Narasi Perjuangan - Imada Dzawin Nuha
- FKUI 2019
- Aug 19, 2019
- 8 min read
Pertama-tama, perkenalkan, nama saya Imada Dzawin Nuha. Saya adalah seorang alumnus sebuah SMA swasta di Surabaya, SMA Al Hikmah. Di tahun 2019 ini saya diterima menjadi mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia program Kelas Khusus Internasional. Tulisan ini adalah perjalanan saya hingga akhirnya berhasil diterima di program studi ini.
Semasa SMA, saya melihat Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) dengan penuh rasa penasaran. Pasalnya, hanya sedikit alumni dari sekolah saya yang berhasil untuk menjadi mahasiswa Universitas Indonesia. Begitu pula di keluarga besar saya, selain hanya ada satu atau dua orang yang merupakan lulusan universitas terbaik di Indonesia ini, hampir tidak ada dari kerabat-kerabat saya yang berkarier di dunia kedokteran. kedua hal itu yang membuat saya memandang FK UI sebagai sebuah uncharted territory, suatu hal yang benar-benar saya tidak tahu seperti apa isi dan strukturnya.
Berbeda saat saya merasa penasaran dengan hal lain, rasa penasaran terhadap FK UI itu tak banyak terobati karena kurangnya inisiasi saya untuk mencari tahu tentang FK UI. Saya baru mulai tergerak untuk membuka mata tentang FK UI ketika pada mata pelajaran sejarah di tahun kedua SMA, guru saya menjelaskan tentang kontribusi para pelajar The School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), yang sekarang menjadi FK UI, terhadap revolusi kemerdekaan Indonesia. Revolusi sebuah negara untuk mencapai kemerdekaan adalah salah satu materi sejarah favorit saya, dan saya yang saat itu sedang banyak memikirkan tentang apa yang ingin saya lakukan setelah lulus SMA lantas mempertimbangkan FK UI sebagai salah satu pilihan saya.
Namun, saya merasa memilih perguruan tinggi impian berdasarkan kekaguman saya terhadap tokoh revolusioner bangsa dimasa lalu kurang pas. Karena saat menentukan pendidikan lanjutan, saya sedang memilih jalan saya di masa depan yang kondisinya jelas akan berbeda dari masa revolusi kemerdekaan. ditambah lagi, ketertarikan saya yang besar terhadap ilmu fisika dan kurangnya kemampuan saya di pelajaran Biologi saat SMA. Saya berpikiran bahwa saya sudah pasti akan memilih rumpun ilmu teknik untuk pendidikan lanjutan saya.
Saat itu, ada satu hal yang lupa saya pikirkan, apa kontribusi yang ingin saya berikan untuk negara dengan memilih jurusan teknik di perguruan tinggi nanti? Selama ini, keinginan saya menjadi seorang insinyur hanya berdasar kegemaran saya terhadap satu mata pelajaran tanpa memikirkan cita-cita saya untuk mengabdi kepada negara. Mulailah saya berpikir, pada aspek mana dari negara ini yang ingin saya perbaiki? Mencari jawaban dari pertanyaan ini bukanlah sesuatu yang mudah. Saya banyak mengumpulkan opini orang-orang di sekitar saya
tentang ini. Tentang langkah kecil apa yang kita bisa lakukan untuk membuat perubahan menuju Indonesia yang lebih baik dari seorang individu, yang dalam hal ini, adalah saya. Dari jawaban-jawaban yang diberikan, saya mulai mempertimbangkannya dengan pendapat saya sendiri.
Kesimpulan yang saya ambil, saya bisa mulai membantu negara dengan memperbaiki kualitas sumber daya manusianya. Ada banyak cara memperbaiki kualitas SDM, mulai dari pendidikan, pelatihan, pembentukan mental dan pemenuhan gizi. Melihat profesi-profesi yang mencakup hal-hal tersebut, saya merasa cocok dengan peran dokter dalam pemenuhan gizi. Sebagai seorang dokter, bukan hanya kita dapat memperbaiki gizi masyarakat, kita juga akan dihadapkan dengan masalah-masalah kesehatan yang sangat beragam ketika menghadapi pasien. Dari bermacamnya keluhan dan keadaan yang muncul, dokter akan dituntut menjadi problem solver bagi pasiennya. Hal ini yang membuat saya tertarik menjadi dokter.
