NARASI PERJUANGAN - NADA IRZA SALSABILA
- FKUI 2019
- Aug 18, 2019
- 8 min read
Narasi Perjuangan
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Halo teman-teman! Namaku Nada Irza Salsabila, alumni SMAN 34 Jakarta angkatan 2019. Alhamdulillah sekarang aku melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2019. Lewat tulisan ini, aku ingin bercerita sedikit tentang perjuanganku sampai akhirnya aku berhasil menjadi mahasiswi FK UI. Dan semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi kita semua, terutama untuk kalian yang juga bermimpi menjadi salah satu mahasiswa FK UI pada tahun mendatang.
Sebelumnya, aku akan mulai dari bagaimana aku memandang FK UI lebih dahulu. Sejak kecil aku memang terbiasa tinggal di lingkungan keluarga yang concern terhadap pendidikan, dimulai dari sana lah aku mengenal—baru sebatas—Universitas Indonesia. Waktu kecil aku belum mempunyai cita-cita yang konsisten, namun sejak dulu aku memang selalu bermimpi untuk bisa menjadi salah satu mahasiswa UI yang sejak lama telah tercatat sebagai universitas terbaik di Indonesia. Beranjak ke sekolah menengah pertama, tiba-tiba saja hatiku menetapkan sebuah cita-cita yang harus dicapai. Aku ingin jadi dokter, sebuah panggilan hati begitu merasakan terpuruknya kesehatan masyarakat Indonesia. Satu hal yang ada dalam pikiranku waktu itu, ‘aku harus masuk FK UI agar bisa menjadi dokter hebat dan membantu memperbaiki kualitas kesehatan negeri ‘.
Dalam sudut pandangku, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu bukan hanya sekedar gengsi semata. Tapi menurutku, FK UI itu adalah sebuah lembaga pendidikan yang mencetak dokter-dokter hebat generasi emas penerus bangsa. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bukan hanya meluluskan dokter-dokter cerdas, namun juga kompeten, berintegritas tinggi dan rela mengabdi untuk tanah air. Terbukti dari banyaknya tokoh membanggakan bangsa yang menjadi lulusan FK UI seperti : dr. Sutomo, dr. Tjipto Mangunkusumo, Wahidin Sudirohusodo, serta banyak tokoh lainnya. Bahkan sejak dulu terbukti bahwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menunjukan kiprahnya dalam perjuangan bangsa Indonesia. Pandangan inilah yang membentuk motivasi kuat ke dalam pikiranku agar bisa menjadi bagian dari keluarga besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Seperti tadi yang kutulis sebelumnya, motivasi untuk masuk menjadi mahasiswi FK UI telah mengakar kuat sejak aku SMP. Banyak hal yang membuatku bisa memantapkan diri dalam cita-cita yang satu ini. Salah satu dari sekian banyak alasan tersebut adalah masih rendahnya kualitas kesehatan di negara kita ini. Kualitas kesehatan masyarakat Indonesia masih terbilang rendah, loh. Contohnya saja, jika kita intip dari satu sudut misalnya sebagai salah satu pengguna kendaraan umum, rendahnya kualitas kesehatan Indonesia dapat kulihat jelas. Misalnya, masih banyak orang yang membuang sampah sembarangan, meludah sembarangan, bahkan sampai buang air kecil pun di sembarang tempat. Tanpa mereka sadari, mereka telah menyumbang ribuan bahkan jutaan virus dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Kesadaran mereka akan kesehatan masih rendah dan pastinya kita sebagai warga negara yang baik harus merasa bertanggung jawab akan hal itu. Lalu belum lagi dengan kesehatan masyarakat terutama di pelosok Indonesia dan daerah perbatasan dengan negara lain. Kesehatan mereka sangat memprihatinkan. Tingginya angka kematian ibu dan anak, malnutrisi, busung lapar, penyakit TBC, malaria, dan banyak penyakit lain seakan mengepung masyarakat Indonesia tanpa ampun. Banyaknya masalah kesehatan ini menjadi penggerak hatiku untuk mengabdi menjadi dokter yang berdedikasi bagi bangsa ini.
Tapi lebih dari itu, ada sebuah motivasi lebih besar daripada hal di atas. Aku ingin membanggakan orang tuaku, itulah motivasi terkuat yang membuatku berambisi dan rela untuk mengejar cita-cita ini.
