top of page
Search

Narasi Perjuangan-I Dewa Gede Leonardo Surya Dharmawan

  • Writer: FKUI 2019
    FKUI 2019
  • Aug 15, 2019
  • 8 min read

Tak kenal maka tak sayang. Meskipun saya satu diantara banyak orang yang beruntung, pun mungkin tertumpuk oleh nama orang beruntung lain yang tentunya bahagia saat ini, perkenalkan. I Dewa Gede Leonardo Surya Dharmawan, baru saja lulus dari SMA terbaik yang telah menemani selama tiga tahun lamanya, SMAN 39 Jakarta. Lahir di Jakarta sehari setelah kemerdekaan negara kita tercinta, setahun setelah millennium ke-2 dengan orang tua berasal dari Bali. Masih terbayang wajah orang yang menanyakan “Kamu Orang Bali ya?” mendapatkan balasan “Lahir di Jakarta tetapi orang tua dari Bali disebut orang apa ya?”. Tidak mungkin saya lanjut menjawab “Kalau tidak salah waktu SMP sih diajarkannya aku termasuk keturunan Pithecanthropus erectus yang seiring berkembangnya zaman menjadi Homo sapiens.” Namun tentu saja hal tersebut akan membuat saya dicap sebagai orang aneh dan kutu buku padahal saya sendiri tidak terlalu intim dengan buku. Puji Tuhan hampir sah menjadi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2019, dengan jaket kuning yang masih menunggu sang pemakai. Sekian? Terlalu sedikit untuk dijadikan perkenalan. Sampai kata “ini” diketik sudah tercipta sebanyak 167 kata. Untuk sebuah perkenalan rasanya kurang mendeskripsikan seseorang yang telah hidup selama 17 tahun lamanya. Namun jika semuanya diketahui sejak awal maka esensi dari perkenalan tiada gunanya. Melalui untaian kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf berikut akan memberikan sedikit gambaran mengenai siapa sebenarnya seseorang yang mengubah nama panggilannya dari Dewa menjadi Leonard karena sering disalah artikan. Salam kenal dan selamat menyimpulkan siapa sebenarnya Leonard dari kutipan ceritanya melangkah menuju mimpi yang elok, gemilang, tidak mudah ditebak.


Makara hijau di Universitas Indonesia punya peminat tersendiri. Tidak sedikit yang menginginkannya, tersebar sepanjang sabang sampai merauke, Pulau Weh sampai Pulau Rote. Fakultas kedokteran tertua di Indonesia, pencipta aktor penting bagi sejarah negara. Almamater tokoh-tokoh kesehatan terbaik yang kompeten dan berintegritas. Sebut saja Menteri Kesehatan Indonesia saat ini, Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, Sp.M (K), Direktur Utama BPJS, Prof. Dr. dr. Fachmi Idris, M.Kes, tokoh pergerakan nasional Indonesia dr. Tjipto Mangoenkoesoemo yang saat ini nama beliau diabadikan menjadi nama salah satu rumah sakit terbaik di Indonesia Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (disingkat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atau RSCM), serta banyak tokoh berpengaruh lainnya. Bahagia menyertai bisa diterima di Fakultas Kedokteran terbaik di nusantara, bahagia akan meneruskan perjalanan bersama rekan-rekan terbaik se-Indonesia. Lega karena berhasil menapakkan kaki dengan pasti di salah satu tempat terbaik yang pernah saya datangi. Sungguh bersemangat, karena perjalanan baru menanti, hutan rimba belantara yang akan membentuk jiwa raga petualang yang melaluinya. Perjalanan panjang, penuh suka duka katanya. Penuh pelajaran yang tidak akan kami-mahasiswa baru-lupakan sembari menggapai mimpi menjadi dokter bangsa di masa depan. Berlebihan jika berani menyebut masa depan tanpa usaha untuk menunjangnya. Tidak etis menurut saya, apalagi jika berusaha tanpa motivasi. Ibarat kata seperti roti tanpa isi, balon tanpa udara, saya tanpa dirinya. Iya dirinya, tugas PSAF.