Selain problem solving, yang membuat saya tertarik untuk menjadi dokter adalah perjalanan dari dimulainya pendidikan dokter hingga saat saya akan mengimplementasikan ilmu kedokteran untuk memperbaiki kualitas SDM Indonesia adalah proses belajar yang tidak terputus. Saya percaya, bahwa belajar bukan hanya saat berada di ruang kelas mendengarkan guru yang sedang menyampaikan materi, tapi juga dari apa yang terjadi di sekitar kita. Para dokter setiap harinya bertemu dengan banyak pasien dari berbagai latar belakang dan pola pikir, kemampuan komunikasi tentu akan menjadi hal penting yang harus dimiliki setiap dokter. Belajar dari interaksi dengan pasien selama praktik, dokter akan tahu bagaimana cara hal-hal yang kompleks mengenai kesehatan bisa disampaikan dengan sesederhana mungkin ke orang awam. Selanjutnya, setidaknya bagi saya, akan menjadi keharusan untuk menyampaikan ilmu kesehatan bukan hanya dengan cara pasien yang datang ke dokter, tetapi juga dengan cara dokter mendatangi masyarakat umum khususnya di daerah tertinggal. Hal tersebut tentunya dapat menambah wawasan masyarakat terhadap kesehatan di wilayah tersebut dan memberikan kontribusi dalam perbaikan keadaan SDM. Dalam penyampaiannya pun tak bisa sembarangan, di sini lah dokter akan menerapkan apa yang dipelajari dari berhadapan dengan beragam pasien. Proses belajar ini akan terus berlanjut dalam karier seorang dokter dan saya melihat proses ini sebagai sesuatu yang indah.
Setelah mantap untuk memilih FK UI, yang sangat saya butuhkan adalah dukungan. Ketika pendaftaran SNMPTN dibuka, saya tidak banyak memikirkan kemungkinan lain dalam pilihan pertama saya. Memilih FK UI saat itu adalah pilihan buta. Hampir tidak mungkin untuk saya bisa diterima di perguruan tinggi negeri melalui jalur SNMPTN jika yang saya pilih adalah FK UI. Semua orang mengingatkan saya, bahwa sudah bertahun-tahun sejak UI terakhir kali menerima siswa dari SMA Al Hikmah, apalagi di Fakultas Kedokteran. Saya biasanya menanggapi bahwa saya tidak ingin harus belajar di tempat yang tidak saya inginkan hanya karena ingin diterima di jalur SNMPTN.
Sebenarnya ada sedikit penyesalan ketika membuka pengumuman SNMPTN. Melihat teman-teman yang diterima dan membayangkan liburan panjang setelah wisuda tanpa memikirkan seleksi masuk lain. Tapi saya diingatkan tentang cita-cita saya, tentang malam-malam yang saya lalui hanya untuk menentukan cita-cita itu. Akan sia-sia semua pertimbangan dan pemikiran saya jika harus menyerah kala itu. Saya pun semakin rajin belajar dan mengerjakan latihan soal dari tempat bimbingan belajar. Di tempat bimbingan belajar inilah saya mendapat lebih banyak kepercayaan diri terhadap pilihan saya, karena banyak dikelilingi oleh teman-teman yang juga sangat semangat untuk belajar mempersiapkan seleksi masuk perguruan tinggi.
Setelah pengumuman SBMPTN, mulai sedikit yang datang ke tempat kursus. Banyak yang sudah diterima menjadi mahasiswa baru dan tidak lagi mendaftar di seleksi mandiri. Saya yang saat itu berniat mengikuti tes SIMAK UI dan SIMAK UI Kelas Khusus Internasional (KKI) tetap datang setiap harinya untuk belajar. Semakin hari, kelas semakin sepi, pernah hanya ada tiga orang yang datang. Namun itu tidak menurunkan semangat saya. Saya tetap menyimak pembahasan soal SIMAK UI yang disampaikan guru les saya.
