NARASI PERJUANGAN -- MUHAMMAD RYAN FADILLAH
- FKUI 2019
- Aug 18, 2019
- 8 min read
Saya adalah mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang bernama Muhammad Ryan Fadillah. Saya dapat dipanggil dengan nama Ryan. Saya dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 Oktober 2000. Saya adalah seorang alumni dari SMA Negeri 3 Bandung tahun 2018. Saya tidak berkuliah setelah saya lulus selama tahun ajaran 2018/2019.
Saat ini, saya sudah menjadi bagian dari FKUI 2019. Hal tersebut membuat saya bangga dan merasa segala usaha yang dilakukan telah sepadan dengan hasil yang diperoleh.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia merupakan fakultas yang sangat diminati oleh banyak calon mahasiswa baru. Diterima menjadi mahasiswa FKUI bukanlah hal yang mudah. Dedikasi, totalitas, komitmen, dan perjuangan dibutuhkan agar dapat menjadi mahasiswa berjaket kuning, bermakara hijau. FKUI juga sudah menghasilkan alumni-alumni berprestasi di mata Indonesia dan dunia.
Menurut saya, tujuan utama mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia adalah menjadi dokter-dokter yang terpercaya, kompeten, dan berintegritas. Fakultas ini bukanlah fakultas untuk orang-orang yang tidak memiliki visi. Tiap mahasiswa FKUI harus memiliki tujuan dan motivasi dalam menjalankan kehidupan perkuliahanserta senantiasa menanamkan tekad untuk menjadi dokter abdi bangsa dan negara.
Sejak saya masih duduk di bangku sekolah menengah atas, saya berniat untuk lulus dan menjadi mahasiswa kedokteran. Pada saat itu, saya mengetahui bahwa Universitas Indonesia memiliki fakultas kedokteran terbaik di Indonesia. Hal itu membuat saya termotivasi untuk menjadi mahasiswa baru (maba) FKUI 2018. Saya ingin membanggakan kedua orangtua saya dengan menjadi seorang mahasiswa dari fakultas kedokteran universitas terbaik seluruh Indonesia. Saya tidak hanya ingin membanggakan kedua orangtua, tetapi juga saya ingin menunjukkan bahwa seorang siswa dari SMA Negeri 3 Bandung dapat merepresentasikan sekolahnya dalam lingkungan FKUI. Saya sadar pula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dapat membimbing saya sehingga saya dapat lulus sebagai sarjana kedokteran terbaik yang akan mengharumkan nama almamater dan, paling utama, bangsa, tanah air Indonesia.
Saat itu tahun 2018, saat saya masih seorang siswa kelas 12, saya mencoba untuk masuk FKUI melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri atau SNMPTN. Sudah jelas bahwa penerimaan mahasiswa baru jalur SNMPTN memiliki sistem penilaian nilai rapor sekolah. Sebagai siswa mutasi kelas 11 yang dulunya adalah siswa SMA Islam Harapan Ibu karena tugas ayah saya selalu berpindah daerah hampir setiap tahun, saya memiliki nilai rapor tiap semester yang cenderung tidak konsisten. Saat semester 1 dan 2 (kelas 10) nilai rapor saya sangat memuaskan dengan rerata di atas 90. Setelah berpindah status menjadi siswa SMA Negeri 3 Bandung, nilai-nilai semua mata pelajaran dalam rapor saya menurun secara signifikan dengan rerata di bawah 85. Pilihan pertama, kedua, dan ketiga saya untuk jalur SNMPTN masing-masing adalah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Teknik Mesin Universitas Indonesia, dan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Tiba saatnya pengumuman hasil SNMPTN yang tidak sesuai dengan harapan saya. Tidak ada satu pun pilihan SNMPTN yang menerima saya. Saya putuskan saya akan melakukan yang terbaik untuk tes selanjutya, Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri, SBMPTN.
