top of page
Search

Narasi Perjuangan -- Ho, Indra Holiyono

  • Writer: FKUI 2019
    FKUI 2019
  • Aug 14, 2019
  • 9 min read

SEBUAH PERJUANGAN MARATHON


Halo teman-teman, namaku Ho, Indra Holiyono. Aku biasa dipanggil Indra atau terkadang beberapa orang juga memanggilku dengan nama depanku yang berupa nama keluarga yaitu Ho. Aku adalah alumni dari SMA Kolese Loyola di Semarang. Sekarang, aku sedang melanjutkan studi pendidikanku di salah satu universitas terbaik bangsa ini yaitu Universitas Indonesia, tepatnya di fakultas kedokteran program studi pendidikan dokter. Narasi ini aku buat untuk memenuhi tugas PSAF FKUI 2019, tetapi sebenarnya ide menulis sebuah perjuangan masuk FKUI 2019 sudah ada beberapa waktu yang lalu. Kebetulan sekali ada wadah dan situasi yang tepat untuk mencurahkan segala kisah bahagia, keluh kesah, tangis, amarah, dan berbagai emosi lainnya yang tidak dapat aku gambarkan dengan kata-kata. Siapkanlah hati dan pikiran untuk ikut masuk ke dalam kisah perjuangan ini!


Menjadi dokter sebenarnya merupakan cita-citaku yang dapat dibilang sudah ada dari kecil ataupun waktu SMA. Ketika aku masih SD seperti kebanyakan anak pada umumnya, aku akan menjawab profesi dokter sebagai cita-cita. Namun, jika aku ditanya alasan menjadi dokter, aku tak mampu menjawab apa-apa. Bukan hal yang aneh bagi anak SD untuk mencita-citakan profesi dokter, pilot, insinyur, dan lainnya walaupun tidak mengetahui alasannya secara pasti. Mereka terkadang terpaksa memilih suatu pekerjaan menjadi cita-cita daripada dimarahi oleh guru karena tidak memiliki cita-cita sama sekali.


Cita-cita menjadi dokterpun perlahan-lahan mulai luntur hingga SMP. Apalagi aku merasa memiliki kemampuan lebih di bidang fisika yang notabene adalah modal fakultas teknik. Meskipun demikian, semua itu berbalik 180 derajat ketika aku telah menginjak SMA, entah kenapa keinginan untuk menjadi dokter semakin menguat, bahkan terasa sangat mantap. Hal itu didorong juga oleh penemuan baru yang cukup mengagetkan. Ternyata aku sangat menikmati sekali dan selalu ingin tahu waktu belajar biologi. Guru biologiku waktu SMA juga sangat cerdas, kreatif, dan kritis. Nama beliau adalah Bu Maria (kelas 10 dan 11) dan Bu Ning (kelas 12). Jujur, aku berhutang budi kepada mereka berdua yang telah memberiku dasar-dasar dan pola pikir seseorang dalam belajar biologi.


Sebenarnya alasan yang aku ungkapkan di atas hanyalah alasan pendukung saja. Bagiku, pemikiran untuk menentukan cita-cita hanya dengan pelajaran favorit kurang bijak. Profesi harusnya ditentukan berdasarkan passion, talent, dan yang paling penting adalah purpose. Pertama, passion adalah hal yang kita rela habiskan waktu, pikiran, dan usaha untuk mendalami hingga celah yang terdalam. Contohnya, setiap mendengar mengenai pembahasan biologi, otakku segera fokus 100% untuk memahaminya. Jika sudah pahampun, aku akan berusaha mencari celah kesalahan dari konsep yang aku dengar. Aku mencoba membayangkan dalam kondisi atau situasi tertentu yang mampu membuat diriku sendiri mempertanyakan ulang konsep pemahaman tersebut. Keingintahuan tersebut sebenarnya sudah ada dari SMP, tetapi tertutup oleh pandanganku yang salah mengenai ilmu pengetahuan yang satu ini. Aku berpikir bahwa biologi hanya mampu menyebutkan fakta tanpa didasari alasan dan logika yang tepat. Jelas bahwa pelajaran biologi saat itu bukanlah minatku, tetapi passion yang tersembunyi. Beruntung, guru biologi SMA ku menyadarkan bahwa dirikulah yang kekurangan sumber ilmu pengetahuan. Sejak saat itu, aku dapat menyalurkan keingintahuan dengan sering membaca buku dari sumber yang baik.


