top of page
Search

Narasi Perjuangan -- Maharani Aviandra Safri

  • Writer: FKUI 2019
    FKUI 2019
  • Aug 19, 2019
  • 10 min read

Assalamu’alaikum! Pada kesempatan kali ini izinkan saya sedikit bercerita tentang sebuah perjuangan menggapai impian. Pada suatu waktu terdapat gadis kecil yang masih menduduki bangku Taman Kanak-Kanak, ia ditanyai Gurunya tentang apakah cita-citanya ketika nanti ia sudah beranjak besar. Tanpa berpikir panjang anak itu menjawab, “Aku ingin menjadi dokter Bu!”, alasannya begitu sederhana, yaitu ingin bisa membantu orang lain. Pada saat itu belum terpikir olehnya betapa beratnya perjuangan yang harus ia hadapi nanti untuk menggapai impiannya itu. Orang tua dan urunya selalu berusaha mendukung anak itu dalam sehari-harinya agar bisa merealisasikan cita-citanya nanti. Waktu berlalu, Anak ini menginjak jenjang Sekolah Dasar. Ia didaftarkan ke sekolah islam swasta di daerah Bekasi.

Gadis kecil ini sudah siap dihadapkan dengan dunia baru. Pelajaran yang lebih rumit, teman yang lebih beragam, dan lingkungan yang pastinya berbeda dengan yang sebelumnya. Enam tahun bukanlah waktu yang singkat, ia menemukan sahabatnya disana, kebiasaan-kebiasaan baik mulai tertanam dalam dirinya. Guru yang sangat suportif dan perhatian kepada setiap anak didiknya, membuat gadis kecil itu merasa senang dan nyaman bersekolah disana. Gadis kecil itu mulai berpikir lebih jauh akan cita-cita yang ia inginkan. Orang tuanya mendukung anak itu untuk memantapkan cita-citanya sebagai dokter, dengan alasan “Keluargamu begitu besar, sepupu satu kali mu saja sudah hampir 40 orang, belum om dan tante mu. Harus ada yang menjadi dokter diantara kita”, memang disaat itu keluarganya hanya memiliki satu dokter dari pihak ayahnya dan belum ada yang menjadi dokter dari pihak ibunya. Anak itu mulai meningkatkan ketekunan nya dalam belajar, walaupun terkadang semangat belajarnya berkurang karena masih ingin bermain saja dengan teman-temannya. Hingga akhirnya enam tahun berlalu, pengumuman hasil Ujian Nasional tiba. Hasil yang didapatkan anak itu ternyata tidak cukup tinggi untuk mendaftarkan diri ke sekolah negeri di Jakarta. Tanpa berpatah semangat, ia mendaftarkan dirinya ke beberapa sekolah swasta, dan akhirnya memutuskan untuk melanjutkan sekolah menengah pertamanya di almamater yang sama seperti saat di sekolah dasar.

Tidak banyak yang berubah disana, hanya sedikit jumlah murid baru yang belum ia kenali sebelumnya. Sekolah itu masih bisa dibilang sangat baru, dia masih termasuk angkatan ketiga disana. Bangunannya pun belum sepenuhnya selesai, tidak heran jika anak muridnya hanya berjumlah 36 dalam satu angkatan dan kurang lebih sekitar 90 anak secara keseluruhan. Guru-gurunya masih terbilang muda, tidak sedikit diantara mereka yang baru saja lulus dengan gelar sarjana. Walaupun begitu, anak itu merasa sangat senang dan nyaman bersekolah disana. Pada jenjang ini anak itu mulai berpikir lebih dalam dan bersungguh-sungguh untuk mencapai cita-citanya. Dengan bantuan orang tuanya ia menargetkan untuk bersekolah di salah satu SMA Negeri terbaik di Jakarta dan disini pula ia mulai terpikirkan untuk bisa masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia agar bisa menjadi dokter yang hebat. Pada saat itu dia tahu Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia merupakan salah satu fakultas paling diminati dan terbaik di Indonesia. Beberapa anak dari kawan ayah dan ibunya berhasil melanjutkan studinya disana, karena itu dia semakin termotivasi dan berpikir bahwa dia juga harusnya bisa lulus di FK UI dan membuat orang tuanya bangga.