Jauh berbulan-bulan sebelum pelaksanaan SBMPTN 8 Mei 2018, bahkan sebelum dibukanya jalur SNMPTN, saya belajar dengan giat. Saya membagi dan mengelola waktu keseharian saya bersekolah seraya belajar untuk tes tersebut. Pada hari pelaksanaan tes SBMPTN, saya merasa yakin dengan pilihan pertama saya, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang akan menerima saya. Namun, hasil tetap berkata lain. Saya tidak diterima sebagai mahasiswa baru FKUI 2018 jalur SBMPTN dan 2 pilihan lainnya, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan Fakultas Teknik Biomedis Universitas Indonesia. Perlu diketahui bahwa saya telah mengikuti banyak seleksi mandiri setelah pengumuman hasil SBMPTN, diantaranya Seleksi Mandiri Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga, Universitas Sebelas Maret, dan Seleksi Mandiri Masuk Perguruan Tinggi Negeri Wilayah Barat Indonesia atau SMMPTN Barat. Hanya SMMPTN Barat yang memberikan hasil memuaskan, yaitu saya diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Akan tetapi, saya tidak mengambil peluang tersebut karena beberapa hal, seperti lokasi yang sangat jauh dari keluarga dan nominal uang pangkal yang tidak disetujui oleh orangtua saya. Mengetahui itu, saya sedikit kecewa, tetapi hal tersebut tidak membuat saya patah semangat dan putus asa. Bahkan, tekad saya untuk menjadi maba FKUI semakin menjadi.
Saya mengulang kembali semua pelajaran yang telah saya pelajari saat SMA. Saya mulai belajar satu bulan setelah pengumuman hasil SBMPTN, yaitu bulan Agustus. Pada saat itu, saya sedang berada di Makassar, Sulawesi Selatan, tempat ayah saya bekerja. Saya mengikuti suatu bimbingan belajar yang kelasnya terdiri dari adik-adik kelas saya yang baru beranjak kelas 12. Memang, saya merasa rendah diri karena saya seorang alumni dari sekolah menengah atas bergengsi di Bandung yang tidak diterima di perguruan tinggi mana pun. Saya terpaksa dan harus ikhlas berjuang bersama adik-adik saya angkatan 2019 untuk tes SBMPTN tahun berikutnya. Saya dan teman-teman baru saya belajar selama tiga jam dan tiga puluh menit setiap harinya, pukul 14.30 sampai dengan pukul 20.00, tetapi kami dapat meminta waktu tambahan untuk memantapkan materi-materi yang kurang dipahami di luar waktu belajar yang ditetapkan.
Mulainya tahun 2019 merupakan suatu peringatan untuk saya dan teman-teman saya bahwa waktu mempersiapkan diri untuk menghadapi Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri tahun 2019 mulai menipis. Kami sudah tidak bisa lagi belajar dengan metode yang itu-itu saja. Fase bimbingan intensif sudah dimulai sejak bulan Januari 2019. Saya pindah ke bimbingan belajar cabang Bekasi karena tugas ayah saya di Makassar telah selesai dan satu-satunya lokasi bimbingan belajar yang terdekat berada di daerah Bekasi, tepatnya di Kemang Pratama.
Ada yang berbeda dengan sistem SBMPTN tahun 2019 dengan tahun 2018. Seleksi SBMPTN tahun 2019 menggunakan sistem Item Response Theory(IRT) melalui Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) yang akan dilaksanakan dua kali dalam satu tahun. UTBK tidak menggunakan sistem penilaian plus empat jika benar dan minus satu jika salah. Sistem penilaian UTBK 2019 adalah meninjau banyaknya peserta tes yang menjawab benar dan banyaknya peserta tes yang menjawab salah kemudian hasil UTBK dapat dilihat di laman resmi untuk selanjutnya diajukan sebagai persyaratan SBMPTN 2019. Oleh karena itu, saya dan teman-teman saya harus menyesuaikan dengan sistem baru SBMPTN tahun 2019.
Tiba saatnya di bulan April 2019 saya mengikuti program karantina untuk lebih mengintensifkan pembelajaran saya demi lolos SBMPTN 2019 dengan nilai UTBK yang sesuai. Saya mengikuti program karantina yang diselenggarakan oleh bimbingan belajar di Sukajadi, Kota Bandung. Hanya terdapat 14 siswa bimbingan belajar yang mengikuti program karantina di suatu hotel di daerah Sukajadi. Hotel tersebut tidak mewah dan tidak reyot. Hotel yang kami tempati sesuai dengan kondisi kami sebagai para pelajar. Terdapat beberapa ruang yang dapat berspesialisasi menjadi kelas-kelas sehingga kami dapat belajar dan dibimbing oleh para mentor di dalamnya.
