top of page
Search

Narasi Perjuangan - Cokorda Anggitaswari

  • Writer: FKUI 2019
    FKUI 2019
  • Aug 19, 2019
  • 8 min read

Nama saya Cokorda Istri Agung Anggitaswari, mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Kelas Khusus Internasional tahun 2019. Akrab dipanggil Anggi oleh keluarga dan teman-teman. Saya lahir di Denpasar, Bali yang kebetulan adalah kampung halaman saya. Dibesarkan di keluarga yang sangat autentik, saya sangat menghidupi budaya yang melimpah di Bali walau sebenarnya menghabiskan masa kanak-kanak saya di Kota Kembang dan melanjutkan pendidikan di Ibu Kota, DKI Jakarta.

Sejak kecil tidak pernah terpikir untuk memilih dokter sebagai panggilan hidup. Mungkin karena belum mendapatkan informasi dan eksposur yang lebih tentang kedokteran. Awalnya diarahkan untuk menjadi desainer karena lumayan mahir dan suka menggambar. Kedua orang tua sangat mendukung saya untuk berkecimpung di dunia arsitektur dan interior tetapi ada satu momen yang membuat saya melihat dan mengagumi profesi dokter.

Pada tahun 2014 silam, saya dan keluarga saya berencana untuk pergi berlibur ke Hong Kong. Sekitar dua minggu sebelum berlibur, nenek saya memang menolak untuk ikut karena malas dan tidak berminat tapi ibu dan ayah memohon nenek untuk tetap ikut. Dua hari sebelum keberangkatan nenek terlihat sangat aneh. Tiba-tiba tidak berbicara dan tampak pusing dan kebingungan setiap saat. Kami berpikir bahwa nenek sedang “bad mood” karena terpaksa ikut liburan. Satu hari sebelum keberangkatan, nenek tiba-tiba membuka semua kancing bajunya dan menolak untuk memasangnya. Kami sangat bingung, “Apakah nenek setidakmau itu untuk pergi berlibur?” hanyalah satu-satunya asumsi kami atas kejadian itu.

Singkat cerita sampai di pesawat, saya duduk berdua dengan nenek saya. Nenek hanya diam sampai pramugari menawarkan minuman dan nenek seperti kesusahan untuk menjawab. Saya menayakan ulang minuman apa yang ia mau tetapi nenek hanya menunjuk-nunjuk sehingga saya memilihkan jus jeruk untuk nenek saya. Saat diminta tanda tangan untuk surat keterangan yang akan diserahkan kepada petugas imigrasi, nenek tidak mau menandatanganinya sehingga saya kebingungan dan bertanya kepada ibu saya, apa yang harus saya lakukan?

Ditengah ketidak wajaran itu, ibu saya hanya mengambil kertas nenek dan menandatanganinya. Masih berasumsi nenek masih marah. Sampai akhirnya di airport nenek buang air kecil di celana dan kita semua kebingungan dan panik. Ibu segera mengurus nenek ke toilet dan disaat itulah ibu merasakan tangan dan mulut nenek yang kaku. Kami langsung menaruh semua barang di hotel dan bergegas mengantar nenek ke rumah sakit. Ternyata nenek terkena stroke.

Disaat itu saya merasa sangat kacau balau. Saya tidak bisa membayangkan apa yang dirasakan oleh orang tua saya. Akhirnya kami menghabiskan sebagian besar liburan kami di Matilda International Hospital, The Peak, Hong Kong. Kejadian ini memukul saya. Pada saat itu saya merasa sangat menyesal. Mengapa saya tidak berpikir lebih kritis? Kenapa saya tidak bisa lebih peka? Kenapa di lingkungan keluarga saya tidak ada satupun orang yang mengerti tentang dunia medis? Setelah kata “mengapa” muncul kata “coba saja”. Coba saja satu orang saja di keluarga ini berprofesi menjadi dokter. Disaat itu saya melihat betapa krusial dan pentingnya peran kesehatan manusia dalam kehidupan. Bukan hanya bagi kehidupan orang yang bersangkutan tetapi juga semua orang disekitarnya yang peduli dan sayang padanya.

