top of page
Search

Narasi Perjuangan - Nadhifa Salsabila

  • Writer: FKUI 2019
    FKUI 2019
  • Aug 19, 2019
  • 8 min read

Sebelum saya memulai narasi perjuangan ini, izinkan saya untuk memperkenalkan diri. Perkenalkan nama saya Nadhifa Salsabila,sering dipanggil nadhifa atau dhifa. Saya merupakan mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2019. Saya berasal dari SMAN 81 Jakarta. Saya merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Keinginan saya untuk menjadi dokter sudah ada sejak kecil. Sebagian besar alasan mengapa saya ingin menjadi dokter adalah kedua orang tua saya. Biasanya saat kecil ditanya ingin menjadi apa, banyak anak yang ingin menjadi seperti orang tua nya. Mungkin itu juga yang terjadi kepada saya. Saya ingin menjadi seperti orang tua saya, sering kali saya ikut ayah saya ke rumah sakit dan melihat pekerjaan nya,bagaimana dia menangani pasiennya dan kerja tim yang ada di rumah sakit untuk membantu pasien, ini membuat saya yakin ingin menjadi seorang dokter. Belakangan ini, saya sering bolak balik ke rumah sakit karna ikut mengurus kakek saya yang terkena sakit parah. Ketika saya mengurus kakek saya,saya bisa melihat bagaimana dokternya merawat kakek saya. Dedikasi yang diberikan untuk membuat pasiennya merasa lebih baik dan sehat, saya makin yakin ingin menjadi seorang dokter. Jika melihat ada orang yang sakit, saya merasa terpanggil untuk ikut membantu.

Untuk menggapai cita cita saya, saya ingin melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Untuk jurusan kedokteran, pastilah hampir semua orang ingin melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Karena FKUI merupakan fakultas kedokteran terbaik se-Indonesia dan salah satu fakultas kedokteran tertua di Indonesia. Dan terbukti dari lulusannya yang berkualitas. Salah satu contohnya adalah menteri kesehatan Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek,SP.M(K). Alasan lain saya juga karena saya ingin meneruskan kedua orang tua saya yang merupakan ILUNI FKUI.