Bulan Ramadan kami sambut dengan senang hati sembari terus belajar untuk tes UTBK. Selama berpuasa, kami tetap belajar di hotel dengan antusias. Mulai dari 5 Mei hingga 2 Juni 2019, kami menjalankan hari-hari Ramadan kami dengan hidangan iftar dan sahur dalam hotel setelah belajar seharian penuh. Salat malam tidak lupa kami tunaikan setiap malam di masjid terdekat dan terkadang berjemaah di hotel. Saat-saat itulah yang membuat kami merasakan betapa pentingnya kebersamaan dan solidaritas dalam perjuangan untuk masa depan serta hari akhir bagi kami.
Setelah mengerjakan kedua tes UTBK, kami kembali belajar untuk ujian-ujian mandiri sampai dengan tanggal 2 Juni 2019. Ada beberapa teman saya yang memilih ujian mandiri Ujian Tulis (UTUL) Universitas Gadjah Mada dan teman-teman saya yang lain termasuk saya memilih ujian mandiri Seleksi Masuk (Simak) Universitas Indonesia. Pada detik-detik inilah usaha saya akan menentukan peluang kedua saya untuk menjadi seorang mahasiswa, tepatnya mahasiswa fakultas kedokteran.
Hari Idul Fitri jatuh pada tanggal 4 Juni 2019 dan saya rayakan di Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah, bersama keluarga saya. Saat saya melaksanakan salat Idul Fitri, saya berdoa kepada Yang Mahakuasa agar Dia memberikan hasil yang terbaik untuk saya, baik SBMPTN maupun Simak UI. Di tengah semaraknya hari raya, hasil SBMPTN 2019 terus terngiang di benak saya.
9 Juni 2019 adalah tanggal diumumkannya hasil SBMPTN 2019 di laman resmi SBMPTN. Sore hari itu, saya memberanikan diri untuk melihat hasil seleksi dengan mata kepala saya sendiri. Setelah login ke laman, saya mendapatkan kabar gembira bahwa saya diterima menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ). Meskipun bukan pilihan pertama saya, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, saya tahu bahwa itulah hasil yang terbaik yang saya terima dari Tuhan Yang Maha Esa.
Namun, kegembiraan tidak hanya sampai di saat itu. Saya masih akan menempuh Seleksi Masuk Universitas Indonesia pada tanggal 21 Juni 2019. Alasan saya tidak memilih Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam SBMPTN saya adalah nilai-nilai UTBK saya yang kurang mencukupi dan mendukung saya untuk diterima di FKUI. Akan tetapi, saya merasa sangat percaya diri bahwa saya dapat lolos Simak UI dan menjadi mahasiswa FKUI 2019.
Saya mendapat lokasi tes di SMA Negeri 2 Tangerang Selatan, suatu daerah yang cukup asing bagi saya. Tidak ada satu orang pun yang saya kenali di lokasi tes, hanya saya dan diri saya sendiri. Saya mencari ruang tes saya dan menunggu sampai waktu masuk ruang tes tiba. Setelah saya melihat kakak-kakak berjaket kuning dan beberapa guru pengawas hadir, saya mempersiapkan diri untuk masuk ke ruang tes. Ruangan tersebut menjadi saksi bisu usaha-usaha penghabisan saya selama satu tahun ajaran penuh untuk meraih kesempatan kedua mendapatkan gelar mahasiswa kedokteran di Universitas Indonesia tahun 2019.
Dengan rasa percaya diri, saya meninggalkan ruang tes setelah bunyi bel pertanda waktu tes selesai. Saya kembali ke rumah dan beristirahat, mencoba melupakan kejenuhan saya sejenak. Keseharian saya setelah itu adalah mengantar dan menjemput adik saya yang duduk di bangku kelas 2 SD ke sekolahnya.
Hari demi hari, pekan demi pekan saya lewati. Saya telah mendaftar menjadi mahasiswa FKUPNVJ dan membayar Uang Kuliah Tunggal untuk semester 1 di universitas tersebut. Rasa penasaran menghantui saya, apakah saya pasrah menjadi maba FKUPNVJ atau Dia memiliki jawaban kehidupan untuk saya yang lebih baik. Sampai tiba suatu hari, hari yang menentukan impian saya, tekad saya, harapan-harapan saya untuk membanggakan kedua orangtua, di tanggal 31 Juli 2019.