Syarat selanjutnya adalah talent. Talent merupakan kemampuan seseorang untuk menjadi ahli dalam suatu bidang dalam kurun waktu yang singkat. Sayangnya, banyak orang yang salah mengartikan talent. Mereka menganggap talent adalah kemampuan seseorang yang paling menonjol pada saat waktu tertentu. Padahal bisa saja seseorang belum menemukan atau menyadari talent yang ia miliki tersebut. Banyak sekali orang yang termasuk dalam kasus demikian, salah satunya yaitu diriku sendiri. Satu-satunya faktor yang membedakan orang ber-talent dengan yang tidak hanyalah berdasarkan kecepatan menangkap suatu ilmu yang baru mereka dipelajari. Meskipun demikian, setiap orang memiliki kapabilitas yang sama untuk mencapai level pemahaman tertentu. Hal ini berarti tidak ada anak yang bodoh, prinsip ini yang selalu kupegang. Suatu hari nanti, orang yang berada di bawah kita akan mencapai level yang sama dengan kita.


Yang terakhir tetapi paling penting yaitu purpose. Tidak ada gunanya kita memiliki profesi yang sesuai passion dan talent jika tidak memiliki purpose yang jelas. Apalagi sebagai anak kolese hal ini sangat tidak diperbolehkan. “Non Scholae Sed Vitae Discimus,” kita belajar bukan untuk sekolah, tetapi untuk hidup. Value ignatian yang aku hidupi di SMA Kolese Loyola ini memberiku sebuah pemahaman, yaitu profesi haruslah menjadi sarana atau batu pijakan demi mendekatkan diri ke tujuan hidup. Sehingga sekarang pertanyaannya berubah menjadi “apa tujuan hidupku?” jawabannya aku renungkan selama 3 hari setiap malam sekitar bulan November 2018. Awalnya sulit untuk mencari tujuan hidup diri sendiri, padahal hal ini merupakan yang paling fundamental dalam kehidupan. Aku pun mencoba mencari di antara kumpulan pengalaman-pengalaman yang telah kualami selama ini. Jujur saja hidupku berubah waktu berada di bangku SMA. Aku merasa terus berproses diri dan lahir kembali menjadi pribadi baru yang lebih baik lagi. Pada saat kelas 10, Aku punya pengalaman untuk pertama kalinya merasakan kepedulian yang luar biasa terhadap teman-temanku yang kesulitan dalam belajar. Aku sangat takut jika ada salah satu dari mereka yang tidak naik kelas. Dari peristiwa itu aku belajar sebuah nilai yaitu kepedulian terhadap sesama. Kemudian waktu kelas 11, aku bersama teman-teman kelas mencari sumber dana ke Bali. Aku terpaksa merelakan beberapa prioritas seperti waktu, tenaga, emosi, pikiran, dan tugas sekolah. Di titik ini aku belajar tentang melayani dengan ikhlas dan tulus. Dua pengalaman yang aku ceritakan telah membentuk diriku saat ini. Aku merasakan suatu energi, semangat, serta dorongan hidup yang kuat saat peduli dan melayani sesama. Sungguh aneh sekali bagiku, segala rasa lelah, sedih, ataupun kesal semuanya sirna tidak bersisa. Aku kemudian sadar ini adalah passion utamaku dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku dengan seperti itu. Hidup dan menghidupi semangat kepedulian (living in compassion), itulah tujuan hidupku. Langkah terakhir yang perlu aku lakukan adalah menentukan profesi yang sejiwa dengan tujuan hidupku. Sebuah profesi yang menuntut seseorang untuk setiap hari, setiap jam, setiap menit, dan setiap detik menghidupi semangat kepedulian tersebut. Profesi Itu adalah seorang dokter.


Sebuah profesi yang merupakan cita-citaku telah aku tentukan. Sekarang yang menjadi langkah selanjutnya adalah menentukan universitas yang memiliki kualifikasi terbaik dalam bidang pendidikan dokter. Berdasarkan riset kecil yang telah kulakukan, aku dapat meranking universitas-universitas tersebut. Universitas Indonesia menempati posisi pertama, disusul oleh Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga, dan terakhir adalah Universitas Diponegoro. Entah kenapa jika aku memeriksa ranking dari situs QS University, satu-satunya Fakultas Kedokteran di Indonesia yang masuk perankingan internasional tersebut hanyalah Universitas Indonesia. Aku tidak tahu apakah hanya Universitas Indonesia yang memiliki standar untuk dinilai oleh badan internasional tersebut.