Namun, perjuangan untuk mendapatkan FKUI tidaklah mudah. Dimulai dari SNMPTN yang menggunakan nilai rapot semester 1-5. Saat semester 1 nilai rapot saya tidak terlalu bagus. Rata-rata 6 mata pelajaran IPA nya hanya kisaran 83. Saat itu saya takut dengan melihat nilai saya yang hanya segitu apakah bisa mendapatkan FKUI di jalur SNMPTN. Karna banyak yang bilang jika ingin diterima di FKUI lewat jalur SNMPTN, rata-rata nilai 6 pelajaran IPA nya mulai dari semester 1-5 harus diatas 90. Saya pun termotivasi untuk belajar lebih giat lagi untuk meningkatkan nilai saya. Namun ternyata nilai saya hanya naik sedikit, tidak terlalu signifikan. Lalu saat semester 3 saya di sibukkan oleh intensif latihan Olimpiade Sains kimia. Perhatian saya sempat hanya terfokus dengan olimpiade kimia tersebut. Setiap hari saya izin dari kelas untuk belajar dan latihan soal olimpiade di perpustakaan. Setelah melewati banyak belajar dan latihan soal kimia, saya pun mengikuti olimpiade kimia tersebut. Namun saa tidak lolos dari tingkat kabupaten/kota. Setelah olimpiade selesai, saya kembali fokus ke pelajaran sekolah saya, karena saya banyak sekali tertinggal. Dengan bantuan teman-teman dan guru-guru saya, saya bisa mengejar kembali pelajaran-pelajaran yang saya lewati. Lalu saya kembali teralihkan oleh kepengurusan ekskul dimana saya menjadi bendahara ekskul band. Namun itu tidak membuat saya tertinggal pelajaran. Nilai rapot semester 3 saya cukup naik karena terbantu juga dengan saya mengikuti olimpiade kimia. Berlanjut ke semester 4 yang pada akhirnya nilai rapot semester 4 saya naik. Di akhir semester 4 dan awal semester 5 saya di sibukkan kembali dengan organisasi KP-AMPO yang tugasnya mengurus pemilihan pengurus osis dan MPK hingga proses pelantikannya dan saya menjadi panitia salah satu program kerja osis yaitu pancawarna yang merupakan drama musikal. Awalnya saya sempat merasa kewalahan karena jadwal nya yang setiap hari sangat padat. Belum lagi saya harus mempersiapkan untuk berbagai ujian yang akan saya hadapi. Namun pada akhirnya saya bisa membagi waktu saya dengan baik sehingga pelajaran saya tidak terganggu. Setelah pembagian rapot semester 5, saya langsung merata-ratakan nilai 6 mata pelajaran IPA saya dari semester 1-5. Dan ternyata nilai saya belum memuaskan. Karena saya melihat nilai rata-rata dari 6 mata pelajaran IPA dari angkatan atas saya yang diterima di FKUI lewat jalur SNMPTN, nilai rata-rata 6 mata pelajarannya diatas 90. Sedangkan nilai rata-rata saya belum menyentuh nilai 90. Saat pembagian kuota SNMPTN, alhamdulillah saya mendapat kuota untuk bisa mendaftar di SNMPTN. Sebelum memilih pilihan untuk SNMPTN, saya diharuskan untuk berkonsultasi dengan guru BK di sekolah mengenai jurusan yang akan dipilih. Ketika ditanya apakah saya tetap ingin memilih FKUI di pilihan saya, saya menjawab ya. Saya sudah sepakat dengan orang tua saya untuk tetap memilih FKUI walaupun sangat kecil kemungkinan diterimanya. “Ngapain ngambil FKUI di undangan, gabakal dapet,” itu yang dikatakan oleh teman-teman dan guru di sekolah saya. Saya sengaja menaruh FKUI di pilihan saya karna saya bertekad dan yakin untuk berjuang lebih keras lagi untuk mengejar nya di SBMPTN yang menggunakan nilai Ujian Tulis Berbasis Komputer(UTBK). Walaupun saya harus bersaing dengan beribu-ribu orang yang ingin masuk. Saya les di bimbel setiap hari hinggal malam, lalu lanjut lagi belajar di rumah. Saat try out di bimbel nilai saya masih kurang memuaskan. Pada TO pertama saya hanya mendapatkan nila idi kisaran 40%, pada TO kedua nilai saya di kisaran 42%. Orang tua saya juga bertanya mengapa nilai TO saya masih selalu kurang. Dari situ saya belajar lebih giat lagi. Sering juga teman-teman saya datang ke rumah untuk belajar bareng. UTBK 1 pun saya ikuti. Selama menunggu pengumuman nilai UTBK 1 saya tetap belajar untuk persiapan UTBK 2. Dan hasil nilai UTBK 1 saya kurang memuaskan. Nilai saya di kisaran 640-650. Untuk masuk di Fakultas Kedokteran, nilai tersebut masih kurang. Lalu saya belajar lebih giat lagi untuk mengejar nilai lebih tinggi di UTBK 2, mengerjakan ulang soal-soal yang sudah ada, menambah latihan soal, dan mempelajari lagi materi yang kurang saya kuasai. Saat itu sedang bulan puasa, jadi saya juga memanfatkannya untuk lebih banyak beribadah. Setelah mengerjakan banyak latihan soal, saya merasa cukup siap untuk