NARASI PERJUANGAN -- NATHANIEL GILBERT DYSON
- FKUI 2019
- Aug 19, 2019
- 8 min read
Apa yang Anda pikirkan pertama kali jika ditanya soal cita-cita Anda? Kebanyakan orang yang normal akan menjawab berbagai profesi yang mempunyai potensi untuk mendapatkan banyak uang. Sebagian juga mungkin menjawab profesi-profesi yang sesuai dengan hobi mereka. Atau setidak-tidaknya mereka pasti bermimpi untuk bisa mendapatkan uang dari melakukan apa yang mereka sukai. Hanya segelintir orang saja yang mungkin menjawab ingin melakukan berbagai aksi sosial, kerja sosial di daerah dengan 3T, yaitu daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar. Atau ingin membantu sebanyak mungkin umat manusia sehingga hidupnya dapat berguna bagi banyak orang. Tidak mengherankan jika kebanyakan orang normal memilih ingin menjadi seorang yang hebat dan punya banyak uang. Saya pun termasuk pada kelompok materialistis, yaitu mereka yang tentunya mementingkan harta duniawi, uang, jabatan, dan kekuasaan di dunia, ketimbang berbuat baik untuk menebus upah yang di sorga. Namun, itu dulu.
Halo! Perkenankan saya untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada teman-teman sekalian. Nama lengkap saya Nathaniel Gilbert Dyson, atau yang seringkali dipanggil Niel oleh teman-teman dekat saya. Saya berasal dari SMA Kristen 1 BPK Penabur Jakarta. Saya terlahir dalam sebuah keluarga Kristiani yang taat. Orangtua saya sejak dini sudah menekankan dan mengajarkan berbagai nilai-nilai kebaikan dan berharap suatu hari nanti saya bisa mengaplikasikannya ketika saya sudah dewasa. Masa kecil saya bisa dikatakan berjalan dengan baik, sekolah saya lancar, baik secara akademis maupun non akademis saya bisa berprestasi. Namun, masalah mulai datang ketika saya bertemu dengan keluarga besar saya, dan banyak yang menanyakan tentang cita-cita saya, ketika sudah besar nanti mau menjadi apa. Sejak saat itu, pikiran tentang cita-cita sedikit menjadi beban pikiran saya selama beberapa bulan. Saya pun bertanya kepada orangtua saya, bagaimana cara mengetahui cita-cita saya. Namun, mereka hanya tersenyum dan berkata bahwa saya harus mencari tahu sendiri apa yang saya sukai. Dari situlah baru saya bisa menentukan cita-cita saya. Suatu hari, keluarga saya mendapatkan sebuah kabar dukacita, kakek saya telah dipanggil pulang oleh Sang Pencipta. Kepergian beliau yang tiba-tiba sangat menyakitkan dan menyedihkan. Kakek saya meninggal karena serangan jantung. Saya yang sejak kecil sangat dekat dengan kakek saya menjadi sangat terpukul. Selama ini, kakek sayalah yang selalu membantu saya ketika saya sedang kesulitan. Namun, di saat itu juga, dada saya terasa sakit karena tidak bisa menolong kakek saya pada saat beliau mengalami gejala serangan jantung. Apalagi, saat keluarga saya menelepon rumah sakit untuk meminta ambulans datang, ambulans dan dokter terlambat datang, sehingga nyawa kakek saya tidak bisa diselamatkan. Setelah kejadian itu, ibu saya sangat sedih dan stres selama beberapa minggu. Saya pun tidak tega melihatnya. Dan sejak saat itu, saya jadi sangat termotivasi untuk menjadi seorang dokter. Motivasi awal saya adalah agar bisa membantu semua orang yang saya kasihi apabila mereka sedang sakit. Sejak saat itu pula, kecintaan saya terhadap dua medis dan kedokteran tumbuh. Saya mulai bangga ketika ada yang menanyakan cita-cita saya karena saya sudah tau akan menjadi apa ketika dewasa nanti. Dengan lantang dan bangga saya pun menjawab : Saya ingin menjadi seorang dokter!
