Narasi Perjuangan - Cahya Nabila
- FKUI 2019
- Aug 19, 2019
- 9 min read
Assalaamualaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.
Halo semua! Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, dan selamat malam. Kapan pun waktu saat akhirnya tulisan ini terbaca, perkenalkan Nama saya Cahya Nabila atau biasa dipanggil Bille. Kalian yang membaca tulisan ini bisa jadi adalah kalian yang sudah lama mengenal saya, atau mungkin kenal sebatas tau nama, atau bisa juga kalian ini adalah orang-orang yang sekarang sedang bertanya-tanya, “siapa sih Cahya Nabila ini?” Baik, izinkan saya memperkenalkan diri sedikit lebih jauh lagi. Hai, saya Cahya Nabila, saya anak ke empat dari empat bersaudara, lahir di kota hujan di Indonesia alias Bogor, pada tanggal 28 Februari tahun 2000 atau terbilang sudah 19 tahun lalu dari tahun diterbitkannya tulisan ini. Riwayat pendidikan terakhir saya adalah lulus dari Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu atau disingkat menjadi SMAIT Alkahfi di Lido, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada tahun 2018 silam. Sekolah Islam berasrama yang menyatukan berbagai pribadi dari sabang hingga merauke, bahkan tak jarang ada juga siswanya yang merupakan warga negara tetangga seperti Thailand contohnya. Sekolah yang banyak mengajarkan saya bukan hanya tentang niai kehidupan tetapi juga menanamkan kematangan sifat serta sikap menjadi muslim atau muslimah yang membanggakan. Kemudian kini, status saya adalah telah menjadi mahasiswa Universitas Indonesia angkatan 2019 juga sudah dengan resmi dinyataan masuk dan menjadi bagian dari keluarga besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia atau yang selanjutnya akan saya sebut sebagai FKUI.
Menjadi bagian dari FKUI adalah salah satu mimpi terbesar dari banyaknya mimpi yang pernah saya miliki sejak kecil. Mimpi yang begitu ingin saya raih, mimpi yang sangat saya usahakan untuk bisa terealisasi, mimpi yang pada jamannya selalu saya jadikan salah satu prioritas tinggi. Mimpi yang lawan medannya bukan hanya satu atau dua, melainkan hampir satu indonesia. Bagaimana tidak, semua orang tau bahwa sudah menjadi rahasia umum kalau UI adalah salah satu Universitas terbaik dan terfavorit di Negara berlandaskan pancasila, Indonesia. Lalu bagaikan bintang film, FKUI adalah mega bintang yang selalu menjadi pemeran utama. FKUI adalah fakultas yang begitu banyak diminati, diincar dan dikejar, segala prestasi yang telah dicapai FKUI membuat harum namanya menyebar ke seantero negeri. Pun banyaknya simpang siur cerita bagaimana jerih payah kesulitan perjalanan seorang dokter hingga bisa sukses di dalam bidangnya sama sekali tidak membuat peminatnya ketakutkan. Hal ini justru memancing adrenalin mereka untuk terus berusaha menjaga tekad demi bisa menjadi seorang dokter yang bermanfaat bagi masyarakat.
Jujur, awal mula mimpi saya ingin masuk FKUI ini bukan lah karena saya ingin menjadi dokter. Cahya kecil dulu tak mengerti apa itu dokter, bagaimana caranya menjadi dokter, dimana dan siapa yang bisa membuatnya menjadi dokter. Namun Cahya kecil punya satu keinginan aneh di masa lalu, Cahya kecil itu
Ingin sekali bisa merasakan memegang usus manusia, penasaran bagaimana bentuk dan teksturnya. Aneh memang, itu terjadi karena si Cahya kecil sempat melihat potret seorang wanita yang tengah berdiri, menatap lurus kosong ke arah depan sambil kedua tangannya memegang benda yang dibilang bahwa itu adalah usus manusia oleh kaka laki-laki sulung si Cahya kecil. Rasa pesaran anak kecil yang begitu besar, membuat orang tua saya mengambil keputusan bijak dengan berkata, “Kalau kamu mau, caranya kamu harus jadi dokter dulu. Jadi dokter di UI.” Ya, dan begitu lah pengalaman singkat yang aneh tapi mampu memberikan motivasi besar kepada Cahya kecil untuk menjadi dokter ketika sudah besarnya nanti.
Hari demi hari terlewati, saya tumbuh semakin besar dengan melewati banyak fase dalam hidup. Menyaksikan problema kesehatan di negara Indonesia menambah motivasi saya untuk menjadi dokter dengan tidak hanya untuk memegang usus saja, tapi juga untuk memakmurkan kesehatan di Indonesia, menolong rakyat yang kesulitan mendapatkan hak yang semestinya, juga tidak lain dan tidak bukan, saya sangat ingin membanggakan kedua orang tua saya. Mulai dari situ lah saya selalu dengan yakin dan bangga mengutarakan kepada orang ramai bahwa saya ingin menjadi dokter, jadi dokter di UI.
