NARASI PERJUANGAN-MUHAMMAD FARELL HWARDAYA PUTRAPRASETYO
- FKUI 2019
- Aug 19, 2019
- 9 min read
Narasi Perjuangan
Nama saya Muhammad Farell Hwardaya Putraprasetyo yang berasal dan menempa ilmu selama tiga tahun terakhir di Sekolah Menengah Atas Swasta Al Izhar yang berlokasi di Pondok Labu. Fasilitas yang lengkap dan jarak yang cukup dekat merupakan dua daya tarik Sekolah Menengah Atas Swasta Al Izhar Pondok Labu bagi saya. Saya merupakan orang Jakarta, lahir pun juga di Jakarta Selatan, namun bukan berarti saya tidak pernah tinggal di luar Jakarta. Saya menghabiskan sebagian masa kecil saya tumbuh besar di Kota Surabaya, Jawa Timur. Surabaya merupakan kota yang cukup jauh dari Jakarta, yang memakan 10 jam perjalanan dari Jakarta dengan kereta dan satu setengah jam dengan pesawat. Saya pindah dari Jakarta ke Surabaya pada umur dua tahun, dan di kota inilah saya dikenalkan dengan dunia kedokteran.
Ibuku merupakan seseorang yang tangguh, pintar, dan dapat dipercaya. Beliau mempunyai caranya sendiri dalam berbicara dan mendekati seseorang, ia dapat membuat orang disekitarnya merasa aman. Beliau merupakan seorang dengan jasa yang sangat mulia, seorang dokter. Melihatnya memberikan compassion kepada orang sekitarnya, terutama pasiennya, dan bermanfaat kepada masyarakat membuatnya menjadi inspirasi pertama saya dalam perjalanan saya menuju Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Waktu saya kecil, saya sering sekali diajak untuk berkeliling di rumah sakit. Tentu rumah sakit dimana Ibu saya bekerja, Rumah Sakit Bhayangkara, saat itu ibu saya sedang menempuh Sarjana 2 di Universitas Airlangga. Menjadi anak kecil yang penasaran, menulusuri rumah sakit dan berbagai aktivitas di dalamnya merupakan pengalaman yang selalu membuat saya senang. Melihat berbagai-berbagai personel melakukan kerja sama yang sinergis dan berjuang dalam kesehatan seorang pasien memicu daya tarik saya. Sungguh berjasa sekali orang-orang ini demi orang lain, aku pikir. Muncul suatu keinginan di dalam hatiku untuk bisa berbuat dan berpatisipasi kepada kesehatan masyarakat sekitar dan bermanfaat bagi mereka, inilah salah satu pencetus awal minat saya untuk menempuh pendidikan kedokteran di masa depan.
Saat saya pindah dari Surabaya ke Jakarta pada tahun 2012, saya masuk ke Sekolah Menengah Pertama Swasta Al Izhar, saya terus membawa keinginan saya dalam memilki peran terhadap kesehatan masyarakat. Namun, saya dihadapkan dengan masalah baru di lingkungan yang baru ini pula. Pada masa Sekolah Menengah Pertama, saya melihat mulai munculnya masalah sosial di sekitar teman saya yang bisa dikatakan cukup dini pada usia mereka. Perisitiwa ini mengenalkan saya pada kondisi mental seperti depresi, anxiety, insomnia, dan lain lain. Temuan ini membuka mata saya kepada keinginan baru, untuk mempunyai pengetahuan yang lebih dalam terhadap apa yang terjadi di dalam kepala kita, bagaimana kita mempunyai kebiasaan atau habit tertentu, bagaimana reaksi kita terhadap suatu rangsangan emosi dan dampaknya kepada kita. Saya ingin membantu orang-orang yang mempunyai kondisi mental yang kurang baik. Keinginan ini sempat membelokkan perjalanan saya menuju kedokteran karena saya tertarik dalam bidang pskilogis. Namun setelah saya melakukan penelusuran yang lebih dalam, saya menemukan adanya spesialis kejiwaan dalam bidang kedokteran yang akan menghasilkan seorang psikiater. Beda seorang psikiater dengan psikolog, kalau seorang psikiater meninjau kondisi kesehatan mental dari bidang medis, sehingga yang bisa mempreskripsikan obat adalah psikiater. Menjadi seorang psikiater tidak hanya meluruskan kembali perjalanan saya menuju Fakultas Kedokteran namun juga menjadi tujuan dan cita-cita saya nanti dalam memilih spesialis. Dengan meningginya tingkat penyakit mental di Indonesia yang kurang terdukung karena kurangnya dokter-dokter yang berjuang dalam bidang kejiwaan, menjadi penggerak untuk saya dalam memilih kejiwaan sebagai spesialis saya dan menjadi psikiater. Saya bercita-cita untuk menurunkan banyaknya masyarakat di Indonesia yang menderita kondisi mental dan psikologis. Saya juga mempunyai misi untuk membangun dan mengepalai institusi kejiwaan sendiri dan memberikan inspirasi pada dokter muda dalam pentingnya bidang kejiwaan pada kesehatan masyarakat.