Universitas Indonesia, salah satu universitas terbaik di Indonesia. Namun, bagi saya, terbaik berarti satu yang paling tinggi, sehingga saya kurang setuju dengan ungkapan 'salah satu'. Univeritas Indonesia adalah universitas terbaik di Indonesia. Dan memang, terbukti dari sejumlah survei ranking dari berbagai lembaga bahwa Universitas Indonesia adalah kampus terbaik di Indonesia. Bagi pribadi saya sendiri, kampus ini memiliki cerita istimewa yang akan selalu saya simpan dalam hati. Kenangan yang tidak akan saya lupakan meskipun rentan termakan usia. Sejak saya bertekad menjadi seorang dokter, saya mulai mencari-cari kampus apa yang terbaik bagi saya untuk menempuh pendidikan tinggi menjadi dokter. Saya masih sangat ingat ketika saya mencari di kolom pencarian internet di komputer ayah saya, nama pertama yang muncul adalah Universitas Indonesia. Di bawahnya, tercantum foto sebuah gedung tinggi yang berlogo Universitas Indonesia. Baru saya ketahui beberapa tahun setelahnya bahwa gedung itu adalah gedung rektorat Universitas Indonesia. Tempat dimana ribuan pemimpin masa depan dilahirkan. Tempat penyaringan mahasiswa yang layak untuk menempuh pendidikan tinggi di Universitas Indonesia. Sejak saat itu, saya mulai merencanakan dengan matang usaha-usaha yang harus saya tempuh untuk bisa diterima sebagai mahasiswa Universitas Indonesia.
Tentu, perjuangan untuk menjadi mahasiswa Universitas Indonesia merupakan perjuangan yang jauh dari kata mudah. Berbagai halangan dan rintangan pernah saya hadapi. Saya sudah mulai merencanakan apa saja yang perlu saya lakukan sejak pertama kali masuk SMA. Sejak SMA pula, saya mulai aktif ikut dalam perkumpulan siswa pecinta biologi atau yang sering disebut bioclub. Disana, saya bertemu dengan banyak teman-teman yang memiliki hobi yang sama dengan saya. Saya merasa sangat senang karena akhirnya, saya punya teman yang mengerti apa yang saya sukai. Dalam kelompok inilah, saya semakin mencintai pelajaran biologi. Biologi menjadi menyenangkan dan bukan lagi kami anggap sebagai mata pelajaran, melainkan sebagai topik berdiskusi. Dari kelompok ini juga, saya mulai mengikuti perlombaan-perlombaan akademis dalam bidang biologi kedokteran. Dan puji Tuhan saya sempat memenangkan beberapa perlombaan yang saya ikuti. Saya pun menjadi semakin bersemangat dalam belajar, khususnya belajar banyak hal yang terkait dengan dunia kedokteran. Semua berjalan begitu indah dan lancar, sampai suatu hari, ketika saya dan keluarga sedang makan malam bersama. Kami berdiskusi mengenai masa depan saya. Dan ketika saya menjawab bahwa saya tetap ingin menjadi seorang dokter, orangtua saya menasihati dan mengingatkan saya untuk berpikir ulang. Ada beberapa faktor alasan yang mereka sampaikan supaya saya berpikir ulang akan cita-cita saya. Pertama, menjadi seorang dokter sangat jauh dari kata kaya. Dunia kesehatan di Indonesia sudah sangat maju dengan memfasilitasi setiap anggota masyarakat Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk bisa mengakses fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, puskesmas, dan klinik secara gratis. Masyarakat yang sakit atau memiliki gangguan atau masalah kesehatan dapat mengakses fasilitas kesehatan gratis tersebut hanya dengan menunjukkan kartu keikutsertaan program BPJS yang diberikan oleh pemerintah Republik Indonesia. Memang, di satu sisi, hadirnya kartu BPJS ini sangat membantu masyarakat yang kurang mampu untuk mengeluarkan biaya untuk mengakses fasilitas kesehatan. Namun di sisi yang lain, bagi dokter, hadirnya bpjs juga berakibat kurang baik, diantaranya