk memparafrasekan kata-kata orang tua saya, seorang dokter dapat dijamin bisa makan. Kata-kata tersebut meningkat dalam kebenaran jika saya mengambil spesialisasi. Selain itu, saya juga mempertimbangkan idealisme saya sendiri yang mungkin hasil dari kemudaan saya dan kurangnya pengalaman saya dengan uang. Saya juga ingin menjamin bahwa saya tidak akan kehilangan sumber pendapatan jika passion saya ternyata hanyalah fatamorgana yang lahir dari sikap keras kepala tanpa perlu sepenuhnya melepaskan passion tersebut untuk mengejar pekerjaan yang lebih stabil. Memilih jalur karir dalam industri kedokteran mengasuransikan kedua hal itu. Dengan hipotesis seperti sekian, saya meninggalkan segala usaha untuk masuk ke perguruan tinggi dengan jurusan yang bukan Fakultas Kedokteran walaupun hasrat untuk masuk NTU dan NUS tidak dapat sepenuhnya dipadamkan karena telah disajikan sebagai kejadian yang lebih mungkin dibanding alternatifnya dengan tingkat prestige yang sama.


Usaha saya dalam mencapai admisi ke dalam FKUI dapat dibagi menjadi dua kelas, yaitu passive accumulation dan active effort. Passive accumulation adalah istilah yang didefinisikan oleh saya sebagai segala upaya yang berkontribusi kepada pencapaian sebuah tujuan tanpa ada penyisihan alokasi usaha. Contohnya adalah mempelajari ilmu pengetahuan yang beberapa tingkat lebih tinggi dibandingkan tingkat sekolah. Upaya tersebut tentu membantu dalam mencapai tujuan masuk FKUI, tetapi tidak spesifik untuk tujuan tersebut karena saya akan tetap melakukannya walaupun tidak mempunyai tujuan. Passive accumulation sudah saya lakukan mulai dari saat saya masih balita karena hobi saya mengonsumsi informasi apapun bentuknya. Buku-buku segala topik dibaca oleh saya tanpa pandang bulu. Kegemaran menonton program televisi di National Geographic, Animal Planet, dan Discovery Planet berevolusi menjadi kebiasaan menonton video pada YouTube tanpa sadar waktu. Bahan materi yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan mengasah pengertian saya dan yang tidak berhubungan mengasah logika umum saya. Hasil dari passive accumulation sejauh ini adalah pengertian pada beberapa bahan materi yang setara dengan hasil pembelajaran ekstensif dan ketajaman pikiran. Selain itu, saya perlu menekankan bahwa passive accumulation tidak berhenti karena istirahat, tidur, dan bahkan bermain video game karena termasuk sebagai upaya yang berkontribusi. Istirahat dan tidur penting untuk membentuk otak yang lebih reseptif terhadap informasi dan dapat memproses informasi tersebut dengan lebih baik. Bermain video game, selain mempunyai fungsi rekreasi dengan manfaat seperti istirahat dan tidur, juga melatih skill improvisasi saya yang jarang dapat dipraktikan di persekolahan atau pembelajaran. Sama halnya juga untuk kegiatan rekreatif saya yang lain seperti menonton film, acara TV, dan juga menulis. Ketiga hal tersebut memaparkan cerita-cerita yang inspiratif dan memicu banyak introspeksi dan revolusi psikologis yang membantu pencapaian tujuan. Menulis juga melatih skill spekulasi dengan data terbatas, empati, imajinasi, kreativitas, dan juga objektivitas dalam menghadapi persoalan yang emosional.


Pembelajaran ekstensif merupakan contoh active effort yang dilakukan oleh saya. Active effort terdefinisi oleh saya sebagai segala usaha yang dilakukan dengan maksud eksplisit untuk mencapai sebuah tujuan. Selain yang telah disebut, salah satu active effort saya yang penting adalah berpindah sekolah saat lulus jenjang SMP dari sekolah berkurikulum internasional ke sekolah yang berkurikulum nasional untuk melanjutkan pendidikan SMA. Saya berminat untuk meneruskan ke SMA Kristen 1 Penabur tetapi ditolak dan diterima di SMA Kristen 4 Penabur. Di bangku SMA, saya selalu mengajukan diri untuk mengikuti lomba-lomba biologi maupun kedokteran dan olimpiade yang diadakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini merupakan peralihan antara passive accumulation dan active effort untuk mencapai FKUI. Di satu sisi, saya mengikuti acara-acara tersebut untuk meningkatkan kesempatan saya lolos pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN). Pada sisi yang lain, saya adalah orang yang sangat gemar berkompetisi. Saat saya SMP, sekolah saya tidak pernah mengirim perwakilan untuk berlomba. Keinginan untuk berlomba menjadi alasan sekunder ingin berpindah sekolah. Selain itu, kegiatan pembelajaran yang ditempuhi dalam rangka semua kegiatan tersebut mengasah otakku lebih lanjut. Saya berani menjamin bahwa tanpa pengalaman yang saya dapat dengan berlomba, otak saya tidak akan cukup tajam untuk menembus penyaringan SIMAK UI.