Beberapa tahun setelah peristiwa yang tidak diharapkan itu terjadi, stroke nenek bertambah parah seiring beliau menua dan akhirnya harus tutup usia pada tahun 2016. 2 tahun keluar masuk rumah sakit adalah perjalanan yang melelahkan dan menyakitkan bagi kami sekeluarga. Sangat sedih melihat nenek harus berjuang melawan penyakitnya dan satu-satunya orang yang bisa kami harapkan untuk menolong kami adalah seorang dokter. Nenek yang menghabiskan sisa hidupnya kurang lebih satu bulan di Intensive Care Unit, Rumah Sakit Mayapada membuat saya sangat terekspos ke dunia medis dan membuat saya semakin ingin tahu. Disinilah titik saya menemukan panggilan saya.

Saya melanjutkan pendidikan tingkat SMA di Kolese Gonzaga. SMA swasta yang berdasarkan ajaran agama Katolik yang didirikan oleh Serikat Yesus atau dikenal dengan Jesuit (ordo dalam Gereja Katolik Roma yang dikenal dengan kedisiplinannya). Gonzaga menurut saya adalah sekolah yang sangat spesial karena nilai-nilai yang ditanamkan ke anak didiknya luar biasa tersampaikan dentam baia dan merekat di jati diri siswa-siswinya. Profil lulusan SMA Kolese Gonzaga adalah orang-orang yang memiliki “4C HS” di dalam dirinya. Competence, Compassion, Conscience, dan Commitment merupakan nilai dasar atau yang paling sering disebut 4C. Honesty (kejujuran) dan Simplicity (kesederhanaan) adalah dua nilai tambahan yang kami junjung tinggi sebagai pedoman hidup kami. Nilai-nilai tersebut juga ikut berperan aktif dalam memperjelas panggilan hidup saya. Terutama nilai compassion (kepedulian). Gonzaga sangat menekankan solidaritas sehingga tidak jarang menemukan persahabatan yang sangat solider dan tulus di lingkungan kami, Persaingan tetap terjadi tetapi secara sehat dan tidak destruktif. Disitu saya belajar untuk menikmati yang namanya melayani. Banyak sekali tradisi Gonzaga yang melibatkan pelayanan dan pengorbanan untuk sesama.

Memilih kedokteran tentunya lekat dengan nama Universitas Indonesia. Institusi Kedokteran tertua yang sudah menjadi rahasia umum bahwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bukan hanya yang tertua tetapi juga yang terbaik di Indonesia. Tentunya saya selalu dididik untuk bermimpi setinggi-tingginya dan saya adalah pribadi yang sangat optimis sehingga dengan penuh percaya diri saya mengumumkan bahwa saya ingin melanjutkan pendidikan saya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Orang tua saya tentunya sangat mendukung. Beruntungnya saya memiliki orang tua yang suportif. Melihat salah satu teman saya yang juga ingin masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia saya merasa sangat terintimidasi dan terdemotivasi karena melihat prestasi akademisnya yang sangat gemilang. Stella Kristi Triastari, orang yang tidak pernah berhenti membuat saya kagum. Otsk yang cerdas, perilaku yang santun dan ramah, kemampuan sosial yang baik, saya sampai bingung apa kekurangan dari satu entitas ini. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia adalah yang terbaik yang bisa saya mimpikan di Indonesia bukan hanya karena sarana atau prasarananya tetapi karena kualitas sumber daya manusia yang menjadi bagian dari Warga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya yakin dengan lingkungan yang produktif dan berkualitas akan menghasilkan individu dengan kualotas yang sama. Intinya, Fakultas Kedokteran adalah tempat yang lebih dari ideal untuk membentuk diri dan mematangkan jati diri saya

Secara akademis, saya adalah pelajar yang memiliki riwayat yang baik sehingga saya sangat percaya diri dan lebih tepatnya sangat berharap untuk diterima di jalur talent scouting. Ditambah lagi adanya tempat untuk melampirkan prestasi non-akademis untuk menambahkan nilai plus untuk diri saya. Saya merasa sangat percaya diri karena nilai yang stabil walaupun tidak secermelang Trisha, dan dengan adanya dukungan prestasi di jenjang yang cukup tinggi bahwa saya bisa memenuhi kriteria calon mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya juga merasa optimis karena mendengar peminatnya yang tidak semelimpah peminat jalur regular. Tepat pada hari pengumuman, semua percaya diri dan harapan yang sudah saya bangun sedemikian rupa dirubuhkan oleh Universitas Indonesia sendiri. Rasa kecewa yang dialami membuat saya malah berpikiran negatif dan menjadi rendah diri. Saya mulai merasa bodoh karena berani menaruh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menjadi pilihan saya. Saya disadarkan bahwa diatas langit masih ada langit. Sibuk meyakinkan diri sampai lupa bahwa pesaing adalah siswa-siswi yang kredibel dan cemerlang.