menjadi kurang sejahtera karena biaya yang disubsidi pemerintah lebih kecil alias gaji seorang dokter tidak lagi besar seperti sebelum hadirnya kartu bpjs. Oleh karena itu, motivasi menjadi dokter untuk mendapatkan uang dan menjadi kaya adalah motivasi yang salah dan sangat keliru. Di saat itu juga, pertama kalinya dalam hidup saya, saya merasa ragu untuk melanjutkan mengejar cita-cita saya sebagai seorang dokter. Mengapa demikian? Karena motivasi saya sejak kecil memang untuk membantu orang yang sakit, namun hal itu juga dipicu karena saya melihat kehidupan dokter-dokter yang cukup sejahtera dalam arti dokter adalah profesi yang cukup menjanjikan. Berbulan-bulan saya bergumul dengan pikiran tersebut. Saya berdoa setiap malam meminta Tuhan memberikan jawabanNya, apakah saya harus melanjutkan cita-cita saya sebagai dokter atau tidak. Saya menunggu jawaban Tuhan cukup lama, dan akhirnya, tiga bulan setelahnya Tuhan menjawab doa saya. Bukan lewat suara yang megah dan bergema untuk menjawab saya. Melainkan melalui berita seorang bayi yang meninggal secara tidak berdaya karena terjangkit penyakit langka di pedalaman hutan di Papua, dan diliput oleh salah satu media massa. Saya sangat tersentuh dengan berita tersebut. Saya pun yakin, itu merupakan jawaban Tuhan atas pertanyaan saya. Sejak saat itu, saya pun memaknai profesi dokter dalam perspektif yang berbeda. Saya memutuskan untuk ikhlas dengan apa yang akan Tuhan berikan sebagai bonus bagi saya. Yang saya akan lakukan yaitu membantu sebanyak mungkin orang sakit dan mengikhlaskan mimpi hidup mewah yang pernah saya miliki di masa lalu. Saya menjadi sangat mantap dalam meniti setiap langkah untuk bisa menjadi seorang dokter. Langkah awal saya mulai dengan belajar sungguh-sungguh agar saya bisa diterima ketika mendaftar di Universitas Indonesia melalui jalur undangan, atau yang lebih dikenal sebagai jalur SNMPTN. Saya berusaha melakukan setiap tugas yang diberikan dan mengerjakan setiap ulangan dengan memberikan yang terbaik. Singkat cerita, hari pendaftaran jalur SNMPTN pun tiba, saya ingat betul bagaimana perjuangan untuk mendaftar, server down adalah salah satu halangan yang cukup mengkhawatirkan. Saya begadang untuk mendaftar SNMPTN hingga beberapa hari dan akhirnya pada hari terakhir, saya berhasil mendaftar. Saya pun sedikit lega. Namun, pada saat hari pengumuman hasil SNMPTN tiba, saya cukup terpukul karena mendapati saya tidak lolos seleksi. Namun, saya langsung bangkit dan kembali berusaha dengan keras untuk mempersiapkan diri mengikuti SBMPTN. Setelah Ujian Nasional berakhir, ketika sebagian teman-teman saya sudah bisa menikmati liburan dengan berwisata ke berbagai belahan dunia, saya masih gigih belajar dan melakukan persiapan. Saya mengikuti kelas bimbingan belajar untuk persiapan mengikuti SBMPTN. Setiap hari saya belajar, semua godaan berhasil saya kesampingkan dengan senantiasa mengingat tujuan saya, FKUI. Saat ujian pun tiba, saya berjuang untuk melakukan yang terbaik sehingga dapat memperoleh nilai yang terbaik. Perjuangan tidak selesai disitu, saat mendaftar SBMPTN pun saya mengalami banyak masalah seperti server down.
Singkat cerita, saya pun akhirnya diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan tahun 2019 melalui jalur SBMPTN. Saya sangat gembira dan terharu karena perjuangan yang tidak mudah, dan saya sungguh percaya bahwa ini adalah berkat Tuhan yang Maha Esa. Saya ingat betapa kerasnya saya berdoa dan berusaha. Dan begitu saya membuka pengumuman SBMPTN, saya sangat bersyukur perjuangan saya selama ini akhirnya bisa terbayar.
