NARASI PERJUANGAN - KHARISMA AHMAD ABDILLAH PUTRA CARENSA
- FKUI 2019
- Aug 15, 2019
- 11 min read
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh teman-teman...
Perkenalkan nama saya Kharisma Ahmad Abdillah Putra Carensa atau biasa dipanggil Kharisma dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2019. Nama ini adalah sebuah nama yang sangat spesial untuk saya. Doa pertama dari kedua orangtua saya. Mereka berharap agar saya kelak menjadi seorang hamba lelaki Allah yang terlahir dari pasangan Catur Riyono dan Endah Zulaicha yang memiliki akhlak semulia Nabi Muhammad dan memiliki kharisma.Saya lahir di Sidoarjo , 10 Maret 2002. Ayah saya berkerja sebagai pengajar tidak tetap bimbingan belajar dan bunda saya bekerja sebagai pegawai swasta di sebuah pabrik springbed. Sejak saya baru lahir hingga SMA , saya tinggal bersama orang tua saya di sebuah rumah dinas kantor bunda saya di Desa Bluru Kidul , Sidoarjo. Saya hanya dua bersaudara , adik saya masih berumur 8 tahun kelas 4 SD. Sebelumnya , saya pernah mengenyam pendidikan menengah atas di SMA Negeri 5 Surabaya. Sekolah yang memiliki kesan tersendiri untuk saya. Tempat dimana saya ditempa lebih jauh agar siap menjadi seorang pemimpin bangsa di kemudian hari.
FK UI atau Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sebuah nama yang tidak asing di telinga kita. FK UI merupakan fakultas kedokteran terbaik di Indonesia. Itulah first impression saya terhadap FK UI. FK UI bukanlah sekolah kedokteran biasa .Sebuah sekolah dimana sejarah pendidikan dokter di Indonesia bermula . Yang darinya tercetak berbagai tokoh-tokoh perjuangan bangsa di bidang kesehatan , seperti dr. Cipto Mangunkusumo , Abdurrachman Saleh , Hasri Ainun Habibie ( Istri Presiden ke-3 Indonesia ) , dan tokoh-tokoh besar lainnya yang terkenal akan peran sertanya di dunia kedokteran. Mengetahuinya saja sudah membuat saya sangat terpukau dengan fakultas ini.
Hal-hal itulah yang membuat saya semakin yakin untuk menjadi seorang dokter dan menjadi bagian dari keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sebagaimana para pendahulu FK UI , saya juga ingin menjadi seperti mereka. Yang berjuang keras demi perkembangan ilmu kedokteran dan demi terciptanya masyarakat hidup sehat , terutama di Indonesia. . Selain itu, ada seseorang yang membuat saya semakin termotivasi untuk masuk ke dalam FK UI. Beliau adalah anak dari wali kelas saya di kelas 9 SMP yang ternyata kakak kelas SD saya juga. Beliau juga yang kujadikan motivasi untuk masuk ke SMA Negeri 5 Surabaya karena beliau satu-satunya siswi yang dapat menembus S1 Reguler FK UI melalui jalur SNMPTN dari sekolah terbaik itu. Dari sanalah timbul sebuah harapan bahwa saya pun bisa menjadi sepertinya , orang yang memiliki kemampuan akademis yang baik dan softskill yang baik pula.
FK UI bukanlah tempat yang mudah untuk dimasuki. Beribu-ribu putra-putri bangsa bersaing agar dapat menduduki bangku FK UI. Mereka semua berusaha yang terbaik agar apa yang mereka cita-citakan dapat tercapai. Namun , hanya yang terbaiklah yang dapat memasukinya. Berikut adalah kisah perjalanan hidup saya hingga akhirnya saya memilih FK UI sebagai pendidikan saya selanjutnya.