Selain itu, saya juga mendaftarkan diri ke BTA 8 untuk lebih memperdalam studi dan berspesialisasi pada ujian-ujian penerimaan perguruan tinggi, khususnya FKUI. Jadwal BTA 8 tidaklah mudah dijalankan. Selain penambahan kewajiban, saya juga kehilangan kedua hari istirahat karena saya memilih untuk menjalani les pada hari Sabtu dan Minggu. Saya juga banyak berlatih soal dari buku-buku yang disediakan BTA 8 ataupun sumber-sumber lain. Materi ujian masuk universitas macanegara serta Cambridge GCSE A levels juga dipelajari oleh saya.


Active effort dan passive accumulation yang telah tertera merupakan usaha persiapan untuk dapat masuk FKUI. Hasil dari semua usaha tersebut diuji pertama kali dengan SNMPTN. Saya tidak berhasil masuk FKUI melewati jalur SNMPTN. Kegagalan awal ini tidak mengguncang saya. Ujian Tertulis Berbasis Komputer (UTBK) menjadi penyaringan berikutnya dan hasil UTBK yang saya dapat cukup memuaskan. Akan tetapi, hasil UTBK tersebut tidak cukup untuk dapat memastikan saya akan diterima di FKUI jika saya mendaftar untuk itu saat Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN). Oleh karena itu, menuruti saran dari orang tua dan pembimbing, saya tidak memasukan FKUI sebagai pilihan pertama pada formulir SBMPTN, melainkan saya mendaftar pada Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan ternyata diterima di sana. Saya tidak senang menerima berita tersebut karena bukan merupakan tujuan utama saya. Akan tetapi, terdapat rasa catharsis yang muncul pada saat membaca pengumuman SBMPTN. Rasa catharsis hampir membutakan saya dan membuat saya membuang kesempatan terakhir saya untuk mecapai tujuan saya. Meskipun demikian, sikap keras kepala saya kembali membangunkan saya. Kesempatan terakhir saya untuk masuk FKUI sebagai mahasiswa tahun 2019 adalah SIMAK UI Reguler dan KKI. Kedua ujian tersebut diikuti oleh saya. Sebelum hasil salah satu diumumkan, saya sudah diharuskan mempersiapkan kos di Surabaya. Akan tetapi, pada hari ketiga dari saya sampai dari Jakarta, saya mendapat berita gembira. Berita ini adalah berita sukses akademik pertama yang saya pernah alami. Dengan girang, saya membaca ulang kalimat yang menyatakan diterimanya saya di FKUI.


Sejujurnya, saya tidak mempunyai harapan sedikitpun berhasil masuk FKUI. Saya hanya mengerjakan sekitar 50% dari soal SIMAK UI Reguler dan saya merasa esai saya tidak memadai. Saya meninggalkan lokasi SIMAK UI dengan keprasahan yang berjuta-juta kali lebih menekan dan intensif dibandingkan saat saya gagal mendapati medali saat Olimpiade Sains Nasional Biologi. Badan saya lemas layaknya telah melakukan olahraga berat. Pikiran saya juga lesu tanpa daya. Sisa dari hari itu dialokasikan untuk tidur dan main game untuk memulihkan kondisi tubuh dan mental saya. Hari-hari setelah itu hanya terisi oleh kekecewaan yang sepoi-sepoi. Orangtua dan teman-teman saya mengatakan bahwa saya tidak tahu berterima kasih karena tetap sedih walaupun sudah diterima di Universitas Airlangga. Saya setuju dengan mereka. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga adalah salah satu fakultas kedokteran terbaik di Indonesia walaupun lembaga-lembaga internasional memberi peringkat yang lebih rendah dibandingkan FKUI. Selain itu, saya juga telah terjamin kuliah tanpa gap year. Akan tetapi, kedua hal tersebut tidak merubah fakta bahwa saya merasa bahwa saya gagal lagi secara akademik. Jadi, saya mempersiapkan kos di Surabaya dengan ekspresi senang untuk menyenangkan orangtua walaupun kekecewaan tetaplah sangat pekat.