Namun perjalananku tidak semulus kisah dongeng anak-anak. Ternyata kedua orangtua ku tidak menyetujui aku untuk kuliah menjadi dokter. Menurut mereka, profesi dokter memakan waktu pendidikan yang lama dan tidak menguntungkan untuk sekarang ini dikarenakan adanya BPJS Kesehatan. Program pemerintah ini benar-benar mencekik para dokter di Indonesia terutama dokter muda yang hanya memiliki gelar dokter umum. Kebetulan mamahku adalah seorang dokter gigi, ia sangat ingin anaknya memanfaatkan jalur yang telah dibuka di bidangnya. Aku paham yang mereka pikirkan semuanya demi kebaikan anaknya semata dan pasti baik. Namun, peran orangtua masa kini seharusnya mengerti tekad dan cita-cita anak serta mendukungnya dengan sepenuh hati. Akhirnya agar mereka bisa tenang, aku berencana memilih Fakultas Kedokteran Gigi sebagai pilihan keduaku. Walaupun demikian, mereka tetap sering mendorongku untuk memilih dokter gigi saja terutama papahku. Aku masih ingat papahku pernah meragukan diriku dan dengan sadar atau tidak mengucapkan bahwa aku akan diterima di FKG bukan FK. Jujur hatiku terasa sakit saat mendengar itu. Aku tahu omongan orangtua adalah doa yang paling manjur, apalagi papahku terkadang punya feeling yang kuat. Karena aku kecewa sekali dengan papahku, aku menantang papahku sendiri bahwa prediksi dia akan salah dan akulah yang benar.


Berdasarkan pertimbangan diriku dan orangtua, aku menentukan target FKUI dan FKGUI sebagai pendidikan selanjutnya. FKUI aku pilih karena UI yang berada di ranking satu FK se-Indonesia. Aku berharap setelah lulus dari FKUI, aku dapat lebih mudah untuk masuk ke program pendidikan dokter spesialis. Keputusan ini memberikan keadilan baik untuk diriku maupun orangtuaku. Jika aku ingin meraih cita-citaku maka aku harus berjuang lebih keras. Namun, jika aku gagal berjuang maka aku siap untuk menjalani keinginan orangtuaku.

Perjuangan yang sebenarnyapun dimulai. Aku ikut bimbingan belajar agar mendapat akses yang bebas ke soal-soal SBMPTN. Aku melupakan SNMPTN dari pikiranku karena aku tahu jalur itu penuh dengan misteri dan hanya bonus jika diterima. Strategi awalku adalah melihat soal SBMPTN terlebih dahulu di try out I bimbel. Ternyata soal SBMPTN memiliki tingkat kesulitan di atas rata-rata SMA dengan waktu yang sempit. Secara perlahan namun pasti, aku menyiapkan jadwal belajar TKPA terlebih dahulu karena materi itulah yang merupakan lumbung nilai. Aku biasa belajar mandiri melalui blog ataupun youtube channel orang-orang yang bersedia membagikan ilmunya. Nilai di bimbel pun naik drastis secara konstan karena strategi yang aku terapkan. Namun, ketika nilai TKPA ku dirasa sudah maksimum, aku langsung berpindah ke mata pelajaran matematika, fisika, kimia, biologi. Empat pelajaran ini begitu susahnya hingga butuh pembiasaan khususnya matematika dan kimia. Seiring berjalannya waktu nilai TO ku hampir menyentuh passing grade yang ditetapkan bimbel. Sayangnya, tiba-tiba menteri riset dan teknologi mengganti sistem SBMPTN secara total. Keputusan menteri ini membuat gempar seluruh Indonesia, terutama para pejuang SBMPTN 2019 dan gap year.


Dalam perjalanan aku mendaftar SNMPTN dengan pilihan hanya satu saja yaitu FKUI. Sayangnya, aku tidak beruntung di jalur undangan ini. Perasaanku sangat sedih saat mengetahui hal itu. Sebenarnya aku diarahkan untuk memilih UNDIP menjadi pilihan pertama, tetapi aku tidak bersedia karena aku ingin SNMPTN ini menjadi pendobrak bagi SMA ku juga. Selain itu, tidak mungkin aku menolak hasil SNMPTN karena itu dapat membuat SMA ku terancam kedepannya. Meskipun nanti diterima, aku harus mengambilnya dan itu sama saja aku mengalah sebelum pertarungan. Aku tidak kecewa atas keputusan diriku sendiri dan segera bangkit lebih semangat untuk belajar SBMPTN.


Dengan berjalannya waktu, banyak dorongan dan harapan yang aku dapatkan. Teman-teman bimbel, guru bimbel, guru SMA, teman-teman SMA, bahkan orangtuaku kini berbalik mendukung aku menggapai impian berkuliah di FKUI. Ternyata hati orangtua akan luluh ketika kita sebagai anak menunjukkan bukti keseriusan dengan berjuang dengan maksimal. Aku tidaklah sendiri dalam berjuang. Teman-teman bimbel ataupun teman-teman SMA banyak yang mengajak aku belajar bersama, walaupun pada faktanya aku yang mengajari mereka. Namun, aku sangat senang jika ada orang yang memberikan aura semangat di lingkunganku dan kebetulan cara belajarku juga dengan mengajar orang lain. Hingga akhirnya, aku sadar bahwa ini bukanlah perjuanganku sendiri, tetapi juga perjuangan semua orang yang selalu berada di sekitarku. Harapan mereka besar terhadapku, aku tidak akan mengecewakan mereka yang telah menyemangatiku.