Beranjaknya saya dari pendidikan tingkat sekolah menengah pertama menuju tingkat SMA, saya masuk ke sekolah yang sama seperti saat SMP. Pada tahun pertama saya masuk SMA, saya mulai menyadarkan diri saya terhadap apa yang saya akan hadapi kedepannya. Pada saat itu, saya mulai menfokuskan perjuangan saya dalam mendapatkan tempat di Fakultas Kedokteran. Saya mulai memberanikan diri saya dalam menyatakan pendapat dan berkontribusi lebih dalam kegiatan berkelompok karena saya tahu dalam Fakultas Kedokteran sangat diterapkan, didisiplinkan, dan dibutuhkan solidaritas. Di Fakultas Kedokteran kita peduli dengan sesama, saling membantu satu angkatan, dengan tujuan utama untuk lulus bersama. Saya mulai mengatur jadwal belajar saya yang sebelumnya berantakan semasa SMP. Nilai saya mengalami kenaikan yang signifikan dibandingkan nilai SMP saya yang biasa saja. Saya juga menjerumuskan saya dalam kegiatan berorganisasi untuk melatih soft-skill saya dalam berorganisasi.
Walaupun saya tidak lolos pada tahap seleksi menjadi pengurus OSIS, itu tidak membuat saya sedih hati dan membuka mata saya terhadap banyaknya aktivitas organiasi lain yang saya bisa ikut berpatisipasi menjadi sukarelawan. Saya yakin di depan saya akan dipertemukan dengan beberapa kegagalan, maka dari itu saya harus melatih diri menjadi orang yang tegar dan bangkit dari kegagalan. Saya berpatisipasi menjadi keamanan dalam acara Air Games 2016 dan 2017. Pada pengalaman itu saya melatih dan menggambarkan batas kapan saya harus ramah dalam menyambut tamu acara dan kapan saya harus tegas dalam melindungi kelangsungan acara dan keamanan para tamu dan peserta lainnya. Menurut saya, skill ini sangat penting dalam berhadapan dengan pasien, bersikap tegas merupakan tindakan terakhir dalam bidang dokter, namun tindakan ini penting dalam menjaga kesehatan para pasien. Saya juga mengikuti ekstrakurikuler pasukan pengibar bendera dengan tujuan utama untuk meningkatkan kedisiplinan saya dalam time management. Paskibra merupakan pengalaman selama 2 tahun yang sangat berkesan. Dengan paskibra, solidaritas telah saya tempa dalam diri saya, bekerja dan membantu satu sama lain demi tercapainya satu tujuan. Saat saya dilantik, saya ditugaskan untuk melatih adik-adik saya, di situ saya merasakan kekeluargaan dan solidaritas antar angkatan, hal yang sangat diperlukan di Fakultas Kedokteran.
Sejak kelas 11, tumbuh dalam diri saya kesadaran akan lingkungan sekitar saya, terhadap hubungan timbal balik manusia terhadap lingkungan sekitar. Fokus saya meluas bukan hanya di manusia saja, namun saya sadar bahwa kesahatan, kebersihan, dan kelangsungan kehidupan di lingkungan merupakan faktor yang penting dalam menjaga kesehatan manusia di dalamnya. Cinta saya terhadap lingkungan hidup kita tumbuh sejak itu, dari situ saya peduli terhadap bahaya-bahaya terhadap lingkungan hidup kita, bumi kita, yang nantinya manusia juga yang akan terkena imbasnya. Pada saat kelas 12 saya sempat mendapatkan hilangnya motivasi belajar karena beberapa masalah, karena itu saya sempat hilang harapan akan mendapatkan tempat di Fakultas Kedokteran karena pola belajar saya yang mulai berantakan kembali. Dari demotivasi ini saya sempat beralih jurusan ke Teknik Lingkungan yang juga didasarkan kecintaan saya dan kepedulian saya terhadap lingkungan hidup kita karena saya merasa Fakultas Kedokteran sudah tidak lagi di genggaman saya. Ternyata teman-teman saya yang mengincar Fakultas Kedokteran juga mengalami demotivasi yang serupa sehingga banyak dari mereka yang beralih ke jurusan yang lain. Lalu, saya mengingat cita-cita dan impian saya yang saya tanam di diri saya sejak kecil. Saya merefleksikan diri saya terhadap diri saya yang dahulu dengan cita-cita kuat itu. Dengan berkurangnya kompetisi di antara teman saya dalam mendapat tempat di Fakultas Kedokteran, saya menggunakan kesempatan ini juga untuk kembali dan berjuang di jalan menuju kedokteran.