Menggapai mimpi akan hampa jika tidak dilandasi oleh motivasi. Semangat yang membuat saya bangun setiap paginya, sekolah dan belajar setiap harinya. Motivasi untuk meneruskan pendidikan dokter di Universitas Indonesia. Kebahagiaan orang tua dan menjadi tokoh kesehatan masyarakat yang dapat membawa tingkat kesehatan Indonesia menjadi lebih baik. Cukup dua hal itu. Ketika saya bermalas-malasan, saya selalu ingat bahwa di antara dua ratus juta masyarakat Indonesia, ada dua manusia paling mulia dalam hidup saya sedang bekerja keras demi menghidupi kedua anaknya. Tidak seperti kebanyakan teman yang memiliki tujuan mantap, saya memiliki beragam mimpi. Dokter termasuk dalam daftar tersebut. Jujur tidaklah mudah menentukan langkah setelah SMA. Bagi seseorang yang penuh dengan pemikiran tanpa pendirian, peran orang tua sangat mempengaruhi saya. Dengan restu dan doa, tubuh ini memantapkan langkah menuju makara hijau. Salah satu yang terlintas untuk masa depan saya adalah suatu hal bernama kesehatan. Apa kontribusi yang bisa saya lakukan untuk meningkatkan kesehatan negara tercinta, Indonesia? Berdasarkan artikel yang beredar, Indonesia tidak krisis akan dokter, banyak dokter yang tercipta setiap tahunnya. Lantas mengapa memilih pendidikan dokter untuk rumah kedua berikutnya? Betul bahwa jumlah dokter banyak, namun kondisi kesehatan Indonesia tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Saya memantapkan diri tidak hanya sekedar menjadi dokter, tetapi menjadi dokter yang kompeten dan berintegritas tinggi. Dokter yang dapat diandalkan masyarakat, bukan sekedar pemuda dengan gelar dokter di namanya. Jika saya membayangkan diri saya menjadi dokter tanpa kompetensi dan integritas, pasien tidak dilayani dengan baik hingga berdampak buruk, dan lebih buruknya lagi pasien tersebut adalah keluarga saya sendiri. Satu dari skenario terburuk jika saya tidak berusaha dengan maksimal membuat saya tetap teguh, semangat, tanpa kehilangan asa sedikitpun mengejar mimpi.


Pengorbanan menjadi civitas akademika Universitas Indonesia menurut saya setimpal dengan apa yang akan saya dapatkan. Saya sadar untuk menjadi menjadi mahasiswa kedokteran, menjadi dokter, menjadi tokoh kesehatan lainnya, profesi apapun itu dibutuhkan kompetensi agar berperan maksimal di bidang yang ditekuni. Untuk mencapai mimpi saya dimulai dengan belajar penuh dedikasi semenjak menginjakan kaki di SMA. Mendedikasikan sebagian besar waktu demi ilmu pengetahuan yang dipaparkan guru dan buku, serta dengan bantuan internet zaman modern ini. Mengikuti beberapa bimbingan belajar yang secara nominal cukup mahal. Berpartisipasi dalam olimpiade nasional mata pelajaran kimia meskipun hanya melaju sampai tingkat provinsi. Semuanya demi menguatkan pondasi menjadi mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia 2019. Cukup banyak momen-momen seru yang tidak saya alami demi mencapai titik yang saya capai sekarang. Kecewa? Jelas tidak. Mungkin masa SMA saya kurang berwarna jika dibandingkan dengan teman-teman saya, namun saya memiliki prinsip fokuslah pada masa saat ini, demi masa depan yang lebih baik. Semakin besar usaha yang saya dedikasikan demi mimpi saya menjadi dokter yang kompeten dan berinteritas tinggi, akan semakin besar pula peluang mimpi tersebut dapat saya realisasikan.