Usaha mewujudkan cita-cita ini bukanlah hal yang bisa dilupakan begitu saja. Butuh bertahun-tahun pengorbanan dan keikhlasan dalam mengejar cita-cita ini. Rasanya masih segar di ingatan bagaimana kerja kerasku untuk masuk Sekolah Menengah Atas favorit yang memiliki peluang besar tembus jalur SNMPTN ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Begitu juga dengan masa SMA, saya harus berusaha keras menjaga nilai-nilai agar bisa lolos ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya harus rela memanfaatkan waktu lengang saya untuk mengejar materi dan mengerjakan tugas-tugas demi menstabilkan nilai. Namun sayang, pada saat itu SNMPTN bukanlah jalur terbaik yang diberikan Allah SWT. padaku. Jujur, saat itu mentalku sempat anjlok. Terbayang dibenakku bahwa nantinya aku harus melewati tahap SBMPTN yang mana saat itu aku belum banyak persiapan untuk menempuh ujian tulis alias UTBK. Beberapa hari sempat berlalu dengan penyesalan, bahkan terkadang aku meruntuki kurangnya kerja keras dalam usahaku. Lepas dari pengumuman SNMPTN, kugunakan berhari-hari untuk merenung. Kurang kah usahaku selama tiga tahun? Atau aku kurang banyak berdoa? Atau malah, ternyata menjadi dokter bukan jalan yang terbaik bagiku? Pertanyaan semacam itulah yang memenuhi benakku setelah gagal SNMPTN. Sampai akhirnya aku sadar, perjuanganku belum selesai sampai SNMPTN saja, ‘kan? Sejak itu, kuusir pikiran pesimis itu jauh-jauh. Masih ada seribu jalan menuju Roma, jika bukan jalan yang pertama maka aku bisa berusaha lewat jalan yang lainnya.
Lewat pemikiran itulah—dan juga dengan dukungan keluargaku—aku mulai kembali bangkit. Semua soal latihan SBMPTN aku coba kerjakan, mulai membaca materi ulang dari awal dan menghafal trik-trik cepat menyelesaikan soal sulit. Perlu dicatat, aku tidak mengikuti kegiatan bimbingan belajar tatap muka seperti yang kebanyakan orang lakukan. Aku termasuk tipe orang yang lebih suka menekuni pelajaran sendiri sehingga aku memilih tidak mengikuti bimbingan belajar. Namun ternyata pilihanku untuk tidak mengambil bimbel sempat membuatku kalang-kabut saat melihat soal-soal SBMPTN. Bayangkan, aku baru benar-benar belajar materi SBMPTN setelah pengumuman SNMPTN, dan dikondisi ‘belum pengalaman apa-apa’ aku harus sudah siap mengerjakan soal SBMPTN demi tembus ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jenuh? Sudah pasti. Menangis? Hampir jadi kebiasaan baruku tiap hari saat tidak bisa menyelesaikan soal latihan SBMPTN. Putus asa? Nyaris saja, tapi ternyata dukungan keluargaku dan cita-citaku masih jauh lebih kuat daripada semua itu.
But over all, ternyata tempaan mental seperti ini lah yang membuat semangatku tambah membara.
Akhirnya aku mencoba untuk ikhlas menjalani serangkaian kegiatan SBMPTN, toh apapun yang terjadi yang penting aku sudah berusaha semaksimal mungkin. Minggu-minggu berlalu setelah pelaksanaan UTBK ku isi dengan berdoa sebanyak-banyaknya. Berdoa semoga Allah SWT. menunjukkan jalan yang terbaik untuk masa depanku. Tidak lupa meminta keridhaan orang tua supaya jalanku nanti semakin lancar. Sampai tibalah hari pengumuman hasil UTBK, jujur aku sempat pesimis begitu melihatnya. Cukup besar sih, namun saat itu aku masih tidak yakin nilaiku bisa bersaing dengan nilai-nilai tinggi se-Indonesia. Disaat-saat itulah aku hanya punya satu senjata, bertawakal kepada Yang Maha Kuasa. Tidak ada hari tanpa berdoa karena aku yakin saat itu hanya doa dan kuasa Tuhan yang bisa mengubah segalanya. Tidak sampai situ saja, kebimbangan kembali menyerang begitu aku harus submit pilihan di SBMPTN. Dilema antara tetap memilih FK UI dengan konsekuensi besar—mungkin saja aku terlempar lagi pada seleksi SBMPTN—atau mengambil program kedokteran di lain tempat sebagai pilihan teraman jika aku ingin lolos SBMPTN. Namun Alhamdulillah, hanya karena pertolongan Allah, tiba-tiba keyakinan untuk masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia kembali merasuki hatiku dan makin kuat sehingga aku kembali mantap untuk memilih fakultas yang telah aku idam-idamkan bertahun-tahun lamanya.