Saya menguatkan pengetahuan akademis saya dengan mengikuti bimbingan belajar dekat sekolah saya setiap 3 kali seminggu dan mewajibkan diri saya untuk selalu mengulang pelajaran setelah diberikan di hari itu.
Sejujurnya, saya belum memikirkan untuk masuk di universitas apa sebelum pertengahan kelas 11. Universitas yang ada di pikiran saya hanya Universitas Indonesia karena pertama, dekat dengan rumah saya dan kedua, karena Universitas Indonesia merupakan universitas paling terkenal dan memiliki prestise yang paling tinggi di Indonesia. Namun setelah saya telusuri lebih lanjut, Universitas Indonesia merupakan universitas yang tertua dengan Fakultas Kedokterannya menjadi salah satu yang tertua di Indonesia. Universitas Indonesia mempunyai fasilitas yang lengkap dan sangat menunjukkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan dan kesehatan mahasiswanya. Universitas Indonesia mengalami sejarah yang panjang dengan banyaknya perjuangan dan tumpahan keringat para mahasiswa sebelumnya. Lulusan Universitas Indonesia pun sangat berprestasi, terkenal akan wawasan, kebijakan, dan kemampuannya dalam memimpin, sering menempati posisi yang penting dalam bidang pekerjaan mereka. Universitas Indonesia merupakan tempat yang terbaik untuk saya dalam menempuh pendidikan selanjutya, yaitu menjadi sarjana kedokteran. Menjadi mahasiswa akan menjadi suatu kebanggan yang sungguh besar bagi saya, keluarga, dan teman-teman saya. Dari sini saya memutuskan bahwa Universitas Indonesia adalah universitas yang saya akan tuju.
Perjuangan saya untuk memasuki Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia baru benar-benar dimulai saat saya mendaftarkan diri sebagai peserta SNMPTN. Sungguh suatu kebanggan untuk mendapatkan kuota SNMPTN, walaupun saya berada di rangking terendah dalam 40 besar, itu tidak membuat saya kehilangan harapan dan kepercayaan diri. Saya memasukkan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebagai pilihan pertama saya. Walaupun begitu, saya juga perlu cadangan karena peluang SNMPTN bukanlah suatu peluang yang boleh kita sepelekan. Untuk pilihan kedua saya memilih Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro sebagai pilihan saya. Namun, setelah menunggu pengunguman SNMPTN, saya ternyata kurang beruntung. Saya mengalihkan harapan saya kepada jalur undangan UI yang lain, yaitu talent scouting yang ditujukan untuk jalur internasional. Saya pun merasa bangga sekali mendapat kuota dari sekolah saya untuk mengikuti talent scouting. Bagian yang mungkin menantang di talent scouting adalah pembuatan esai. Esai yang harus ditulis menggunakan bahasa inggris dan ditulis rapih karena akan dibaca karakter kita melalui tulisan kita menuntut saya untuk membuat esai sesempurna mungkin. Overthinking membuat pembuatan esai tidak lancar untuk saya dan memakan waktu yang lama untuk menuangkan apa yang saya pikirkan ke atas kertas. Karena kendala tersebut, saya akhirnya berkonsultasi kepada guru bahasa inggris, ia memberikan bantuan yang sungguh besar untuk saya dalam kelancaran pembuatan esai. Saya mengulang esai saya yang sudah panjang untuk menulis dengan menjadi diri saya sendiri dan dengan tulisan serapih mungkin. Namun, Universitas Indonesia belum rezeki saya untuk jalur talent scouting.