Pada saat kenaikan kelas dari kelas 1 menuju kelas 2, Ibunya menyarankan untuk pindah sekolah ke SMP negeri di daerah Jakarta Selatan agar bisa lebih mudah masuk ke SMA negeri favorit di Jakarta. Anak itu masih sangat bingung apakah pindah sekolah disaat itu ialah yang terbaik untuknya atau tidak, tetapi akhirnya ia mencoba untuk mendaftarkan diri dan mengerjakan soal tes masuk dengan persiapan yang kurang matang. Beberapa hari kemudian hasil tes pun keluar, anak itu dinyatakan belum lulus. Ia tidak sedih, begitu pula ibunya, mereka menganggap mungkin inilah jalan yang terbaik yang harus mereka tempuh, masih bisa mencoba di kesempatan berikutnya. Setelah kejadian itu, dia semakin giat dalam belajar, selalu berusaha bisa menjadi peringkat teratas di kelasnya. Di bangku kelas 2 SMP juga ia mulai belajar bagaimana caranya berorganisasi, bagaimana berinteraksi dengan orang lain, menjadi panitia dalam beberapa kegiatan, sampai membuat dan mengurus suatu acara dengan rekan lainnya. Kemudian dia berhasil menjadi pengurus Organisasi Intra kesiswaan, dan belajar banyak hal disana. Hari demi hari telah dilewati di masa yang paling indah baginya. Bangku kelas 2 SMP pun ditinggalkan olehnya, ia sebentar lagi menduduki bangku kelas 3 SMP.

Seperti tahun sebelumnya, anak itu dan ibunya berusaha lagi untuk pindah ke SMP Negeri di Jakarta agar bisa masuk ke SMA Negeri 81 Jakarta. Hal yang berbeda dari tahun ini ialah tujuan sekolah yang ingin ia tuju terletak di Jakarta Timur, yang berarti lebih dekat dari rumahnya dibandingkan dengan target sekolahnya dulu yang dirasa telalu jauh dan hanya akan menyebabkan kericuhan di pagi hari setiap akan berangkat ke sekolah. Selain itu juga, di sekolah yang ia tuju ini sudah terdapat beberapa teman lama nya di sekolah dasar, sehingga ia merasa lebih yakin untuk berpindah sekolah. Pada kesempatan kedua ini, persiapan dilakukan dengan lebih baik. Pada hari tes dilaksanakan, dia bertemu dengan belasan anak lainnya yang juga ingin masuk ke sekolah yang sama, padahal yang disediakan untuk murid mutasi hanyalah 3 kursi. Tes ia lalui dengan sebaik mungkin tidak lupa berdoa agar diberikan hasil yang terbaik. Pada siang harinya hasil tes diumumkan. Dia berhasil. Anak itu lulus dan mendapatkan satu jatah kursi di SMP tersebut.

Dengan berat hati Anak itu mengundurkan diri dan pamit dari sekolah lamanya, memohon doa restu kepada guru-guru yang sudah mengajarnya dengan kasih sayang agar bisa mencapai cita-citanya. Ia masuk ke sebuah lingkungan yang baru lagi, setelah 8 tahun terbiasa di lingkungan sekolah dengan murid yang tidak begitu banyak dan guru yang perhatian kepada setiap anak muridnya, berada di sekolah negeri terasa begitu asing. Anak itu harus beradaptasi lagi dengan baik, belajar bersama teman yang lebih banyak, kurikulum yang berbeda, mata pelajaran yang baru, dan menghadapi guru-guru yang lebih senior. Semua itu harus dia lakukan dalam waktu yang singkat agar bisa kembali melaju dengan hasil pembelajaran yang terbaik. Beruntungnya anak itu dikelilingi oleh teman-teman yang suportif dan baik sehingga ia bisa lebih cepat dan mudah menyesuaikan dirinya di situasi yang sangat berbeda. Anak itu belajar dengan lebih giat disana, berhubung jenjang sekolah menengah pertama sebentar lagi berakhir dan dia tidak mau usaha nya ini berbuah sia-sia.