Kisah ini bermula sejak saya kecil. “ Eh kharisma , kalau kamu sudah gede , mau jadi apa nak ?” , itulah pertanyaan yang seringkali saya dengar. Banyak di antara teman-teman saya yang menjawab presiden , polisi, tentara, guru, dan dokter. Dokter , profesi yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia. Orang yang memiliki jasa yang besar bagi kehidupan manusia. Bahkan karena saking besar jasanya bagi kehidupan manusia , sebagian besar dari orangtua berharap agar anak-anaknya ada yang menjadi dokter. Orangtua saya pun juga memiliki keinginan agar anak-anaknya ada yang menjadi seorang dokter. Orangtua saya sering bercerita kepada saya bahwa dokter merupakan profesi yang mulia. Ia senantiasa membantu orang yang sakit dengan sepenuh hati. Ia adalah orang yang paling bermanfaat bagi umat manusia setelah guru.Semakin lama , saya semakin mencintai cita-cita menjadi seorang dokter. Oleh karena itu , saya menjawab pertanyaan itu dengan sangat bangga, “ Saya mau jadi dokter Bu , dokter kan baik. Suka membantu orang lain yang lagi sakipada Kepedulian saya terhadap sekitar pun semakin meningkat. Saya mencoba untuk melakukan pengamatan terhadap makhluk hidup sekitar. Saya ingin mulai mencoba peduli pada hal yang kecil terlebih dahulu sebelum peduli pada yang lebih besar.
Orangtua saya juga sering bercerita tentang bagaimana perjuangannya dahulu ketika sekolah dan hidup. Dahulu adalah masa-masa yang cukup berat dalam ekonomi. Orangtua saya juga pernah bercita-cita menjadi dokter atau pejuang kesehatan. Perjuangan mereka sangatlah menginspirasi. Walaupun hanya sebagai PMR dan KSR PMI , itu sudah cukup bagi saya untuk semakin semangat menjadi seorang dokter. Seiring berjalannya waktu , ada sedikit perubahan pada cita-cita saya. Saya ingin menjadi dokter yang lebih spesifik lagi . Saya ingin menjadi dokter spesialis anak. Kenapa saya memilih dokter spesialis anak ? Sebenarnya , dahulu yang saya kenal hanya dokter umum , dokter gigi, dan dokter anak. Selain itu ,saya juga menyukai anak-anak dan menginginkan mereka dapat menikmati masa kanak-kanaknya dengan penuh semangat dan gembira.
Cita-cita itu terus saya pegang erat hingga masa SMP. Awalnya , tidak pernah terlintas sedikit pun kalau saya akan melanjutkan sekolah menengah atas di Surabaya. Saya merasa cukup dengan SMA terbaik di kabupaten saya dan perjalanannya pun dapat kutempuh hanya dengan menggunakan sepeda kayuh. Ada seorang wali kelas yang sangat menginspirasi dan memotivasi diri saya untuk berkembang lebih jauh. Beliau bernama Indun Saadah. Seorang guru bahasa Indonesia dan pembina pramuka. Pada masa saya dahulu ( tahun 2016 ) , pendidikan SMA masih sepenuhnya dipegang oleh pemerintah kota. Saat itu , ketepatan sekali jadwal PPDB di Kota Surabaya dan daerah saya berbeda tanggal yang cukup jauh. Wali kelas saya cukup khawatir bahwa saya tidak akan diterima di SMA Negeri terbaik di daerah saya (yang kebetulan saat itu saya meraih nilai UN terbaik di SMP saya ) karena lagi maraknya jual beli bangku sekolah pada saat itu.