UTBK 2. Lalu tibalah saat UTBK 2. Saat mengerjakan UTBK 2, saya sedang sakit. Asma saya sedang kambuh. Namun saya tetap berusaha semaksimal mungkin. Setelah UTBK 2, saya lanjut lagi belajar untuk persiapan ujian mandiri. Karena untuk persiapan jika hasilnya kurang memuaskan. Tidak lupa saya terus berdoa untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Lalu saat pengumuman hasil nilai UTBK 2, saya cukup senang dengan hasilnya. Hasil UTBK ke 2 saya cukup memuaskan, nilai saya naik cukup tinggi dengan rata-rata nilai 704,5. Untuk mendaftar SBMPTN,saya berkali kali konsultasi dengan guru di bimbel, karena menurutnya dengan kedua nilai UTBK saya itu, masih belum cukup untuk diterima di FKUI. Namun saya dan orang tua saya sepakat untuk tetap memilih FKUI di pilihan pertama. Karena jika memang saya tidak diterima di FKUI lewat jalur SBMPTN, saya akan tetap berjuang untuk mengejar nya di SIMAK UI. Saat pendaftaran SBMPTN pun saya memilih FKUI di pilihan pertama dan di pilihan kedua nya FK di universitas lain. Orang-orang di sekitar saya menanyakan “yakin masih mau masuk FKUI?”, saya memang sempat goyah karena tidak yakin apakah saya pantas untuk menjadi mahasiswa FKUI. Namun saya masih bertekad untuk mencoba. Saya ingin membuktikan kepada mereka dan diri saya sendiri bahwa saya pantas untuk menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Setiap hari saya berdoa agar diterima lewat jalur SBMPTN ini. Selama menunggu pengumuman SBMPTN, saya masih tetap belajar untuk persiapan ujian mandiri. Bolak balik saya ke tempat bimbel untuk kelas intensif SIMAK UI. Tanggal 9 juli, saat yang sangat menegangkan yaitu pengumuman SBMPTN. Saat itu saya sedang bersama adik saya di salah satu mall di Jakarta. Ketika pengumuman sudah dibuka saya langsung nangis melihat tulisan ‘dinyatakan tidak diterima pada SBMPTN LTMPT 2019.’. Saya tidak diterima di kedua pilihan saya. Sedih, kecewa, dan down itu yang saya rasakan saat itu. Saya takut tidak mendapatkan perguruan tinggi. Sempat saya hampir menyerah, namun orang tua dan teman-teman saya selalu memberi dukungan dan mendorong saya agar tetap berusaha dan semangat. Saya disuruh untuk memperbanyak ibadah oleh orang tua saya dan saya pun melakukannya. Lalu saya belajar sangat giat untuk tes mandiri di berbagai universitas dan SIMAK UI kelas reguler dan KKI, bahkan hingga tengah malam saya masih mengerjakan soal. Setiap hari saya datang ke tempat bimbel untuk belajar intensif hingga malam. Bahkan hingga sehari sebelum tes SIMAK UI saya masih datang ke tempat bimbel untuk belajar. Saat pengumuman hasil tes mandiri di universitas lain, lagi-lagi saya di tolak di FK. Saya pun mencoba di ITB mengambil Sekolah Farmasi. Rencana saya, jika memang tidak diterima di FKUI, saya akan mengambil Sekolah Farmasi ITB. Kenapa? karena farmasi masih berhubungan dengan bidang kesehatan. Saya kadang berfikir, mungkinkah saya tidak ditakdirkan untuk menjadi seorang dokter. Dan saya pun diterima di SF ITB. Namun memang, cita-cita saya dari dulu adalah menjadi dokter. Saya pun masih berusaha di SIMAK UI untuk mendapatkan FK. Saya berfikir setidaknya saya harus melakukan semua usaha yang saya bisa untuk mengejar cita-cita saya. Saya berharap bisa diterima di FKUI kelas reguler ataupun internasional. Disaat menunggu pengumuman SIMAK UI saya selalu berdoa dan orang tua saya selalu berdoa. Kadang saya sedih melihat orang tua saya begitu stres karna harus mengurusi banyak hal. Disaat pengumuman SIMAK UI, seharusnya saya pergi ke bandung untuk besoknya daftar ulang. Di saat itu saya sudah pasrah dengan apapun yang Allah berikan. Karena saya yakin setiap orang memiliki rezekinya masing-masing. Dan benar saja Allah mempunyai jalan tersendiri untuk makhluknya. Pukul 14.00, ibu saya menelfon dan memberi tahu bahwa saya diterima di FKUI kelas reguler. Saya langsung sujud syukur dan menangis tanpa henti karena bahagia dan terharu. Terasa seperti mimpi. Saya berkali kali mengecek ulang apakah benar saya diterima. Sampai sampai saya meminta teman saya untuk mengecek nya. Dan memang benar saya diterima di FKUI kelas reguler. Saya pun tidak jadi ke Bandung. Orang tua saya menangis karena bahagia saat mengetahui saya diterima di FKUI. Ibu saya yang tadinya sedang acara langsung bergegas pulang untuk memeluk saya. Sampai saat ini masih terasa seperti mimpi menjadi mahasiswa FKUI.