Seiring berjalannya waktu target sekolah yang ingin ia tuju berikutnya berubah dari SMA Negeri 81 Jakarta menjadi SMA Negeri 8 Jakarta, motivasi dari teman dekatnya dari sekolah dasar dan juga saran dari ibu nya lah yang menggerakkan hatinya. Padahal tidak sedikit pun di dalam hatinya dulu berharap bisa masuk ke sekolah bergengsi itu. Ia mulai menyadari bahwa banyak lulusan SMA Negeri 8 Jakarta yang lulus di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan ia menargetkan untuk bisa bersekolah di sana dengan harapan agar lebih mudah masuk ke FK UI. Dia belajar dengan lebih bersungguh-sungguh dan giat disertai dengan doa yang kuat dari orang tua demi mendapatkan hasil ujian yang terbaik agar bisa mendapatkan NEM yang cukup tinggi. Perasaan cemas tidak dapat dipungkiri pada hari pengunguman nilai hasil UN. Doa terus dipanjatkan dari bibirnya. Akhirnya apa yang ditunggu-tunggu keluar, hasil ujian nasional yang didapatkannya sangat baik. Semua kerja kerasnya berbuah manis. Anak itupun mendaftarkan dirinya ke sekolah yang ia impikan, SMA 8 Jakarta. Alhamdulillah, dengan nilai yang dimilikinya dia bisa lulus di SMA tersebut lewat tahap pertama.

Sekolah itu sebenarnya terletak lumayan jauh dari tempat tinggal anak itu, waktu dan tenaga yang disiapkan harus lebih besar. Namun untuk memenuhi langkah-langkah yang dapat memudahkan dalam menggapai cita-cita, perkara tersebut diterima dan dijalankan dengan ikhlas. Masa putih abu-abu pun dimulai, perjuangan yang harus ia tempuh ternyata lebih berat dari yang ia bayangkan. Anak itu dikelilingi oleh ratusan murid baru berprestasi lainnya disana. Teman-temannya merupakan juara teratas di sekolah mereka sebelumnya. Murid-murid berprestasi berkompetisi untuk mempertahankan gelar juaranya di satu almamater yang sama. Tentu tidak mudah untuk mencapai hal tersebut, hanya sebagian orang yang tekun dan berpendirian kuat yang berhasil, terlihat dari usaha mereka yang memang lebih dari yang lainnya. Di sekolah yang baru, anak itu harus mulai beradaptasi lagi dengan sistem dan lingkungan yang berbeda. Sedikit sekali teman lamanya yang bisa lolos kesana, hanya hitungan jari. Anak itu mulai menjadi lebih berani dan terbuka agar bisa bertemu teman baik yang baru untuknya. Kegiatan belajar mengajar dimulai, guru-guru di sekolah itu mengingatkan pada awal masa orientasi agar jangan terkejut bila meraih nilai tinggi disana tidak akan semudah seperti yang ia rasakan di sekolah menengah pertama dulu. Remedial bagaikan asupan sehari-hari, tugas pun mulai bertumpuk.