“Selamat, Anda dinyatakan sebagai calon mahasiswa baru Universitas Indonesia” adalah kalimat yang pertama kali saya lihat di laman pengumuman penerimaan mahasiswa baru Universitas Indonesia dengan rincian Program Studi Pendidikan Dokter. Hal tersebut mendeklarasikan kesenangan saya menjadi seorang mahasiswa baru Universitas Indonesia. Saya tidak percaya bahwa segala perjuangan saya, satu tahun menanggur, mengulang pelajaran SMA, terbayar dengan sepadan, bahkan lebih, sehingga saya dapat diterima menjadi mahasiswa baru FKUI 2019.
Terharu dan bangga, kedua rasa tersebut bercampur aduk di dalam lubuk hati saya. Kata-kata tidak dapat mengekspresikan perasaan saya yang senang berapi-api. Tidak saya sangka, saya, seorang Muhammad Ryan Fadillah, akhirnya dapat menggapai mimpi saya, suatu hal yang banyak orang tidak dapat melakukannya. Segala tujuan hidup saya, segala tekad saya, dan intensi saya untuk membanggakan orangtua sudah dimulai dengan diterimanya saya sebagai warga baru makara hijau.
Saya melepas status saya dari mahasiswa baru FKUPNVJ menjadi mahasiswa baru FKUI 2019. Sedih rasanya, seperti mengulang kembali kejadian dengan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Namun, Tuhan Yang Maha Esa selalu memiliki rencana yang tidak pernah kita ketahui dan pasti selalu lebih baik dari rencana sebelumnya.
Dengan diterimanya saya sebagai mahasiswa baru FKUI 2019, saya berharap saya akan menuntaskan tujuan saya setelah lulus kelak menjadi dokter berintegritas untuk negara, agama, keluarga, dan diri saya sendiri. Saya lebih memprioritaskan negara, Indonesia, daripada prioritas lainnya karena itulah tugas seorang dokter, selalu dan tetap mengabdi kepada tanah air tercinta. Tidak saya lupakan agama saya, Islam, rahmat seluruh alam, yang akan menuntun saya sebagai dokter yang bertakwa kepada Yang Mahakuasa, Allah‘azza wa jalla.Tak lupa juga, dedikasi saya untuk keluarga. Saya akan terus membalas kasih sayang dan dukungan kedua orangtua saya dengan cara berbakti kepada mereka serta menjadi suri teladan seorang dokter.
Menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2019 tidak terlepas dari angkatan. Angkatan FKUI 2019 terdiri dari 249 mahasiswa baru. Saya sangat berharap agar kami semua dapat menumbuhkan angkatan yang berintegritas, memiliki kejujuran, komitmen, dan sifat amanah. Saya juga ingin selalu menganyam silaturahmi antar teman-teman seangkatan FKUI 2019, baik selama maupun setelah berkuliah.
Dalam satu tahun kedepan, saya ingin memperoleh Indeks Prestasi Kumulatif yang baik, yaitu di atas 3,5. Kemudian, dua tahun selanjutnya, saya ingin menjadi salah seorang mahasiswa-mahasiswa yang membawa nama baik FKUI dan seluruh Universitas Indonesia dalam dunia perlombaan ilmiah dan sains.
Sepuluh tahun dari sekarang, saya sudah sedang fokus berusaha meraih gelar spesialis bedah saraf. Terakhir, 10 tahun kemudian, saya telah meraih cita-cita saya sebagai seorang dokter yang terpercaya, kompeten, dan berintegritas. Memiliki tiga aspek tersebut akan menandakan saya sebagai dokter yang sukses dalam berkarya dan berkarir.
Saya menitipkan sebuah pesan sederhana bagi para pejuang gelar mahasiswa baru FKUI tahun-tahun selanjutnya. Belajarlah, tidak ada kata terlambat, terus belajar. Janganlah menghilangkan semangat belajar Anda hanya karena hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Belajarlah dan iringi dengan doa. Jika Anda melakukannya, dapat dipastikan, Dia sudah memiliki rencana terbaik untuk Anda.
Kata-kata Mutiara: “Hidup bukan untuk memilih kegagalan atau kesuksesan, tetapi hidup adalah untuk gagal, gagal, gagal dengan tujuan akhir kesuksesan.” (Muhammad Ryan Fadillah, 2019)
Comentarios