Disinilah kisah dimana saya mulai ada ketertarikan dengan FK UI . Wali kelas saya menyarankan saya untuk mendaftar SMA di Kota Surabaya, lebih tepatnya SMA Negeri 5 Surabaya. Awalnya saya ingin melanjutkan pendidikan di SMA terbaik di Kota Bandung. Saya ingin masuk ke FK UNPAD karena biaya pendidikannya yang gratis walaupun harus pengabdian di wilayah pelosok Jawa Barat. Menurut saya , itu tidak masalah untuk mengabdi di daerah pelosok. Itulah tujuan besar saya. Tidaklah adil apabila kesehatan hanya berkembang di kota-kota saja. Masih jarang sekali dokter-dokter yang mau mengabdikan dirinya di pelosok Indonesia. Namun , Bu Indun menyanggahnya , “ Tidak perlu kamu jauh-jauh ke Bandung nak. Di dekatmu sudah ada SMA yang terbaik di Indonesia , peringkat ke-3 di Indonesia. Ibu memiliki 3 orang anak. 2 dari anak Ibu berasal dari SMA Negeri 5 Surabaya. Anak kedua itu berhasil masuk ITB dan sekarang sekolah di Singapore . Yang satunya lagi , anak bungsu Ibu barusan lulus dari SMA Negeri 5 Surabaya dan berhasil masuk FK UI melalui jalur undangan. Dua anak Ibu saja bisa masuk ke universitas favorit tanpa harus jauh-jauh ke Bandung. Jadi , kamu coba aja di Surabaya. Anak Ibu saja bisa , masak kamu ga bisa. Ibu senantiasa mendoakanmu Nak”.
Itulah pesan yang sampai saat ini memotivasi saya untuk berjuang agar dapat bisa masuk ke FK UI. Bahkan untuk terus berjuang dalam menjalani kehidupan di FK UI saat ini. Akhirnya , saya mencoba untuk bertemu dan belajar ke anak beliau. Saat saya bermain ke rumahnya ,saya disambut dengan ramah. Saya diajarkan TPA walaupun tidak terlalu banyak karena saya dianggap sudah bisa. Alhamdulillah , berkat rahmat Allah lalu doa dari orangtua dan orang terdekat saya , saya berhasil masuk ke dalam SMA Negeri 5 Surabaya. Sangat membahagiakan apalagi saat itu bertepatan dengan Bulan Ramadhan. Cukup berat bagi saya untuk meninggalkan rumah dan tinggal kost di kampung orang lain. Orangtua saya berpesan ,” Kharisma , inget , kamu disana untuk belajar , untuk mudahin kamu masuk FK. Jadi, tolong tetap fokus dan lurusin niat”. Akhirnya , saya berusaha memantapkan hati untuk hijrah ke sekolah yang lebih baik.
Di awal semester 1 , saya berusaha untuk beradaptasi dengan keadaan yang ada. Saya mencoba untuk berkenalan dan bekerja sama dengan teman-teman yang ada. Dari SMP saya , saya sendirian di SMA tersebut , tidak ada yang pernah saya kenal sebelumnya. Masa-masa tersebut , masa di mana saya baru kenal lebih dalam dengan Agama Islam.. Saya juga mencoba untuk mengikuti Palang Merah Remaja SMA Negeri 5 Surabaya (PARARELA). Itulah salah satu cara saya dalam mempersiapkan diri menjadi pejuang medis. Saya sempat ingin mengikutinya di SMP namun tidak bisa karena penutupannya sudah ditutup. Saat itu saya terkena penyakit Hepatitis A dan harus mengikuti rawat inap dan rawan jalan selama hampir 1 bulan.
Mulai semester itu , fokus saya berubah. Akademis memang tetap jalan , namun tidak maksimal. Saya mulai mengeksplorasi apa saja yang ada di sekolah saya. Saya mencoba ikut berorganisasi dan kepanitiaan. Baik acara baksos , Pramuka , FIRST ( Klub OSN SMA Negeri 5 Surabaya ) , PARARELA , dan SSKI ( Sub Seksi Kerohanian Islam ). Saya berusaha untuk mengumpulkan sertifikat perlombaan sejak awal semester 1 , baik perlombaan yang diadakan fakultas maupun Kemendikbud. Namun , saya belum pernah meraih juara sedikitpun, hanya sebagai peserta. Saya juga mencoba mengikuti Olimpiade Sains Nasional di bidang kimia. Namun , saya gagal di seleksi sekolah ke-2.