Belajar SIMAK UI di tempat kursus saya sudah diatur sedemikian rupa agar memudahkan siswa belajar dari contoh dan tipe soal SIMAK UI yang ada dari tahun-tahun sebelumnya. Namun, tidak ada program yang dibuat untuk para pendaftar SIMAK UI KKI, hal itu tentu maklum karena jumlah pendaftar SIMAK UI KKI jelas jauh lebih sedikit dari pendaftar SIMAK UI. Sehingga, untuk mempersiapkan SIMAK UI KKI, sering kali saya meminta waktu guru kursus saya untuk membantu saya mengerjakan soal-soal SIMAK UI KKI di luar jam kelas. Sering kali, saya dan guru saya menemui kesulitan dalam memahami soal yang di buat dalam bahasa inggris. Membutuhkan waktu yang lebih banyak dalam menyelesaikan soal, tapi saya bersyukur guru-guru saya tetap sabar membantu saya.
Empat hari setelah SIMAK UI KKI, saya mendapat telepon. Saya diminta menyiapkan diri untuk mengikuti psikotes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) di kampus UI Salemba dan tes Multiple Mini Interview (MMI) di kampus UI Depok. Tes MMPI tersebut akan dilaksanakan sehari setelah tes SIMAK UI sedangkan tes MMI tiga hari setelah SIMAK UI. Berhubung saya mendaftar untuk mengikuti tes SIMAK UI di Surabaya, saya harus segera berangkat ke Jakarta seusai tes selesai. Selain lelah karena baru saja memutar otak mengerjakan soal-soal SIMAK UI, saya juga merasa ragu dengan kemampuan berbicara bahasa inggris saya saat itu. Sudah lama saya tidak berlatih melakukan percakapan dalam bahasa inggris, saya tidak yakin bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan MMI dengan baik. Apalagi, yang dinilai dalam tes MMI kemampuan komunikasi.
Tes MMPI saya lewati dengan lancar. Saya hanya butuh untuk menjawab jujur dan spontan penyataan-pernyataan tentang diri saya. Tes ini dilakukan untuk mengetahui kepribadian para peserta tes. Terdapat lebih dari lima ratus pernyataan yang tertulis dalam tes tersebut. Banyak peserta yang menyelesaikan tes tersebut dengan cepat, sedangkan saya termasuk salah satu yang terakhir meninggalkan ruangan tes tersebut.
Sepulang dari tes MMPI, saya mulai mempersiapkan diri untuk tes MMI. Saya mencari banyak referensi dari internet tentang pertanyaan-pertanyaan seperti apa saja yang mungkin muncul saat tes MMI. Saat hari tes tiba, saya mendapat urutan ketiga untuk masuk ke area tes. Sambil menunggu untuk mulai di interviu, saya mengingat seberapa inginnya saya untuk bisa diterima di FK UI. Saya berjanji pada diri saya untuk melakukan yang terbaik pada tes hari itu.
Pada tes MMI, ujian dibagi menjadi sepuluh pos. Tiga di antaranya adalah pos istirahat. Saat memasuki pos pertama, saya begitu gugup dan terbata-bata saat menjawab. Saya bahkan sempat berhenti lama meski waktu menjawab masih banyak. Keluar dari pos tersebut adalah pos istirahat. Di situ saya menenangkan diri dan bersiap-siap untuk pos selanjutnya. Pos-pos setelah itu saya rasa sudah saya lakukan dengan baik, dan saya kembali ke Surabaya sorenya.
Penerimaan mahasiswa yang melalui jalur SIMAK UI 2019 diumumkan pada tanggal 31 Agustus 2019. Saya buru-buru mengakses penerimaan.ui.ac.id tepat pada jam yang ditentukan, pukul 14.00. Hari itu saya diterima menjadi mahasiswa Universitas Indonesia, di Fakultas Teknik dengan program studi arsitektur. Arsitektur adalah pilihan kedua saya saat mendaftarkan diri mengikuti SIMAK UI. Saya segera memberitakan hal itu kepada ibu saya. Saya diminta tetap berdoa agar hasil SIMAK UI KKI yang akan diumumkan lima hari dari hari itu akan membawa senyuman bagi saya.