Saya berjanji akan belajar dengan sungguh-sungguh, supaya kelak saya bisa menjadi dokter yang hebat. Yang tulus membantu setiap orang yang membutuhkan pertolongan saya. Bahkan tanpa imbalan sekalipun. Saya akan sangat bersemangat untuk belajar karena selain doa saya sendiri, masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini juga merupakan hasil doa orangtua, keluarga besar, dan khususnya ini merupakan cara saya untuk membalas kebaikan kakek saya yang tidak bisa saya tolong di masa lalu. Perjuangan ini bukan untuk saya sendiri, melainkan untuk mereka yang senantiasa mendukung saya, untuk mereka yang selalu mendoakan saya, untuk teman-teman yang selalu ada untuk saya, untuk keluarga yang selalu mengetahui dan mencukupkan apa pun yang saya butuhkan, untuk setiap masyarakat yang kelak akan menerima pertolongan saya, untuk Indonesia, dan terlebih khusus untuk kemuliaan nama Tuhan. Saya sungguh sadar akan komitmen saya ini, sehingga saya pun sudah menyiapkan rencana-rencana yang akan saya lakukan selama 20 tahun ke depan. Saya akan berjuang menjadi mahasiswa yang berprestasi baik secara akademik maupun secara non-akademik. Saya akan semangat dan bersungguh-sungguh belajar sehingga bisa mengikuti berbagai perlombaan bidang kesehatan baik di tingkat nasional, maupun internasional. Selain itu, saya juga ingin bisa aktif terlibat dalam berbagai kegiatan sosial yang menjangkau daerah 3T, yaitu daerah tertinggal, terdepan, dan terluar. Selain itu, saya juga berencana akan melanjutkan studi saya ke tingkat spesialis. Saya akan berusaha sekuat tenaga untuk bisa mencapai semua rencana dan cita-cita saya ini.
Akhir kata, bagi para calon mahasiswa di luar sana yang ingin masuk menjadi bagian keluarga besar Universitas Indonesia, saya memiliki beberapa pesan penting yang saya harap dapat menjadi motivasi bagi Anda. Pertama, ingatlah selalu bahwa perjuangan yang akan Anda hadapi tidak akan pernah mudah. Namun, tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Oleh karena itu, persiapkan diri dengan baik, sungguh-sungguh, dan matang, sehingga kelak saat membaca pengumuman penerimaan mahasiswa baru Universitas Indonesia, Anda dapat dengan bangga melihat bahwa perjuangan Anda tidak sia-sia. Selain itu, jangan lupa untuk berdoa dan menyerahkan semua hasil kerja keras Anda kepada Tuhan. Lakukan bagian Anda, dan niscaya Tuhan akan mengerjakan bagianNya. Kedua, bagi Anda yang seharusnya tahun ini sudah diterima di Universitas Indonesia, namun masih belum berhasil, jangan pernah menyerah di titik ini. Jangan berpikir bahwa masa depan Anda sudah hancur hanya karena belum diterima tahun ini. Ingatlah, kesempatan masih ada dan tidak perlu membuang-buang waktu untuk meratapi kegagalan tahun ini. Pergunakanlah waktu yang ada dengan sebaik-baiknya, yaitu dengan mempersiapkan diri lebih baik lagi agar tahun depan Anda dapat berhasil dan perjuangan Anda pun menjadi bermakna. Ketiga, pesan terakhir saya adalah bagi teman-teman yang kelak berhasil bergabung menjadi bagian keluarga besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, perjuangan Anda sebenarnya baru dimulai. Jangan berhenti dan berbangga diri karena telah masuk menjadi mahasiswa Universitas Indonesia. Kejarlah ilmu setinggi-tingginya dan pergunakanlah waktu Anda untuk menempuh pendidikan di Universitas Indonesia dengan baik.
Saya ingin menutup narasi perjuangan saya ini dengan sebuah kata mutiara yang sangat menginspirasi dan sangat istimewa bagi saya karena saya juga memaknainya dengan sangat dalam ketika saya berjuang untuk menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. "Success is not final; failure is not fatal: It is the courage to continue that counts." - Winston S. Churchill – Kesuksesan bukanlah akhir dari sebuah perjuangan. Kegagalan bukan akhir dari segalanya. Keberanian dan kesanggupan untuk bangkit dari kegagalan itulah yang penting untuk direnungkan. Percayalah bahwa bagi Tuhan tidak ada yang mustahil.
Saya, Nathaniel Gilbert Dyson dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan tahun 2019. Selamat datang di kampus perjuangan, Universitas Indonesia.
Comments