Berminggu-minggu terasa berjalan amat lambat ketika aku menunggu hasil pengumuman seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN). Rasanya cukup mencekam, sebelas dua belas seperti menunggu vonis dakwaan pengadilan. Jelas saja, aku seperti sedang di ujung tanduk. Apalagi aku juga mengikuti beberapa sistem peringkat nilai UTBK yang diadakan beberapa platform pendidikan yang menyatakan nilai UTBK yang kuraih nyaris tersingkir dari fakultas perguruan tinggi negeri idamanku. Namun seperti sebelum-sebelumnya, kekuatanku hanyalah doa dan kuasa Allah SWT. Jadi, di minggu-minggu menjelang pengumuman aku selalu menguatkan doaku supaya aku bisa terpilih menjadi salah satu orang yang berhasil lolos di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Minggu-minggu berlalu, hari-hari berlari, dan detik-detik silih berganti hingga akhirnya tiba lah waktu pengumuman SBMPTN 2019. Jujur, sebenarnya dari beberapa hari menjelang pengumuman SBMPTN aku telah berencana membuka laman pengumuman akhir-akhir saja. Takut terjadi buffering--karena terlalu banyak orang yang mengakses--dan membuatku makin dag dig dug jika harus menunggu halaman loading. Jadi pada siangnya aku lebih memilih berjalan-jalan bersama keluarga dan melupakan dulu soal pengumuman hasil SBMPTN hari itu. Sayang sekali ternyata keinginanku untuk melupakan soal pengumuman tidak berjalan lancar sama sekali. Bukannya bisa dilupakan, pembicaraan soal hasil SBMPTN malah berdengung ramai di telinga. Banyak orang-orang di sekitar yang sudah bersorak-sorak karena diterima dalam seleksi nilai UTBK di kampus impiannya, namun cukup banyak juga orang yang berseru gelisah karena mereka tidak berhasil lolos di SBMPTN 2019. Tentu saja pembicaraan seputar SBMPTN dan UTBK cukup untuk membuat telingaku terganggu. Kira-kira aku ada dalam posisi yang mana? Bersorak gembira karena diterima di FK UI atau malah menangis gelisah begitu melihat tulisan merah pengumuman SBMPTN?
Seketika keputusanku untuk membuka laman pengumuman seleksi bersama masuk perguruan tinggi langsung goyah. Rasanya tanganku sangat gatal untuk membuka laman pengumuman, tapi hatiku malah terus-terusan menolak dan menyuruhku menunggu malam untuk membuka laman keramat itu. Sayang sekali pembicaraan tentang hasil seleksi makin terdengar, begitu pun dengan orang tuaku yang sempat beberapa kali menyuruhku untuk membuka hasil pengumuman. Ditambah aku juga jadi makin penasaran akan hasil yang diterima--meski tanganku terus dingin karena gugup--jadi pada petang hari, saat jam di swalayan menunjukan sekitar pukul lima sore, aku memutuskan untuk membuka laman hasil seleksi SBMPTN 2019.
Takut? Iya, aku takut sekali untuk melihat hasil pengumuman yang ada. Butuh waktu beberapa menit bagi laman pengumuman untuk membuka hasil pengumuman—untuk informasi, aku langsung membuka pengumuman dari mirror web laman utama yaitu melalui website UI—agar tidak terjadi crash dengan pengguna lain saat mengakses. Saat itu aku sudah cukup memantapkan hati bahwa apa yang kulihat di halaman itu pasti adalah yang terbaik bagiku. Bahkan jika yang terjadi aku terlempar dipilihan kedua atau kemungkinan terburuknya aku malah tidak berhasil lolos di SBMPTN 2019. Pikiran itu lah yang berusaha aku sugestikan ke dalam kepalaku begitu tampilan putih muncul di layar ponsel. Butuh beberapa detik lamanya sampai akhirnya muncul beberapa bait tulisan hitam di layar. Jantungku terasa berdebar lebih cepat, kubaca pelan-pelan pengumuman yang terpampang itu. Tulisan pertama adalah selamat. Itu cukup mengesankan dan menenangkan karena setidaknya aku lolos di SBMPTN kali ini. Lalu lanjut ke tulisan selanjutnya yang memamerkan nama lengkap dan nomor pesertaku. Mataku terus turun hingga menjumpai tulisan 'berhasil diterima di pendidikan dokter Universitas Indonesia'.