Saya mulai membiasakan diri untuk tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan medis. Menonton film tentang kehidupan dokter, mebaca cerita inspiratif dari orang-orang yang menjadi dokter, juga membaca buku yang berkaitan dengan ilmu kedokteran. Namun perlu diketahui bahwa manusia mengusahakan hidupnya dengan cita sedang Tuhan sudah dari jauh hari merancangnya dengan cinta. Sekeras-kerasnya saya melantangkan tekad untuk masuk ke FKUI, mimpi ini pun pernah hilang dari hati saya. Saya sempat merasa bahwa menjadi bagian dari FKUI adalah hal yang sangat sulit dan begitu jauh untuk digapai. Titik terendah hidup saya pernah memaksa agar cita-cita itu dikubur sedalam-dalamnya. Belum lagi cibiran orang yang seringkali menjatuhkan kepercayaan diri saya sehingga membuat saya merasa bahwa saya memang tak pantas mendapatkannya. Hal ini pertama kali saya rasakan ketika jalan hidup saya dibelokkan berlainan arah dari teman-teman seusia saya lainnya. Kebanyakan dari mereka setelah lulus SMA di tahun yang sama dengan saya, mereka ada yang meneruskan jenjang pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dengan memasuki Perguruan Tinggi Negeri (PTN) favoritnya atau Perguruan Tinggi Swasta (PTS) atau juga memilih untuk menuntut ilmu ke negeri seberang yang jauh di sana. Sedangkan diri saya ini harus mengikhlaskan untuk menunda kuliah selama satu tahun atau bahasa kerennya sekarang adalah gapyear.
Dalam setahun 2018, terhitung saya gagal sebanyak tiga kali ketika mengikuti seleksi masuk PTN yaitu gagal di jalur Seleksi Nasional Masuk PTN atau SNMPTN, kemudian Seleksi Bersama Masuk PTN atau SBMPTN, kemudian SIMAK (Seleksi Masuk) UI 2018. Di situ lah saya menemui kehahampirputusasaan saya dalam meraih mimpi dan karenanya kala itu hati saya memilih untuk tidak mengikuti rangkaian ujian mandiri universitas lainnya karena merasa sudah tidak memiliki harapan di samping saya juga tidak memiliki hasrat untuk kuliah selain di UI atau tepatnya di FKUI. Akhirnya saya pun memutuskan untuk menunda kuliah dan mengikuti program tahfidz Al-Quran selama 4 bulan lamanya yang Alhamdulillaah mengantarkan saya menjadi pribadi baru yang lebih banyak memiliki pikiran positif dan saya sama sekali tidak menyesal.
Selama kurang lebih 6 bulan lama nya saya mencoba untuk memberikan ketenangan terlebih dahulu kepada diri saya setelah sebelumnya merasa sangat tertekan. Saya coba untuk membesarkan hati saya, bersiap mengikuti ujian SBMPTN kembali di tahun 2019 bersama adik-adik kelas semasa sekolah dulu.
Saya kembali mengikuti program persiapan di salah satu tempat bimbel di kota tempat tinggal saya, mulai menyusun kembali memori pelajaran beberapa tahun lalu mulai dari kelas 10,11, dan 12. Kemudian saya pun mendaftar dan mengikuti berbagai rangkaian sistem terbaru dalam SBMPTN 2019 yang setelah ditunggu hasilnya ternyata saya pun kembali dinyatakan gagal. Haha, miris memang, hampir saja saya betul-betul putus asa di titik itu. Namun saya tekankan pada diri saya bahwa putus asa hanya lah sebatas cerita lama. Saya sadar bahwa tenggelam dalam kenegatifan hidup adalah hal yang sangat bodoh. Setiap pribadi berhak bermimpi, setiap pribadi berhak mewujudkan mimpinya, mereka berhak menjadi apa pun yang mereka inginkan dan tidak ada satu pun orang yang berhak menghalanginya. Sehingga saya pun bangkit, tidak rela dipaksa tunduk oleh kesedihan, saya meningkatkan intensitas waktu belajar saya, meminta tolong kepada teman untuk terus disemangati setiap harinya, dan tidak lupa untuk selalu melangitkan doa dan giat mendekatkan diri lebih erat kenapa Allaah SWT. Setelah melewati beberapa pertimbangan, saya pun memutuskan untuk kembali mengikuti ujian SIMAK UI 2019.