Masih teringat momen saya sesaat sebelum pengumuman SNMPTN. Perasaan saya kala itu biasa saja. Bukan sombong atau merasa percaya diri, melainkan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam benak kepala saya, semakin tingginya ekspetasi akan membuat seseorang jatuh terpuruk jika tidak terealisasi. Pukul sepuluh pagi tepatnya saya membuka pengumuman, dengan doa mengiringi, puji Tuhan saya melihat kotak berwarna hijau dengan tulisan “SELAMAT ANDA DITERIMA” . Bahagia, bersyukur, lega semua perasaan bergabung dan terdeskripsi dengan bibir senyum pada muka saya. Senyum yang semakin melebar setelah melihat ekspresi kedua orang tua tercinta, bibi yang mengasuh saya sejak kecil, mengenai berita bahagia ini. Ini merupakan kabar bahagia pertama menurut saya benar-benar membanggakan untuk kedua orang tua saya. Sanak saudara, guru, serta teman-teman mengucapkan selamat atas pencapaian saya yang membuat saya cukup senang dan sangat saya apresiasi. Saya tahu bahwa pencapaian ini merupakan awal, dan apresiasi yang diberikan kepada saya memberi saya semangat yang sangat besar untuk melanjutkan pendidikan dengan lebih baik lagi. Terima kasih Tuhan atas bimbingan-Nya selama ini. Tidak lupa terima kasih ditujukan kepada kedua orang tua saya, keluarga, guru-guru baik dari bimbingan belajar maupun sekolah, serta teman-teman seperjuangan atas doa dan bantuannya sampai titik ini.


Dengan perjalanan baru saya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, banyak hal yang saya harap dapat saya capai kedepannya. Harapan yang dimaksud tidak hanya untuk kepuasan dan keegoisan diri sendiri. Melainkan juga harapan yang bisa saya berikan kepada orang-orang di sekitar saya dan Bangsa Indonesia serta almamater saya dalam menempuh pendidikan saat ini, Universitas Indonesia. Menurut saya harapan terbagi dua layaknya ribosom yaitu harapan terikat dan harapan bebas. Harapan terikat adalah harapan yang ingin dicapai seiring dengan batas waktu yang ditentukan, sedangkan harapan bebas adalah harapan yang ingin kita capai tidak peduli kapan kita akan mencapainya. Harapan terikat yang saya tetapkan tersebar untuk satu tahun, tiga tahun, sepuluh tahun, dan dua puluh tahun yang akan datang. Satu tahun kedepan saya membayangkan diri saya dengan jaket kuning makara hijau sedang berjuang menempuh gelar dokter. Namun saya tidak sendirian, saya diiringi bimbingan Tuhan dan bantuan dan doa pihak-pihak yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Saya juga mulai aktif berorganisasi dan mengikuti lomba-lomba yang saya minati. Tiga tahun yang akan datang saya membayangkan diri saya sedang berjuang keras mencapai mimpi saya. Berjuang mendapatkan gelar dokter dengan bersungguh-sungguh bukan hanya sekedar pelengkap nama. Bersama rekan-rekan, saya berusaha menyelesaikan sks dan tugas-tugas yang tentunya tidak mudah dengan penuh dedikasi dan integritas. Sepuluh tahun berikutnya saya sudah menjadi pribadi yang berbeda. Pribadi yang mendedikasikan hidupnya, selain untuk keluarga, juga demi kesehatan Indonesia. Jujur setelah mendapatkan gelar dokter belum terbayang keputusan apa yang akan saya ambil. Namun apa pun itu, satu hal yang pasti, keputusan yang saya ambil bertujuan untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat Indonesia termasuk orang-orang di sekitar saya. Yang terakhir secara tersurat, yaitu dua puluh tahun kedepan. Dua puluh tahun kedepan saya membayangkan diri saya sebagai salah satu tokoh penting di bidang kesehatan yang berdampak positif. Diektur rumah sakit, perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan, dokter spesialis ternama? Saya sendiri juga tidak tahu. Perjalanan masih cukup panjang dan saya memilih untuk lebih fokus pada masa yang sedang saya jalani sekarang. Namun sekali lagi saya tegaskan, apapun piihan yang saya jalani nanti, tetap berprioritas pada satu hal yaitu kesehatan.