Saya mulai bangun dari kasur yang penuh dengan kesedihan dan kekecewaan dan mulai membangun kembali semangat dan rasa percaya diri saya walaupun seringkali dijatuhkan saat mendengar kabar orang-orang disekitar saya yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri pilihannya bahkan orang-orang yang diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya mendaftarkan diri saya untuk ikut bimbingan belajar tepatnya di Prosus Inten Fatmawati. Belajar disekolah dari pagi dan pulang dari Inten larut malam merupakan makanan sehari-hari saya. Selama saya berproses di Inten saya juga menyadari pentingnya daya juang karena melihat banyak sekali murid yang menyianyiakan kesempatan mereka untuk belajar dan terlena dalam kemalasan mereka sendiri. Saya juga menyadari pentingnya motivasi dalam proses menggapai cita-cita. Kebanyakan murid yang tidak memiliki daya juang tidak memiliki motivasi yang jelas akan cita-citanya. Seolah-olah mereka hanya dipaksa untuk memilh cita-cita tersebut. Melihat kondisi tersebut saya makin semangat karena menyadari saya memiliki satu keunggulan dari banyak murid yaitu memiliki motivasi yang jelas.

Selain bimbingan belajar saya juga belajar mandiri di rumah. Berkat internet yang menjadi banyak sumber pembelajaran khususnya situs-situs yang menyediakan pembahasan tentang soal-soal SIMAK dan SBMPTN. Saya juga melakukan studi saya lewat youtube dengan menonton banyak video penjelasan.

Setelah ditolak dari jalur SNMPTN, Talent Scouting, dan akhirnya ditolak juga pada SBMPTN, harapan saya satu-satunya adalah SIMAK. Jarak Seleksi Masuk Universitas Indonesia dengan pengumuman SBMPTN yang sangat dekat membuat persiapan saya sangat tergesa-gesa dan minim sampai saya sebenarnya sudah mempasrahkan diri saya kepada Tuhan. Sampailah hari SIMAK Kelas Khusus Internasional. Soal SIMAK KKI tidak mudah tetapi terlihat menggunakan pola yang sama dengan soal-soal tahun sebelumnya sehingga saya mengerjakan SIMAK dengan lancar. Walaupun bisa menjawab banyak soal, saya tetap meragukan diri saya dan merasa terintimidasi oleh jumlah peserta yang sangat banyak.

Setelah beberapa hari menunggu, saya sudah mulai pesimis karena undangan untuk wawancara tidak kunjung datang sedangkan minggu depan sudah dilaksanakan SIMAK jalur regular. Menurut logika saya, jarak seminggu menuju SIMAK regular ini seharusnya dipergunakan panitia seleksi untuk wawancara oleh karena itu pada hari Kamis saya sudah merelakan impian saya untuk bersekolah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saat saya sedang belajar bersama teman saya di café di sekitar Jakarta Selatan tiba-tiba telepon genggam saya berbunyi. Saya membaca email yang dikirim dari akun “Pendidikan S1 FKUI” dan jantung saya langsung berdebar-debar karena sangat terkejut dan tidak menyangka akan lolos ke tahap wawancara.

Setelah mendapat kabar baik tersebut, euforia lolos seleksi hanya bertahan sebentar sampai rasa gugup dan panik mulai menyerang. Saya merasa sangat tertekan karena satu-satunya jalan adalah untuk dijatuhkan dari gedung yang lebih tinggi atau berhasil terbang ke atas langit. Saya bergegas mencari informasi tentang proses wawancara dan memperoleh banyak informasi dan bantuan dari teman saya. Saya merasa lebih percaya diri untuk menjalani proses wawancara saya karena saya sudah mengalami beberapa proses wawancara di beberapa organisasi sehingga merasa akan lebih familiar dengan apa yang harus dipersiapkan. Pada saat wawancara, saya merasa tidak asing dengan topic-topik yang dibahas sehingga sangat yakin dan percaya diri dalam menjawabnya. Saya mulai merasa optimis tetapi saat para peserta wawancara berkumpul, semua orang merasa bisa dan optimis sehingga menurunkan kepercayaan diri saya.