Terdapat suatu hal yang signifikan berbeda, ternyata kehidupan berorganisasi menjadi suatu hal yang sangat penting di sekolah itu. Berbagai macam soft skill maupun hard skill ditanamkan pada diri setiap murid yang bersekolah disana. Berorganisasi memang bukanlah hal yang baru ia temui, namun sistem dari organisasi yang dijalankan dan tanggung jawab yang harus ia pegang sangat berkesan dan membuat anak itu menjadi lebih dewasa. SMA 8 Jakarta sejak dulu sudah terkenal sebagai salah satu SMA favorit di Jakarta, dikarenakan murid-murid yang bisa masuk kesana harus memiliki nilai yang tinggi, dan juga lulusan-lulusannya banyak yang diterima di perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia. Pada saat di kelas, biasanya guru-guru meminta untuk memperkenalkan diri disertai dengan menyebutkan PTN apa yang ingin dimasuki ketika lulus nanti. Banyak sekali ternyata yang memiliki impian yang sama dengan anak itu. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menjadi bagian di dalamnya merupakan impian banyak murid di sekolah itu. Anak itupun mulai merasa minder dengan impiannya tersebut, bagaimana aku bisa lulus di Fakultas Kedokteran Indonesia bila harus berkompetisi dengan orang-orang hebat lainnya yang sebanyak itu, pikirnya. Anak itu menjadikan teman-teman seperjuangannya sebagai salah satu motivasi nya untuk bisa lulus di FK UI. Sahabatnya di sana juga memiliki mimpi yang sama dengannya, dengan itu mereka bisa saling memberi dukungan agar mencapai impian mereka. Tahun pertama berlalu, pada tahun kedua anak itu mendapatkan gilarannya diberikan tanggung jawab untuk mengurus organisasi yang ia ikuti. Terkadang ia susah mengatur waktunya sendiri, untuk membagi porsi untuk dirinya, keluarga, akademik, ataupun diluar itu. Pada masa-masa tertentu ia kurang fokus dalam menguasai pelajarannya di sekolah, sehingga nilainya masih ada yang naik maupun turun. Pada tahun pertama dan kedua anak itu belum mengikuti tambahan bimbingan belajar, oleh karena itu ia harus memberi waktu lebih dalam memahami dan mempelajari pelajaran yang telah diberikan sendiri. Tidak terasa, anak itu sudah menginjak tahap terakhir di masa 12 tahun wajib sekolah nya. Di kelas 12, anak itu akhirnya memutuskan untuk mengikuti bimbingan belajar untuk menyeimbangkan waktu untuk akademis, meningkatkan pemahamannya, dan untuk persiapan ujian. Mimpi nya untuk bisa masuk FK UI sudah semakin mendekat, jawaban dari mimpinya akan terwujud dalam waktu kurang dari satu tahun. Anak itu belajar lebih giat dan lebih serius di sisa waktu nya menuju pendaftaran perguruan tinggi negeri. Dia meminta bantuan doa kepada banyak orang, mulai dari keluarga terdekat hingga kenalan terjauh. Pada saat jalur SNMPTN dibuka untuk pendaftaran, yang dilihat anak itu adalah kotak berwarna hijau yang menandakan anak itu berhak untuk mendaftarkan dirinya sebagai salah satu peserta SNMPTN. Dikarenakan nilainya yang tidak stabil, dia tidak bisa terlalu mengharapkan akan hasilnya yang baik pada jalur ini. Sementara menunggu waktu pengunguman hasil SNMPTN tiba, anak tersebut tetap belajar dengan sebaiknya untuk persiapan jalur berikutnya yaitu SBMPTN. Sistem SBMPTN pada tahun itu mengalami perubahan sistem dan materi yang dikeluarkan juga sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada saat hari pengunguman SNMPTN, dia dinyatakan belum diterima dan harus bertarung lagi melalui jalur lain. Kegiatan sekolah sudah berakhir, yang harus anak itu lakukan hanya fokus pada persiapan UTBK untuk mendaftar melalui SBMPTN. Akhirnya anak itu pun mengikuti UTBK sebanyak 2 kali. Hasil UTBK nya yang pertama bisa dibilang cukup tinggi, namun nilainya sedikit menurun pada UTBK yang kedua. Banyak sekali berita yang tidak dapat dijamin kebenarannya, seperti adanya isu passing grade, perkiraan passing grade dari tiap fakultas, dan lain-lain. Hal tersebut membuat anak itu sedikit ragu akan nilainya apakah bisa menembus di PTN yang ia inginkan atau tidak. Ia takut nilainya tidak akan cukup dan masih banyak yang nilainya jauh lebih tinggi dari nilainya. Pada saat pendaftaran SBMPTN dengan dukungan dari orang tuanya dia tetap memilih Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebagai pilihan pertama nya. Beberapa minggu yang dilalui saat menunggu pengunguman terasa lebih lama dari