Beberapa hal yang ingin saya sampaikan bagi para pejuang FK UI di tahun-tahun berikutnya. Baik itu untuk perjuang yang lebih tua, lebih muda, maupun seumuran. Pertama, jangan menyerah. Sekali menyerah maka jalan sudah tertutup rapat. Banyak orang yang meremehkan kata jangan menyerah, masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Padahal jangan menyerah memiliki arti yang sangat penting. Jangan mengartikan dua kata tersebut sebagai kata biasa. Jika kita resapi lebih mendalam, kata jangan menyerah biasanya dilontarkan oleh seseorang kepada orang yang sedang bekerja keras, dalam konteks ini menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jika kalian tidak bekerja keras, rasanya tidak mungkin kalian mendengar seseorang menyemangati kalian dengan frasa jangan menyerah kecuali diri kalian sendiri, mungkin. Orang percaya, menaruh harapan pada kalian bahwa kalian akan berhasil sehingga mereka dengan yakin mengucapkan jangan menyerah. Terselip pula doa beriringan dengan dua kata tersebut yang biasanya tidak disadari oleh kedua belah pihak. Jangan menyerah, jangan menyerah, jangan menyerah, jangan menyanyikannya dengan nada salah satu band d’Masiv dan selamat berjuang. Kedua adalah doa. Sepertinya hal kedua ini merupakan hal esensial yang disebutkan oleh setiap motivator. Lantas saya berperan sebagai motivator pada paragraf ini menekankan hal yang sama, tidak kurang, tidak lebih. Doa kepada Tuhan yang Maha Esa, doa dari kedua orang tua, doa dari keluarga terdekat, doa dari guru-guru, doa dari teman-teman. Semuanya percaya atau tidak, sadar tak sadar, doa membantu kalian dengan cara yang tidak terduga menuju mimpi kalian. Memang kita tidak merasakannya secara langsung, tidak bisa memprediksinya, apalagi merumuskan peluang kejadian yang dibantu dengan doa dalam hidup kita. Namun kita cukup bersyukur atas apa yang kita miliki saat ini dan berusaha seperti yang saya sebutkan pada hal pertama. Hal terkahir mungkin bisa teman-teman abaikan, karena apa yang akan saya tekankan adalah hal abstrak yang dapat terwujud jika kalian mengkombinasikan pantang menyerah dan doa yaitu keberuntungan. Tidak percaya? Banyak bukti dan kejadian yang menyebutkan bahwa keberuntungan terkadang menjadi salah satu faktor seseorang mencapai mimpinya. Sebut saja penemuan dinamit, penemuan rontgen, dan hal-hal lain dalam kehidupan kita. Tentunya keberuntungan-keberuntungan tersebut tidak dapat tercapai tanpa usaha dan kerja keras. Diiringi doa untuk memperbesar peluang menuju peluang 1/1 yakni kesuksesan terjadi.


Alur cerita perkenalan diri mencapai tahap akhir. Perjuangan, pandangan, usaha, motivasi, harapan, semuanya secara tidak langsung sedikit mendeskripsikan siapakah diri saya, bagaimana saya berjuang, apa saja yang telah saya korbankan, untuk siapakah saya berjuang, mimpi apa yang ingin dicapai kedepannya. Memang pengalaman hidup saya tidak begitu menarik, biasa saja dibandingkan yang harus merantau dari rumahnya, meninggalkan orang tua demi mengejar mimpi, meraih masa depan. Namun di mata saya, sebagai mahasiswa, kita semua sama tiada yang berbeda, kita semua pejuang. Berjuang untuk hari ini, belajar dari hari kemarin, bersiap untuk hari esok. Sebagai civitas akademika Universitas Indonesia, kita berjuang demi almamater kita. Tanpa memandang status sosial dan fisik, kita saling merangkul mewujudkan Indonesia menjadi negara yang lebih baik. Memang tidak mudah, akan ada banyak momen jatuh bangun, suka duka yang menanti. Perjalanan ini akan sulit , tetapi perjalanan ini akan jadi perjalanan berarti. Jangan pernah berpikir bahwa kita berjuang sendiri. Jangan pernah lupakan Tuhan, orang berarti, dan rekan-rekan yang akan berjuang bersama kalian untuk mencapai mimpi kalian masing-masing. Rekan-rekan mahasiswa Universitas Indonesia yang akan menjadi keluarga kedua, teman hidup yang akan merasakan susah dan senang bersama-sama, orang-orang yang tidak akan saya lupakan.

As wise woman says, "it's gonna be a tough journey, but it's gonna be a journey worth fighting for!"

 
 
 

Recent Posts

See All
Narasi Perjuangan - Mucica Safitri

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Hallo semua, dalam tulisan ini saya ingin menceritakan banyak hal dan kisah menarik secara...

 
 
 

Comentários


© 2019 by FKUI 2019. Proudly created with Wix.com

bottom of page