Pada hari pengumuman tepatnya 5 Agustus 2019, saya harus menghadiri hari pertama belajar di Universitas Swasta yang menjadi cadangan saya jika tidak mendapat kesempatan untuk masuk ke Universitas Indonesia. Sepulang kuliah yang melelahkan, saya sudah tidak bergairah dan hanya berpasrah diri kepada Tuhan. Apapun hasilnya akan saya terima dan saya syukuri. Setelah melihat hasil seleksi, saya tidak bisa percaya akan yang saya lihat. Penerimaan pertama dari kesempatan terakhir membuat saya menangis terharu. Saya langsung mengabarkan kerabat terdekat karena tidak bisa menahan rasa lega dan senang saya pada saat itu. Penutup yang sangat manis untuk hari yang melelahkan.

Rencana saya untuk tahun pertama saya adalah selain aktif dalam kegiatan akademik, saya juga ingin bergabung dengan banyak organisasi yang bergerak di bidang medis seperti CIMSA dan AMSA. Saya juga sangat tertarik dalam mengikuti riset-riset tentang kesehatan yang dilaksanakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Untuk tahun ketiga, saya berencana untuk menyelesaikan skripsi saya dengan baik dan mempersiapkan diri saya untuk program Kelas Khusus Internasional. Saya juga berharap sudah bisa menemukan spesialisasi yang saya minati. Tahun kesepuluh saya berencana untuk tentunya sudah disumpah sebagai dokter dan melanjutkan pendidikan S2 saya untuk menjadi dokter spesialis. Tiga puluh tahun yang akan datang saya menggambarkan diri saya sudah mendapat pengalaman dari bekerja di rumah sakit dan melanjutkan karir daya dengan mengelola Community Centeryang didirikan oleh orang tua saya dan bahkan jika Tuhan berkehendak saya ingin membuka klinik saya sendiri dan lebih banyak membuat program untuk mengedukasi dan membantu masyarakat yang membutuhkan.

Harapan saya bagi diri saya adalah supaya saya bisa bahagia dalam melewati segala hujan dan badai yang akan diberikan kepada saya. Semoga saya bisa mengasah bakat dan kegemaran saya dan menjadi pribadi yang dapat membagikan kebahagian bagi sesama. Semoga saya dapat memberikan pengabdian bagi masyarakat dan memberikan perubahan yang positif. Semoga keluarga saya dapat terus ada bersama saya selama proses ini dan merasakan kebahagiaan yang saya rasakan saat menjadi bagian dari keluarga Fakultas Kedokteran 2019. Harapan saya bagi masyarakat adalah semoga masyarakat Indonesia terus mengalami pendewasaan dan terus berevolusi, semoga pada suatu saat nanti semua rakyatnya bisa memberikan dedikasinya kepada bangsa. Harapan saya untuk angkatan 2019 adalah agar kita semua bisa menemukan jati diri kita dan semoga itu adalah sebagai dokter yang berkualitas dan tulus dalam melayani. Semoga kita semua bisa menemukan alasan dan tujuan dari hidup kita dan membagikan kebahagiaan kepada semua orang disekitar kita.

Pesan saya untuk teman-teman yang ingin bergabung di keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia adalah pikirkan sekali lagi apa motivasimu menjadi dokter. Saya tahu ini kalimat yang justru tidak memotivasi tetapi saat anda menemukan tujuan dan motivasi yang tepat, saya yakin perjuangan tidak akan sia-sia dan hasilnya akan lebih maksimal. Pesan dari salah satu dokter yang sangat menginspirasi saya adalah jika anda memang menyukai apa yang anda lakukan maka semua rintangan tidak akan menjadi beban. Kata-kata mutiara yang saya menjadi penyemangat saya selama berjuang menuju Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia adalah “ Emas itu bukan dibelai tetapi ditempa”. Kalimat ini membuat saya yakin bahwa sebuah hasil akhir yang indah pasti melalui proses yang melelahkan tetapi pada akhirnya, semua rasa lelah dan sakit akan terbayarkan oleh hasil yang membahagiakan.

 
 
 

Recent Posts

See All
Narasi Perjuangan - Mucica Safitri

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Hallo semua, dalam tulisan ini saya ingin menceritakan banyak hal dan kisah menarik secara...

 
 
 

Commentaires


© 2019 by FKUI 2019. Proudly created with Wix.com

bottom of page