Dengan kegagalan saya di dua jalur undangan, saya sempat merasa gelisah dan mengalami demotivasi kembali. Saya terus mengingatkan kepada diri saya bahwa banyak jalan menuju roma. Saya mengingatkan diri sendiri bahwa ada jalur UTBK dan jalur mandiri. Saya menggerus diri saya dan mempersiapkan diri saya dengan mantap untuk UTBK. Bimbingan belajar menurut saya sangat membantu karena saya adalah tipe orang yang lebih nyaman untuk belajar bersama. Saya mengikuti setiap kelas, try out, dan selalu berdiskusi dengan teman setelah bimbingan belajar selesai. Saya memperbanyak doa saya untuk bisa diterima di PTN. Lalu datanglah hari UTBK gelombang pertama diselanggarakan yang bertempatan di suatu SMA negeri di dekat Universitas Yarsi. Saya mengalami kesulitan dalam mengerjakan UTBK, terutama karena tidak biasa mengerjakan tes dengan komputer, sehingga mengerjakannya tidak seleluasa dengan kertas dan juga soalnya yang sangat berbeda dengan apa yang saya pelajari. Dengan nilai di kuartil tengah, 611, saya berfikir bahwa cara belajar saya kurang serius dan tekun, masih terlalu banyak bercanda daripada belajar. Dalam rentang waktu sebulan saya benahi diri saya demi mendapatkan nilai yang lebih tinggi pada gelombang kedua, diiringi dengan doa yang lebih mantap. UTBK gelombang kedua terasa lebih mudah, nilai saya pun naik, walapun hanya naik menjadi 620, saya yakin bahwa Allah mendengar doa-doaku. Sayangnya 620 merupakan nilai yang sangat jauh dari cukup untuk Fakultas Kedokteran, sehingga untuk tidak membuang kesempatan SBMPTN, aku memilih jurusan cadangan saya, teknik lingkungan.
SBMPTN merupakan pertama kalinya saya diterima di PTN, walaupun bukan jurusan yang saya tuju, namun saya tetap bersyukur. Saya berdoa kepada Tuhan, bahwa apa yang Ia berikan kepadaku merupakan yang terbaik untuk masa depanku. Saya tetap mempunyai harapan dan semangat untuk ujian mandiri dan menjadikan apa yang saya dapat di SBMPTN menjadi cadangan. Saya terus berjuang di jalur mandiri, saya mendaftarkan diri di SIMAK regular dan internasional. Untuk jalur mandiri, saya merasa beban saya berkurang dan lebih santai, karena saya sudah mempunyai cadangan. Setelah gagal di mandiri Unair, saya sempat hilang harapan dan hilang ekspetasi. Dengan hilangnya ekspetasi, saya menjadi jauh lebih santai dalam menghadapi SIMAK karena saya tidak takut gagal. Saya merasa beban saya menjadi jauh lebih berkurang. Dari kedua jalur SIMAK, jalur KKI memberi kabar terlebih dahulu yang menyatakan bahwa saya dapat mengikuti tahap selanjutnya. Saya merasa kaget dan bingung karena saya sudah melepas segala harapan dan ekspetasi saya terhadap Universitas Indonesia. Dengan kabar ini, harapan saya kembali dan sekarang saya sudah belajar untuk tidak memberikan ekspetasi. Ekspetasi yang berlebih akan mengantarkan kita kepada kekecewaan. Saya melakukan tes MMPI dan setelah itu langsung mempersiapkan diri untuk melakukan interview. Dengan banyaknya bahan latihan yang ada di internet, saya mempersiapkan diri dan menyiapkan jawaban untuk pertanyaan yang bisa saya prediksi akan ditanyakan. Saya berlatih dengan teman-teman saya yang juga akan mengikuti interview dan juga ibu saya. Saya mengeluarkan usaha terakhir saya dalam jalur terakhir menuju UI. Saya terus melatih diri saya terhadap contoh-contoh kasus interview yang berbeda untuk melatih cara saya berbicara dan meyatakan pendapat.
Saat hari interview, saya mengalami perasaan sesak di dada saya sulit untuk saya redupi. Namun, saya tetap menjaga kepercayaan diri saya dan melakukan wawancara dengan gagah. Menurut saya, wawancara saya tidak berjalan dengan halus dan pada hari itu juga saya mempersiapkan kegagalan saya. Walaupun begitu, saya tetap berdoa kepada Tuhan, saya telah melakukan apa yang telah saya bisa lakukan dan saya serahkan yang selanjutnya kepada Tuhan. Lalu ternyata selama ini rezeki saya berada di SIMAK internasional. Saya telah berhasil membanggakan diri saya, keluarga saya, dan teman-teman saya. Saat pengunguman UI, saya sedang melakukan OSPEK di Unair, saya merangkul teman-teman di Unair dan saya mengucapkan syukur kepada Tuhan. Tuhan telah menjawab doa-doa saya, namu aku tetap yakin prestasiku ini adalah 90% kehendak Tuhan, 10% usaha saya, karena tanpa kehendak Tuhan saya tidak akan menjadi mahasiswa baru di universitas yang saya impikan ini, Universitas Indonesia.
Untuk adik-adik saya yang sedang mengincar perguruan tinggi dimanapun, ingat bahwa usaha kalian akan terbayar dengan hasil yang sepadan. Lakukan apa yang bisa kalian lakukan semaksima mungkin sesuai batas kemampuan kalian dan serahkan selanjutya kepada Tuhan yang diatas.
Comentários