Ketertarikan saya terhadap kegiatan berorganisasi semakin meningkat , saya pada saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua SSKI V. Nilai rapot saya semakin menurun di kelas 11 , hal itu membuat orangtua saya merasa sedih dan meminta pertanggungjawaban kepada saya. Saya diancam apabila saya tidak bisa memperbaiki nilai di semester 5 , saya tidak boleh mengikuti kegiatan apapun selain belajar. Saya mendapat nilai-nilai yang banyak dari organisasi yang ada. Saya pun masih memiliki amanah di organisasi yang ada. Saya juga merasa sedih dan menyesal karena menyia-nyiakan amanah yang telah dititipkan orangtua saya kepada saya. Rasa kecewa dan air mata bunda saya itu sudah cukup sebagai cambuk saya sebagai seorang anak. Saya kembali ingat apa yang saya cita-citakan sebelumnya. Saya mulai memperbaiki sejak pembagian rapot kenaikan kelas 12. Saya mulai mengikuti les di bimbingan belajar. Saya berusaha untuk memaksimalkan pembelajaran di kelas , memulai latihan soal dengan buku-buku soal yang ada , memanfaatkan bimbingan belajar yang telah saya ikuti ,dan melakukan belajar sama dengan teman-teman saya.
Saya merasa kurang maksimal dalam belajar . Saya masih bingung cara belajar yang tepat. Oleh karena itu , saya sangat tertinggal jauh dengan teman-teman saya. Teman-teman saya sangat jauh di atas saya baik dari segi peringkat Try Out , Progress belajar ,dan Ilmu. Saya terlalu plin plan dan mudah tergoyahkan oleh cara orang lain. Akhirnya , saya baru fokus belajar di semester ke-6. Semester ke-5 saya fokuskan untuk memperbaiki nilai rapot dengan harapan bisa mengikuti SNMPTN. Saya mulai tergoda dengan teman saya yang mulai mengacuhkan guru-guru saya demi mempelajari SBMPTN. Saya berkeluh kesah dan bertanya kepada orangtua saya. Orangtua saya berpesan,” Kharisma , jangan pedulikan orang lain. Hidupmu kamu yang menjalani. Tetap hormati saja gurumu. Ilmu itu dapat bermanfaat apabila disertai restu dari sang pemberi ilmu. Barangkali dengan cara itu kamu bakal mendapat restu dan doa dari gurumu agar sukses di kemudian hari”.
Saya terus belajar sesuai kemampuan saya. Saya juga tetap mengimbangi dengan belajar agama karena Allah membenci orang yang pintar dunia namun bodoh agama. Saya mungkin tidak terlalu menonjol di bidang akademik , namun saya harus bisa mengimbanginya dengan faktor lainnya , yaitu berakhlak mulia dan beribadah kepada-Nya. Lalu , tersebarlah info bahwa sistem SBMPTN berubah menjadi UTBK dan menjadi lebih rumit. Saya sempat terbawa berlebihan dalam menanggapi sistem tersebut , tetapi saya langsung kembali untuk fokus pada usaha saya.
Di liburan semesteran kelas 12 , saya menyempatkan diri bersama keluarga bermain ke kampus yang saya inginkan , yaitu FK UNPAD. Bandung kan dekat Depok. Kami pun memutuskan untuk sekalian juga mengunjungi Universitas Indonesia.” MaasyaaAllah , bagus banget kampusnya.” , itulah kata-kata saya ketika pertama kali datang di UI. Orangtua saya dan keluarga pun juga menyetujui jika saya ingin bersekolah di sini. Kami juga sudah membaca-baca mengenai UI yang menjadi perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Di UI , terdapat sebuah hal yang mengesankan. Saya diarahkan oleh Allah untuk bertemu seorang dosen dan diizinkan untuk melakukan adzan di Masjid UI yang notabenenya saya bukan mahasiswa. Saya merasa mendapat petunjuk bahwa saya memang harus memilih UI apapun rintangannya. Dapat kabar pula bahwa UNPAD memberhentikan program pendidikan dokter gratis disebabkan terpenuhinya kuota dokter yang dibutuhkan di Jawa Barat.Mengetahuinya membuat saya semakin mantap untuk memilih FK UI. Ketika saya ditanya ingin masuk ke mana , saya dengan lantang dan bangga bahwa saya memilih FK UI.