Nilai UTBK sudah aku dapatkan di tangan. Akan tetapi, muncul keraguan besar di hatiku bagaimana jika aku tidak diterima. Aku berpikir demikian karena banyak rasionalisasi nilai UTBK di dunia maya yang mensyaratkan nilai sangat tinggi dibandingkan nilaiku untuk masuk ke FKUI. Sebenarnya aku siap jika sampai harus menurunkan pilihan ke FKGUI, tetapi entah kenapa orangtuaku semakin yakin padaku. Guru bimbel yang seharusnya mencari aman bagi siwanya juga menyarankanku untuk dengan yakin mempertahankan impian dan doa yang selalu aku ucapkan setiap malam. Bimbel ganesha Operation Semarang unit Pemuda khususnya Pak AQ, Pak FJ, Bu NM, Bu NL, dan Bu HL merekalah sosok-sosok pahlawan pelajar yang membawa ilmu dan motivasi sebagai senjatanya. Aku sudah 100% yakin memilih FKUI di pilihan pertama dan FKGUI di pilihan kedua SBMPTN 2019.


Pada hari-hari menjelang pengumuman, hatiku sangat tidak tenang serta gelisah. Hingga hari itu tiba, aku tidak dapat tidur dengan nyenyak walaupun aku sudah berdoa setiap malam agar diberi hasil yang terbaik saja. Waktu itu Om dan Tanteku dari Jakarta sedang datang ke Semarang, aku sedang berada di mobil untuk mengantar Tante menyusul Om ke hotel bersama papah. Aku sebenarnya sudah tau saat itu sudah pukul 15.00 lebih, artinya pengumuman telah dapat dilihat. Aku berdoa dan berdoa dengan harapan besar. Kemudian aku meminjam tangan papahku untuk menekan tombol lihat pengumuman. Tiba-tiba tampak gambar barcode, sontak aku berteriak “keterima pah, keterima!” aku melanjutkan membaca tulisan dibawahnya yang jelas tertulis Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Indonesia. Aku berteriak lagi “FKUI pah, FKUI!” sungguh momen yang sangat mengharukan bagiku dan semuanya. Momen dimana perjuangan, darah, tangis, tawa, amarah, fisik, dan pikiran semuanya dibayar berkali-kali lipat dengan cara yang terkadang di luar nalar kita manusia. Tidak lupa aku bersyukur kepada Tuhan yang telah memberiku pilihan terbaiknya.


Aku harap angkatanku FKUI 2019 semakin solid, kuat, dan menjunjung nilai-nilai integritas dalam dinamika kami selanjutnya. Aku pun juga sudah memiliki rencana kedepan. 1 tahun kedepan, aku ingin bisa aktif menjadi mahasiswa yang berprestasi baik secara akdemik maupun organisasi. Pada tahun ketiga, aku ingin memberikan hadiah kepada semua orang yang selalu berharap besar dan percaya padaku yaitu predikat Cum Laude. Tidak sampai disana, 10 tahun lagi aku akan mengejar gelar spesialisku, mungkin spesialis anak atau kardiovaskular, entahlah apapun itu aku pasti akan selalu siap. Hingga akhirnya 20 tahun kemudian, aku akan mendirikan suatu sistem kesehatan yang dapat menggapai sesama yang miskin dan terlantar. Aku akan menghidupi semangat kepedulian dan menjadi manusia bagi sesama hingga akhir hidupku.


Untuk teman-teman yang sedang berjuang masuk ke FKUI, jangan pernah menyerah sesulit apapun itu jalannya karena perjalanan kalian sebenarnya baru saja dimulai saat kalian diterima di FKUI. Perjalanan ini akan seperti lari marathon, pejuangan kita tidak boleh kendor tetapi harus tetap kontinu. Ketika kalian hampir mencapai garis finish, larilah sekencang-kencangnya hingga kalian tak bisa lagi berlari. Pada momen itu, kalian akan mensyukuri bahwa kalian telah berjuang hingga titik darah terakhir apapun itu hasilnya.


“when there is a will, then there is a way” kata-kata mutiara ini berada di kamarku bersama dengan fotoku di Universitas Indonesia. Kata-kata ini adalah ungkapan yang paling cocok menggambarkan semangatku, semangatmu, dan semangat kita untuk terus memperjuangkan nilai yang kita hidupi. Aku percaya pada keajaiban kata-kata mutiara tersebut yang selalu menemaniku di saat sedih maupun senang, dan aku harap kata-kata ini juga menemani kalian.

 
 
 

Recent Posts

See All
Narasi Perjuangan - Mucica Safitri

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Hallo semua, dalam tulisan ini saya ingin menceritakan banyak hal dan kisah menarik secara...

 
 
 

Comments


© 2019 by FKUI 2019. Proudly created with Wix.com

bottom of page