biasanya. Kata “SELAMAT” adalah kata yang sangat ia harapkan untuk muncul di laman pengunguman nanti. Sampailah dia pada hari tiu, hari yang sangat ditunggu-tunggu. Hari pengunguman SBMPTN, momen dimana anak itu bisa mengetahui bagaimana hasil dari kerja kerasnya selama ini. Entah cukup sampai tahap itu atau dia harus berusaha sedikit lagi. “SELAMAT” ,kata yang selama ini ia bayangkan, kata itu dia baca saat pertama kali menyalakan hpnya. Badannya lemas, pikirannya kemana-mana, dia tidak tau apakah ini benar atau tidak. Sebelum dia memutuskan untuk bereaksi seperti apa, dia melakukan verifikasi terlebih dahulu ke laman resmi pengumuman. Benar, apa yang dia baca tidak salah, Dia diterima di fakultas impiannya sejak ia kecil. Badannya semakin lemas, sampai-sampai terjatuh ke lantai. Ibu anak itu yang melihatnya bingung, apakah itu pertanda berhasil atau sebaliknya. Anak itu tidak bisa berkata apa-apa dia hanya memberikan layar hp nya ke ibunya. Alhamdulillah dan tetesan air mata, itulah reaksi dari ibu dan tantenya. Mereka berpelukan sambil meneteskan air mata bahagia. Perjuangannya selama ini berbuah manis. Doa yang ia dan orang sekitarnya panjatkan dikabulkan oleh Sang Maha Kuasa. Perasaannya saat itu bahagia, tetapi juga takut. Ia takut apabila ia diterima karena faktor keberuntungan. Ia takut tidak akan bisa bertahan disana. Ia takut ini bukan jalan yang terbaik untuknya. Tapi ia menutupi rasa takutnya, bertekad untuk melakukan yang terbaik, amanah yang sudah diberikan kepada dirinya. Dia yang terpilih dari ribuan orang lain. Artinya dia harus bertanggung jawab atas rezeki tersebut. Tuhan tidak pernah memberikan ujian yang tidak dapat hambanya hadapi. Alhamdulillah, Alhamdulillah, dan Alhamdulillah hanya kata syukur yang ia rasa pantas untuk diucapkan. semua ini terjadi atas izinNya. Anak itu berharap dengan diterimanya dia di FK UI bisa menjadi sarana untuk ia memperoleh ilmu yang berkah sebanyak banyaknya agar bisa membantu banyak orang disekitarnya nanti. Ia berharap dapat selalu berpegang teguh dengan alasan awalnya untuk bisa melanjutkan studinya disana. Semoga dengan jalan ini dia bisa menjadi seorang dokter yang dapat membantu sekitarnya, dokter yang dapat diandalkan, dokter yang bekerja secara tulus dan ikhlas, bisa merawat keluarga besarnya yang sangat ia sayangi dan cintai, dan juga bisa membantu masyarakat di Indonesia dalam memberantas masalah kesehatan. Untuk melalui semua halang rintang yang ada di jenjang studi ini pastinya tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari teman-teman seperjuangannya mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2019. Anak itu berharap semoga ia dan semua teman seperjuangannya bisa terus kuat dalam menempuh perjalanan ini, dan kelak mereka semua bisa berhasil mencapai apa yang selama ini diimpikan. Bisa lulus di FKUI bukanlah tahap akhir dari perjuangannya, melainkan sebuah titik awal baru untuk mencapai impiannya yang lebih tinggi. Dalam satu tahun kedepan anak itu berharap bisa memiliki banyak teman baru dan dapat beradaptasi dengan baik di masa peralihan menuju dewasa ini. Lalu pada tahun ketiga, ia harap sudah bisa memberikan kontribusi nyata dalam menjaga nama baik keluarga, fakultas, ataupun organisasi yang akan ia ikuti nanti. Dalam jangka waktu 10 tahun sejak ia menjadi bagian dari FK UI, anak itu bermimpi ingin menjadi seorang dokter spesialis rehabilitasi medis apabila itu yang terbaik untuknya. Lalu 10 tahun berikutnya, dengan kemampuan dan pendidikan yang telah ia dapatkan, semoga sudah bisa mencapai harapannya dalam berkontribusi untuk menyelesaikan masalah kesehatan di Indonesia. Itulah kisah perjuangan dan harapan dari anak itu, anak yang bernama Maharani Aviandra Safri.

Manusia bisa bermimpi setinggi-tingginya, yang dapat menjadikannya tidak hanya sekedar mimpi ialah bagaimana kita mengusahakannya dan kehendak Yang Maha Kuasa. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesuai dengan firman Allah pada Al-Quran Surat Al-Insyirah ayat 8.

 
 
 

Recent Posts

See All
Narasi Perjuangan - Mucica Safitri

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Hallo semua, dalam tulisan ini saya ingin menceritakan banyak hal dan kisah menarik secara...

 
 
 

Comments


© 2019 by FKUI 2019. Proudly created with Wix.com

bottom of page