Hasil SIMAK UI Reguler diumumkan pada saat saya sedang bertemuan dengan sahabat karib yang sudah lama tidak bertemu dengan saya. Dia mempunyai keluarga di Surabaya dan mencari kesempatan untuk menemui saya. Saya melirik ke layer handphone saya setengah tertawa setelah memasuki nomor ujian untuk persiapan bercanda tentang kegagalan saya yang baru. Akan tetapi, hal itu tidak terjadi. Saya langsung berseru dengan kencang walaupun dalam tempat umum. Tatapan tajam dari pelanggan dan staf tempat makan tersebut tidak sebanding dengan kebahagiaan yang saya alami. Segala usaha yang telah saya lakukan dan konflik-konflik internal dan eksternal mengenai masalah ini tervalidasi. Saya mendapat gratifikasi langsung. Untuk pertama kalinya, saya merasa bahwa usaha, pengorbanan, dan pergumulan tidak sia-sia.


Setelah euforia menghilang, saya kembail mebuat tujuan-tujuan baru untuk dicapai. Saya mempunyai target untuk lulus dengan Cum Laude. Dengan kata lain, mempunyai IPK 3.51 atau lebih. Selain itu, saya juga tetap akan berkompetisi dalam lomba kedokteran dan membawa medali juara. UKM juga mempersembahkan target baru untuk saya. Saya telah mendaftar untuk UI MUN Club, tetapi belum lolos seleksi. Jika saya lolos seleksi, saya ingin membangun kembali skill berdebat yang hancur pada saat SMA karena kurang terpakai dan mendapat gelar dari MUN tingkat internasional. Di luar akademik, saya mengikuti UKM Merpati Putih dan memulai olahraga rutin untuk memperbaik kesehatan saya. Saya juga sedikit demi sedikit memulai menulis lagi. Target akhir adalah untuk mempublikasikan minimal satu novel sebelum wisuda. Novel tersebut sudah saya rencanakan dan dikerjakan sejak SMP kelas 2. Saya berharap novel tersebut dapat akhirnya diterbitkan. Saya juga ingin memperbaiki hubungan dengan teman-teman lama dari SMP saya. Banyak dari mereka belum berbicara dengan saya selama tiga tahun.


Ada satu hal yang saya tidak disebut sebelumnya. Orangtua saya tidak setuju dengan cita-cita saya untuk menjadi peneliti. Mereka tidak memaksa saya untuk membuang cita-cita tersebut, tetapi mereka tidak menyetujuinya. Mereka dibesarkan di kondisi ekonomi yang tidak baik. Walaupun bukan orang miskin, mereka tidak dapat hidup mewah. Sekarang kondisi ekonomi mereka sudah membaik karena kerja keras mereka. Akan tetapi, latar belakang ini membuat mereka tidak dapat mengerti bahwa ada orang yang mencari karir untuk masa depan tidak hanya untuk mencari uang. Ide tersebut adalah hasil dari kondisi ekonomi yang memadai sejak lahir. Dua opini kami berkonflik karena hidup yang menghasilkan kedua opini tersebut sangat berbeda. Harapan saya adalah saya dapat mengubah opini orangtua saya.


Bagi masyarakat, saya berharap dapat mengembangkan teknologi rekayasa genetik yang akan menguntungkan masyarakat. Setidaknya, saya ingin membuat kemajuan dalam pengobatan penyakit congenital sebert diabetes tipe I. Menurut saya, pengobatan dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika akan lebih murah dalam jangka panjang karena tidak akan perlu untuk resep obat yang perlu diikuti seumur hidup.

Untuk teman-teman seangkatan FKUI tahun 2019, saya berharap menjadi orang yang berguna. Jika ada teman yang kesusahan secara akademik, saya akan melakukan segala yang bisa saya lakukan untuk membantunya. Saya juga berharap kepada teman-teman seangkatan agar tidak meninggalkan saya terlalu belakang, melainkan membantu saya mencapai tingkat yang same dengan yang lain dengan cara study group ataupun face-to-face study.