Perjuangan saya akhirnya membuahkan hasil. Dan tentunya karena dorongan dan doa orang tua, keluarga, dan teman-teman saya. Saya selalu percaya bahwa Allah pasti memberi jalan terbaik.

Dengan diterimanya saya sebagai mahasiswa FKUI 2019, saya berharap bisa melaksanakan amanah uang sangat besar ini dengan maksimal. Saya berharap bisa berkembang di bidang akademis, organisasi, kemampuan komunikasi, dan mengembangkan soft skillsaya. Saya ingin bisa terus membanggakan dan membahagiakan kedua orang tua saya. Saya berharap bisa menjadi seorang dokter yang dapat berguna bagi masyarakat, berkontribusi besar di berbagai kalangan masyarakat. Saya juga ingin bisa membanggakan FKUI dengan menjadi mahasiswa berprestasi dan saya berharap Universitas Indonesia dapat semakin maju. Saya berharap bisa berkontribusi besar dalam memajukan kesehatan Indonesia. Terutama pada daerah-daerah yang masih minim tenaga dan pelayanan kesehatan.

Pada tahun pertama saya di FKUI, saya ingin sudah bisa beradaptasi dengan kehidupan perkuliahan, mencoba aktif dalam organisasi dan kepanitaan, mendapatkan IPK yang memuaskan. Dalam 3 tahun kedepan saya ingin bisa tetap menjaga IPK saya memuaskan, ingin mengikuti Kuliah Kerja Nyata. Saya ingin berusaha untuk lebih aktif dalam berorganisasi untuk bisa mengembangkan kemampuan sosial saya. Saya juga ingin mengikuti berbagai kompetisi. Lalu dalam 5 tahun kedepan, saya berharap sudah berhasil menjadi seorang dokter yang sudah siap untuk mengabdi pada masyarakat di bidang kesehatan, bisa berguna bagi bangsa dan negara. Dalam 10 tahun kedepan, saya ingin sudah menjadi spesialis paru yang berkompeten, memiliki keluarga, dan kehidupan keluarga saya tercukupi. Dan saya ingin saat 20 tahun kedepan, saya melanjutkan pendidikan S3, menjadi guru bagi calon-calon dokter muda baru, dan berkontribusi banyak dalam bidang kesehatan bagi bangsa dan negara ini.

Pesan saya bagi para pejuang FKUI di luar sana yang hebat, gunakanlah waktu kalian dengan sebaik mungkin untuk mempersiapkan ujian. Jangan mengandalkan agar diterima di SNMPTN, melainkan belajarlah untuk berjuang di SBMPTN. Belajarlah dengan giat, kerjakanlah latihan soal yang banyak, dan pahami dasar dari materinya. Karena jika hanya mengandalkan diterima di SNMPTN, dan ternyata tidak dapat. Kalian akan kecewa dan belum mempunyai persiapan untuk SBMPTN. Tetap semangat! Jangan mudah menyerah. Lakukan apapun semaksimal mungkin, dan perbanyaklah doa dan ibadah. Serahkan hasilnya kepada Yang Maha Esa. Karena sesungguhnya seberapa pun kita berusaha, hasilnya ada pada tuhan. Tuhan pasti memberi jalan terbaik untuk kita. Jika nanti kalian mengalami kegagalan atau merasa gagal, ingatlah bahwa tidak ada usaha yang sia-sia, setiap orang sudah memiliki jalannya masing-masing. Boleh jatuh, tetapi harus bangkit lagi. Memang perjuangan ini sama sekali tidak mudah, harus bersaing dengan begitu banyak nya orang-orang hebat, tetapi yakinlah bahwa tidak ada yang tidak mungkin, dengan usaha maksimal, tekad yang kuat, dan doa yang banyak pasti akan membuahkan hasil. Ingat lah ini: “if plan A didn’t work, the alphabet still has 25 more letters.”

 
 
 

Recent Posts

See All
Narasi Perjuangan - Mucica Safitri

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Hallo semua, dalam tulisan ini saya ingin menceritakan banyak hal dan kisah menarik secara...

 
 
 

Comentarios


© 2019 by FKUI 2019. Proudly created with Wix.com

bottom of page