Detik itu aku sempat linglung, serius? Apa aku yang salah baca?
Akhirnya aku mengulang hingga beberapa kali tulisan tersebut dan bacaannya tetap sama. Nyaris saja aku menjerit tidak percaya bahwa akhirnya aku diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia--tapi ternyata akal sehatku masih mengingatkan aku berada di kerumunan orang ramai. Yang bisa aku lakukan adalah tersenyum lebar menahan jeritan senang sembari mengucapkan alhamdulillah serta mengisyaratkan kata 'lolos di FK UI' kepada keluargaku. Kontan saja mereka langsung ikut mengucap hamdalah dengan wajah berseri dan memelukku erat sebagai ucapan selamat.
Iya, aku lolos. Lolos setelah perjuangan berbulan-bulan yang penuh kerja keras, kegelisahan, dan tangisan nyaris menyerah.
Tapi nyatanya perjuanganku belum berhenti sampai di sini saja. Sebenarnya perjuanganku baru saja dimulai saat terpampang tulisan 'selamat atas diterimanya anda di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia’. Masih banyak hambatan, tantangan, dan banyak hal lain yang menunggu untuk aku hadapi di depan sana. Tujuanku bukan hanya sekedar menjadi mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, banyak sekali harapan lain yang ingin kuraih di masa mendatang. Khusus untuk diriku, aku ingin menggapai prestasi-prestasi membanggakan di kuliah nanti seperti menjadi mahasiswa berprestasi, menjadi perwakilan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di setiap pertandingan atau kegiatan, juga tentunya mengharumkan nama FK UI di setiap pertandingan dari nasional sampai kancah internasional. Pastinya lewat prestasi tersebut aku ingin membanggakan dan membahagiakan kedua orang tuaku. Semoga juga aku dapat mewujudkan cita-citaku untuk mengabdi pada negara dan masyarakat Indonesia di bidang kesehatan. Dan tidak lupa, semoga lewat prestasi-prestasi itu aku dapat mengharumkan nama angkatanku.
Dalam satu tahun ke depan, aku sudah berencana untuk mulai mencicil keberhasilan masa depanku. Aku akan belajar sungguh-sungguh agar bisa mencapai impianku menjadi salah satu dokter berpengaruh di Indonesia yang bisa meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Tiga tahun ke depannya, aku memiliki target yaitu harus sudah lulus dengan gelar cum laude dan menjadi salah satu lulusan terbaik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sepuluh tahun selanjutnya, aku berencana mengambil program pendidikan spesialis yaitu spesialis kejiwaan yang sudah kuimpikan sebelumnya. Dan mungkin, dua puluh tahun selanjutnya aku sudah memegang jabatan penting di bidang kesehatan--misalnya sebagai Menteri Kesehatan RI--dan terus berinovasi agar kesehatan bangsa menjadi prioritas utama dan makin baik lagi.
Lewat tulisan ini, aku ingin berpesan untuk kalian yang juga bermimpi untuk menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bermimpilah setinggi bintang di langit karena meski kalian jatuh, kalian masih berada di antara bintang-bintang lainnya. Jangan ragu, jangan takut, dan jangan setengah-setengah dalam bermimpi. Tapi mimpi hanya sekedar bualan belaka tanpa usaha, jadi jangan lupa berusaha keras untuk lolos di FK UI. Jangan mudah terpengaruh oleh pikiran skeptis yang berkata seakan-akan kita tidak bisa masuk ke FK UI. Yang terakhir, jangan lupa berdoa, mencari ridha Tuhan dan ridha orang sekitar terutama orang tua. Karena hanya dengan kuasa Tuhan lah apapun bisa terjadi.
"Berkerja keraslah, berusahalah, berjuanglah, baru setelah itu serahkanlah semua hasilnya pada Tuhan. Terakhir, percayalah. Semua yang terjadi adalah berkah terbaik yang diberikan Tuhan kepada kita."
Kommentare