Hari pengumuman siswa yang dapat mengikuti SNMPTN pun tiba. Saya bersyukur dapat menjadi bagian tersebut , walaupun saya hanya peringkat ke-3 dari bawah yang bisa mengikuti SNMPTN. Saya pun berdiskusi dengan orangtua , guru BK , dan tentor bimbel. FK UI , tidak mungkin karena FK UI hanya menerima peringkat pertama dari sekolah saya. FK UNAIR ,mustahil dan hanya diambil 8 orang terbaik. Akhirnya , saya memutuskan untuk nekad memilih FK UNDIP. FK UNDIP termasuk bagus dan terbaik di Jawa Tengah. Saya memang tidak terlalu berharap banyak pada SNMPTN. Pengumuman pun tiba dan saya dinyatakan tidak diterima. Saya sudah siap untuk menerima kabar itu , namun luka sedih tetap ada. Saya agak khawatir karena usaha saya kurang maksimal sebelumnya.
Saya pun memaksimalkan belajar SBMPTN ketika hari Sabtu dan Ahad serta waktu kosong selama semester 2 . Saya juga mengikuti intensif bimbel dengan baik untuk menutupi kekurangan saya sebelumnya. Saya tetap berusaha untuk fokus di Ujian Praktek , Ujian Sekolah , dan Ujian Nasional. Alhamdulillah , saya mendapat nilai yang cukup memuaskan dari ujian-ujian tersebut. Jarak waktu antara UN dengan UTBK saya hanyalah 6 hari. Saya mulai panik karena kesiapan saya tidak terlalu baik. Saya memilih tes pada hari kedua di UNAIR. Saya saat itu khawatir dengan kemampuan saya. Ujian pun berlangsung cukup menantang. Saya harus menahan kencing selama 3 jam dan itu sangat mengganggu fokus saya. Namun , Allah memberikan saya kemudahan dan memberikan ketenangan dalam mengerjakan soal. Saya pun istirahat sejenak hingga pengumuman UTBK pertama 10 hari kemudian. Hari itu bertepatan dengan jadwal intensif saya. Hasil UTBK saya pun tidak terduga. Saya sangat bangga dan bersyukur saat itu. Saya berhasil mendapat nilai yang cukup memuaskan.
Tanpa saya sadari , hal itu malah membuat saya semakin malas dan berleha-leha sehingga hasil UTBK saya yang kedua turun cukup jauh. Hari-H pendaftaran SBMPTN pun datang.
Saya bertanya-tanya informasi kepada berbagai sumber dan berdiskusi dengan beberapa orang. Saya mencoba untuk mengikuti rasionalisasi dan mencoba mencari info mengenai passing grade. Hal tersebut bukannya membuat saya semakin mendapat pencerahan , namun malam membuat saya semakin ragu untuk mendaftar FK UI. Akhirnya , musyawarah akhir dengan orangtua pun dilaksanakan. Orangtua saya memang menyerahkan pilihan kepada saya , namun beliau memberikan petuah kepada saya untuk memilih FK UI karena tujuan awal saya. Ya walaupun memilih FK UNAIR dan yang lainnya ‘lebih aman’ ( kata isu-isu tersebut). Saya tawakkal dan menyerahkan segala keputusan kepada Yang Di Atas.