Waktu itu jeda antara tanggal ujian dan hari pengumuman adalah 10 hari. Pengumuman akan dikeluarkan pada tanggal 31 Juli 2019. Pada masa jeda menunggu pengumuman itu rasanya saya sudah sangat pasrah dengan apa pun hasil yang akan saya terima nanti. Saya juga sudah menyiapkan beberapa opsi atau pilihan cadangan hal yang akan saya lakukan semisal ternyata saya dinyatakan gagal lagi untuk kesekian kali. Salah satunya adalah ikut tes masuk di salah satu PTS yang terdapat Fakultas Kedokteran di dalamnya atau mungkin saya akan kembali menggeluti ilmu agama dan memperdalam lagi mengenai Al-Quran. Terlebih, saya sangat bangga dengan kenyataan bahwa saya ini bukan lah lagi orang yang sama seperti saya yang dulu yang justru malah asik terus menerus berdiam dalam sedih karena ditolak berulang-ulang kali. Paham saya kini adalah bahwa kuliah itu bukan segala-galanya dan atau bukan satu-satunya hal yang kita butuhkan di dunia seperti sampai kita akan mati jika tidak berkuliah. Kuliah bukan syarat sah atau wajibnya suatu ibadah, kuliah hanyalah satu dari sekian banyak jalan yang ada dan tersedia untuk kita menuntut ilmu juga memperbanyak relasi demi menunjang kehidupan kedepannya.
Namun tetap, hati tidak bisa bohong bahwa ketika hari pengumuman tiba, saya yang sebelum-sebelumnya terlihat seperti tidak terlalu memikirkan bagaimana hasil pengumuman tersebut merasa hati saya tiba-tiba berubah drastis saking deg-degannya. Sambil menunggu waktu pengumumannya, mulut saya tak henti melafalkan doa-doa, memohon diberikan keajaiban untuk mendapat kabar gembira dari pengumuman yang satu ini. Satu per satu langkah membuka penguman saya lakukan, hingga akhirnya tombol enter saya tekan, bersamaan dengan loading laman, saya mengatupkan kedua telapak tangan saya di wajah. Harap-harap cemas kalau lah ternyata hasilnya masih belum baik juga, setidaknya saya harus memastikan diri saya akan terus baik-baik saja.
Saya mengintip sedikit dari sela dua jari saya, terlihat laman web sudah terpampang seutuhnya tapi saya belum siap juga membaca hasil dengan jelas. Barulah selesai memanjatkan doa terakhir, saya menghitung dari satu sampai tiga: satu, dua, tiga! Seketika napas saya menjadi sesak, saya seolah lupa bagaimana mekanisme tubuh melakukan pertukaran udara. Badan saya gemetar, air mata mengalir tanpa sadar dari kedua mata saya. Saya diterima! Saya dinyatakan lolos menjadi mahasiswa bar Universitas Indonesia tahun 2019! Saya pun tanpa ba bi bu langsung melakukan sujud syukur ketika dirasa kesadaran mulai kembali datang sedikit demi sedikit. Akhirnya, setelah perjalanan panjang yang sangat melelahkan, akhirnya saya bisa juga merasakan perasaan bahagia yang sebelumnya saya seperti sudah lupa bagaimana jelasnya.
Satu per satu sanak keluarga saya kabarkan, orang tua, kakak-kakak, keluarga besar, teman-teman terdekat, sampai entah bagaimana kabar bahagia ini tersebar semakin luas mengiringi datangnya ucapan selamat, ungkapan rasa bangga, dan doa dengan isi dan harapan yang berbeda-beda tapi keseluruhan berhasil menambah rasa bahagia saya di hari itu jadi seribu kali lipat besarnya. Saya sangat bersyukur dan berterima kasih karena Allah dengan begitu baiknya memberikan izin pada saya untuk mewujudkan mimpi yang kadang timbul tenggelam ini. Saya juga berterima kasih kepada diri saya yang sudah mau berjuang lebih keras dengan tidak mengikuti nafsu untuk menyerah. Saya juga merasa sangat beruntung karena saya memiliki banyak orang hebat yang saya yakin tidak pernah berhenti mendoakan kebaikan untuk saya, hingga akhirnya, di sini lah saya sekarang: dinyatakan resmi menjadi mahasiswa Universitas Indonesia lulus lewat jalur SIMAK UI 2019, masuk di pilihan pertama yaitu Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Bersatu bersama para pejuang hebat lainnya, berdiri tegak, bersiap menyantap halang rintang yang akan kami temui di depan demi mewujudkan mimpi.