Lima hari berlalu, saya sedang dalam perjalanan menuju Bandar Udara Internasional Juanda di Surabaya. Hari itu saya akan terbang menuju Jakarta tanpa tahu apakah saya akan menjadi mahasiswa arsitektur atau kedokteran di Universitas Indonesia. Saat pukul dua siang saya masih berada dalam pesawat, tak henti memikirkan pengumuman SIMAK UI KKI. Sesampainya di Jakarta, sambil menunggu barang bawaan yang dibagasikan, saya membuka pengumuman tersebut dan mendapati bahwa saya diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bukan main rasa senang yang saya rasakan saat itu. Perjalanan dari bandara dipenuhi wajah gembira dan ucapan selamat dari teman-teman dan kerabat-kerabat saya.
Diterima di FK UI, ada satu nasehat dari paman saya yang saya ingat dari beberapa bulan sebelum pengumuman. Dimana pun saya nantinya akan berkuliah, beliau meminta saya untuk menulis. Menulis tentang ilmu yang saya dapat selama berkuliah yang nantinya tulisan itu di publish di internet untuk bisa dibaca. Awalnya, saya tidak terlalu memikirkan nasehat itu. Siapa pula yang berniat membacanya, bukan?
Tetapi, saya teringat bahwa diterimanya saya di FK UI bukan hanya dari usaha saya seorang. Ada keluarga yang selalu mendoakan keberhasilan saya, ada guru-guru yang tak bosan-bosannya mengajari materi yang bahkan sudah diulangi berkali-kali, dan ada teman-teman yang tak henti memberikan dukungan setiap saya akan mengikuti tes. Mereka mungkin tidak merasa itu sebagai hal yang signifikan, tapi hal-hal kecil tersebut yang berhasil membawa saya ke kampus impian saya. Sama halnya dengan menulis, tulisan saya mungkin tidak bisa mencapai banyak orang, tapi mungkin saja bisa membantu segelintir orang menambah informasi yang bermanfaat.
Selama satu tahun pertama menjadi mahasiswa, saya berniat untuk belajar perlahan, mencari teknik belajar yang pas untuk suasana belajar baru saya, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di kampus. Kemampuan akademis akan selalu menjadi prioritas saya karena hal tersebut adalah tolak ukur kepahaman saya terhadap ilmu yang saya dapatkan. Baru setelah saya merasa adaptasi saya sudah cukup baik, saya ingin mencoba mengikuti kegiatan organisasi yang ada di UI, karena semasa SMA saya tidak banyak memiliki pengalaman berorganisasi dan lebih banyak menghabiskan waktu diluar sekolah melakukan hobi saya. Saya juga ingin dapat mewakili UI dengan mengikuti kompetisi-kompetisi, sehingga saya merasa penting bagi saya untuk belajar public speaking untuk bisa berbicara dengan menarik dan penuh makna. Setelah lulus dan mendapat kesempatan untuk mengabdikan diri, saya berencana untuk bisa mengikuti kegiatan-kegiatan suka rela di daerah-daerah dimana akses menuju dokter masih sangat terbatas. Saya juga ingin membuat inovasi-inovasi kesehatan untuk membantu mempermudah orang-orang yang berkeinginan untuk mendapat pendidikan mengenai kesehatan yang nantinya bisa diterapkan untuk memperluas lapangan kerja di negara ini.
Dari cerita perjalanan saya untuk berhasil masuk di FK UI ini, saya berharap teman-teman yang berkeinginan menjadi mahasiswa FK UI untuk tetap semangat dan pantang menyerah. Usaha yang harus dikeluarkan untuk berhasil tidak akan ringan, tetapi dengan pada kemampuan diri masing-masing, performa kita akan banyak meningkat. Jangan lupa juga untuk mengelilingi diri dengan orang-orang yang supportif, ini sangat membantu kita mendapat ketenangan dan kenyamanan saat mempersiapkan ujian, karena tidak cukup jika hanya kita yang berusaha dalam mencapai tujuan ini. Jangan malu atau takut untuk meminta tolong kepada orang-orang di sekitar kita.
Comments