Pengumuman SBMPTN sudah dekat yang saat itu bertepatan dengan saya sedang menjalani rawat jalan Pneumonia yang baru diketahui saat itu. Rasa berdebar-debar semakin kuat di dada ini , namun saya ingin menenangkannya dahulu dengan sholat Ashar. Setelah sholat ashar sekitar jam 15.20 , ayah langsung memeluk saya dan membisikkan sebuah berita. Hati ini merasa lega, sebuah pencapaian besar dalam hidup saya. Pintu gerbang awal tuk menggapai cita-cita yang telah lama diimpi-impikan. Saya merasa sangat bahagia saat itu,. Kabar bahagia tersebut kami sebarkan kepada semua orang dekat kami, baik dari keluarga besar ayah bunda , teman dekat , guru sekolah dan bimbel ,dan yang lainnya. Dokter yang saat itu sedang memeriksa saya pun mengucapkan selamat kepada saya beserta asisten dokter yang ada di ruangan tersebut. Hal itu membuat saya semakin bangga dan semakin semangat untuk berkuliah di FK. Saya merasa sangat bersyukur karena saya diizinkan untuk bergabung dengan FK UI padahal kemampuan akademis saya tidak terlalu menonjol.
Harapan saya bagi diri saya pribadi adalah saya dapat memaksimalkan sebaik mungkin kesempatan ini. Ini adalah amanah baru untuk saya yang lebih berat dari sebelumnya. Saya harus terus semangat karena banyak kebaikan dari ilmu kedokteran dan kesehatan. Saya harus ingat akan mimpi-mimpi besar saya. Bagi orangtua dan orang terdekat saya , saya memohon dukungan dari mereka untuk menunjang proses pengembangan diri dan pendidikan saya. Bagi teman-teman satu angkatan , semoga kita dapat menjadi keluarga yang erat dan menjadi insan-insan yang berperan besar di dunia kesehatan. Ingatlah , kita adalah angkatan berintegritas.
Di tahun pertama , saya ingin memaksimalkan pendidikan saya di tahun pertama. Saya ingin menjaga nilai saya tetap baik dan dapat menyerap ilmu yang ada sebaik mungkin. Saya ingin mengikuti organisasi kemahasiswaan yang ada dan memaksimalkan bakat di UKM. Saya ingin mencoba untuk mengikuti berbagai kompetisi baik di bidang akademik maupun non-akademik.
Di tahun ketiga, saya tetap harus belajar sungguh-sungguh untuk mempertahankan IP saya. Saya ingin mendapatkan beasiswa dan menjadi mahasiswa berprestasi. Saya ingin mempersiapkan skripsi lebih awal dan dapat menghasilkan sebuah karya ilmiah maupun hal bermanfaat. Saya harus mempersiapkan ilmu kedokteran dengan baik sebagai bekal menjadi dokter kedepannya.
Di tahun kesepuluh , saya ingin sudah menyelesaikan pendidikan spesialis dokter saya. Saat ini baru terpikirkan spesialis anak , belum yang lain. Saya harus bisa melakukan pengabdian secara maksimal kepada masyarakat. Saya ingin membangun kesehatan bagi masyarakat di daerah pelosok.
Di tahun kedua puluh , saya ingin memiliki rumah sakit yang mumpuni di daerah-daerah pelosok Indonesia. Saya ingin melakukan kajian lebih dalam terhadap ilmu kedokteran sehingga menambah khasanah ilmu kedokteran ini.
Pesan saya bagi adik-adik kelas yang ingin masuk ke FK UI , luruskan niat kalian terlebih dahulu. Semua berawal dari niat , di FK UI bukan hanya sekedar gengsi atau senang-senang. Bukan hanya sebagai langkah awal untuk memperoleh pekerjaan. Tempat ini adalah tempat dimana kita ditempa untuk menjadi dokter-dokter yang bisa berperan besar bagi kesehatan bangsa ini. Persiapkan diri kalian sejak awal , tidak ada yang namanya santai-santai. Semua butuh doa dan usaha. Percayalah pada diri kalian dan tetap semangat.
Comentarios