Saya berharap diri ini tidak akan pernah lupa detil perjuangan ini. Saya berharap diri ini bisa menjadi pribadi yang lebih tidak mudah goyah dan menyerah dalam mengejar angan. Saya berharap saya bisa mampu betul mempersembahkan gelar dokter (dr.) terkhusus kepada orang tua saya, guru saya, diri saya sendiri dan seluruh masyarakat di luar sana. Saya berharap diri ini akan terus tumbuh dan besar sebagai orang yang sukses mengendalikan hidupnya bukan malah dikendalikan. Saya harap juga kepada kelurga, teman yang ada di luar sana agar tidak berhenti medoakan, memberikan semangat, dan menemani perjalanan saya sebagai saksi kelak bahwa saya benar berjuang untuk mewujudkan mimpi saya. Saya berharap saya dapat membantu semua golongan masyarakat, mengabdikan diri saya dan semoga masyarakat pun mau rela menerima dan percaya kepada saya. Selanjutnya tanpa mengurangi hormat saya, saya berharap seluruh keluarga FKUI khususnya angkatan 2019 akan senantiasa saling membantu, bahu membahu mencapai kesuksesan bersama, dan semoga tidak ada satu pun dari kita yang terubah niat baiknya dengan godaan-godaan yang ada.
Kemudian dengan seluruh kesempatan yang telah diberikan, saya pun telah menyusun rencana untuk tahun-tahun yang akan datang. Sebagai contoh, karena saya merasa saya tidaklah sangat pintar seperti orang lain, setidaknya dalam satu tahun pertama saya harus jadi orang yang lebih rajin, mau mencoba dan tidak takut salah, tidak takut dimarahi dan justru mengambil pelajaran sebanyak mungkin dari apa saja yang akan terjadi. Kemudian rencana saya di tiga tahun kedepan yang sudah akan saya fokuskan mulai dari sekarang, saya ingin mendapatkan nilai yang tinggi diimbangi dengan ilmu yang memang harus benar-benar saya kuasai. Saya berencana mengembangkan diri agar mampu mendapatkan banyak prestasi. 10 tahun yang akan datang saya haruslah sudah dengan kepercayaan diri penuh, memakai jas putih, mengelola dan menyukseskan rumah sakit yang saya tangani di bawah tanggung jawab saya sendiri. Terahir mungkin untuk skala 30 tahun yang akan datang, saya ingin melihat refleksi diri saya di cermin sudah menjadi penggiat kesehatan bukan hanya untuk masyarakat Indonesia tapi juga seluruh rakyat di pijakan bumi yang sama.
Jika diizinkan, saya mohon dibolehkan untuk memberi sedikit pesan bagi siapa saja di luar sana, tersampaikan langsung lewat tulisan ini atau mungkin ada yang berbaik hati menyebarkannya, saya berpesan, siapa pun kamu, apa pun status yang kamu miliki sekarang dan bagaimana pun latar belakang serta perjalanan masa lalumu, ketahuilah bahwa kamu itu sangat spesial. Baik untuk dirimu sendiri, orang terdekat atau pun orang yang sama sekali tidak kamu ketahui identitasnya sekarang. Teruslah berusaha untuk kamu dan masa depanmu, teruslah menjadi orang baik dan yakin lah kamu juga akan diberikan hal yang terbaik pula oleh tuhan. Jangan berhenti berbuat hanya karena kamu merasa dijahati dan merasa berhak membalasnya dengan hal serupa. Jangan, jangan jadi orang gegabah yang bodoh. Lebih baik kamu miskin tak punya harta dan jabatan dari pada kamu tumbuh dengan mental seorang penindas dan perampas. Mimpimu adalah milikmu, usahamu adalah urusanmu dengan tuhan, apa pun hasil yang kamu dapat, percayalah tuhan tak pernah pilih kasih. Jika kamu adalah orang yang sama seperti saya punya keinginan menjadi dokter atau lebih spesifik ingin masuk ke dalam keluarga FKUI, berlarilah ke arah kami, jika tempatmu memang di sini, kamu akan sampai mengisi ruangmu sendiri. Jika tidak, kamu tetap bisa menjadi mega bintang, hanya saja genre filmmu yang berbeda dengan kami. Jangan pelihara amarah dalam hatimu, teman! Ayo maju bersama menjadi satu kesatuan walau dengan peran yang berbeda.
“Ajak dirimu untuk bersama-sama mengejar bahagia, taati perintah, jauhi masalah, jangan sekali-kali kamu menghakiminya. Kamu bukan tuhan.”
Terima kasih untukmu yang membaca sampai akhir tulisan ini. Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, dan selamat malam. Bisa jadi kamu baca ini pagi hari tapi baru rampung malam harinya. Saya Cahya Nabila pamit undur diri, selamat dan semangat berjuang, Harapan Bangsa!
Wassalaamualaikum warrahmatullahi wabaarakatuh
コメント