Rencana-rencana untuk masa kedepan juga saya sudah ada kerangka eksekusi dasar. Untuk 1 tahun kedepan, saya berencana untuk banyak mengikuti lomba-lomba kedokteran dan juga MUN seperti disinggung diatas. Selain itu, saya juga berencana untuk mempelajari materi kedokteran dasar minimal satu tahun lebih dulu sebelum kurikulum. Untuk 3 tahun kedepan, saya berencana untuk mencari program penelitian atau sejenis yang mendukung cita-cita saya. Setelah 3 tahun, rencana-rencana yang sudah ada masih dalam bentuk bayangan dan belum ada langkah-langkah konkret untuk dijalankan. Untuk 10 tahun kedepan, saya berencana untuk mengambil S2 dan S3 yang relevan kepada bidang rekayasa genetik manusia dan mencari pekerjaan di dalam bidang tersebut. Untuk 20 tahun kedepan, saya ingin menjadi bagian dari atau bahkan memimpin upaya pemajuan teknologi ini di institusi negara seperti United Kingdom, Jepang, China, negara-negara di EU, negara-negara yang akan nanti menjadi hotspot untuk kegiatan tersebut ataupun institusi swasta yang besar. Jika semua hal berjalan dengan lancar, saya berharap bahwa pada jangka waktu 20 tahun itu, teknologi rekayasa genetik manusia sudah cukup maju untuk dapat mengobati orang-orang dengan penyakit non-congenital seperti diabetes tipe II atau HIV AIDS. Akan lebih baik lagi kalau ternyata lebih maju daripada itu.


Saat berita bahwa saya berhasil masuk ke FKUI tersebar, beberapa orang meminta saran kepada saya untuk menjalani perjuangan ini. Untuk itu, sebenarnya saya tidak dapat memberi jawaban konkret ataupun memberi tips and tricks yang menjamin. Selama menjalani perjuangan, saya bertemu dengan banyak sekali selera metode perjuangan. Input ‘cara benar’ belajar dari orangtua dan pembimbing juga tidak habis. Metode saya juga dikritik secara ganas oleh banyak orang, termasuk diri saya sendiri. Pada akhirnya, saya menemukan orang yang belajar menggunakan ‘cara benar’ yang tidak berhasil dan orang yang melakukan banyak ‘kesalahan’ yang tetap berhasil masuk. Jadi, saya mungkin dapat memberi satu pemicu: trust your instincts. Jika nalurimu mengatakan bahwa saran sekian atau larangan sekian itu merugikan, percayalah dan jangan menerapkan hal tersebut dalam metode perjuangan pribadi. Contoh yang baik adalah main game. Hal tersebut menjadi antithesis keberhasilan bagi sebagian banyak orang bahkan mereka yang sangat hobi bermain game. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, saya tidak percaya hal tersebut. Saya tidak meringankan atau mengurangi jadwal main game saya. Menurut saya yang menjadi masalah adalah orang-orang yang tidak berusaha karena main game. Jadwal belajar saya lebih berat lagi dibandingkan jadwal main game saya. Banyak orang hanya melakukan satu hal atau yang lain, mengekslusifkan kedua hal tersebut. Dengan demikian, saya akan mengatakannya lagi: trust your instincts.


Berikut adalah cerita perjuangan saya sampai dapat diterima di FKUI. Saya berharap saya akan tetap dapat berhasil seperti ini ataupu lebih dari ini pada masa yang akan datang. Untuk mengakhiri, saya ingin memberi dua butir kata-kata mutiara. Pertama adalah quote dari salah satu cerita yang pernah saya baca: “have suspicions, not faith.” Interpretasi saya dari ini adalah untuk tidak pernah berhenti mempertanyakan segala hal yang terlewati. Contoh yang relevan adalah hasrat untuk masuk FKUI itu sendiri. Saya berkali-kali mempertanyakan apakah benar itu adalah hasrat yang muncul dari akal sehat dan keinginan bebas dan bukan hasil dari tekanan eksternal. Jawaban yang saya dapat tidak selalu ‘iya’ tetapi sebagian besar jawaban adalah itu. Pertanyakanlah juga segala metode pembelajaran seperti yang sudah dijelaskan. Pertanyakanlah apa yang diajarkan oleh guru-guru dan kunci jawaban. Verifikasi sendiri apa yang telah diajarkan kepadamu. Pertanyakanlah masalah-masalah yang dihadapi. Apakah semua itu akan sia-sia? Jawaban saya adalah bisa saja. Akan tetapi, saya harus tetap bisa maju dan berjuang walaupun saya tidak dapat menjamin hasil dari kerja keras tersebut. Kata-kata mutiara yang terakhir ini relevan terhadap poin itu. Kata-kata ini adalah buatan saya sendiri dan akan mengakhiri narasi singkat ini: “numbers are to be bolstered with pride, even though they must be opposed.

 
 
 

Recent Posts

See All
Narasi Perjuangan - Mucica Safitri

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Hallo semua, dalam tulisan ini saya ingin menceritakan banyak hal dan kisah menarik secara...

 
 
 

Comments


© 2019 by FKUI 2019. Proudly created with Wix.com

bottom of page