Narasi Perjuangan - Nisrina Siti Zahra
- FKUI 2019
- Aug 18, 2019
- 9 min read
Halo, namaku Nisrina Siti Zahra. Nama panggilan, macam – macam. But I would like to prefer if you call me Nina or Nis. Sungguh, aku bukanlah siapa – siapa. Hanya salah seorang dari 269 juta penduduk Indonesia di tahun 2019 ini. Seseorang yang lahir di Bandung, tumbuh di Bandung, dan menjadi mencintai Bandung. Aku mencintai Bandung khususnya karena kesejukannya, bahkan bisa dibilang dingin. Kota Bandung berbeda sekali dengan Depok, tempat tinggalku sekarang ini. Pada siang hari saat aku menuliskan cerita ini, aku butuh kipas dan bergelas – gelas air dingin karena saking panasnya.
Aku tumbuh layaknya anak – anak lain di Indonesia. SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun. Dua pertiga masa hidupku saat ini dihabiskan dengan masa sekolah. Satu pertiga lainnya adalah masa di mana aku masih terlalu kecil dan belum sanggup mengingat apa – apa.
Menjadi siswa SMAN 3 Bandung adalah salah satu kebanggaanku dalam hidup. Bagaimana tidak, aku sempat merasa jatuh ketika SMP. Namun, aku bangkit lagi dan akhirnya aku sampai di sini. Sekolah ini memakai sistem yang berbeda dari sekolah lain. Sistem yang diterapkan ialah SKS, mengadaptasi sistem pendidikan di perguruan tinggi.
Di sekolah ini, tidak ada yang namanya tidak naik kelas. Semua naik kelas. Namun, jika masih ada mata pelajaran yang masih kurang nilainya, maka siswa terkait harus mengambil kontrak ulang hanya untuk pelajaran tersebut. Sebelum benar – benar kontrak ulang, siswa diberi masa semester pendek untuk memperbaiki kekurangannya.
Bedanya dengan perguruan tinggi, kami belum bisa lulus lebih cepat dari biasanya (3 tahun) di sekolahku. Percepatan hanya berlaku bagi kelas akselerasi yang bisa lulus dengan hanya 2 tahun. Namun, kalau mau lulus lebih lama, boleh. Biasanya yang lulus lebih lama adalah orang – orang yang belum berhasil menyelesaikan pengulangan kontrak tepat waktu.
Masa SMA-ku dihabiskan dengan berorganisasi. Aku hanya mengambil tiga organisasi di sekolah. Meski sedikit, aku benar – benar menekuni kehidupan di tiga organisasi itu. Ketiga organisasi tersebut adalah TRILOGI (Tim Riset, Olimpiade, dan Teknologi), MK3 (Musik Klasik 3), dan SPARA (Satya Pakca Prastawa). TRILOGI sendiri bergerak dalam bidang akademis. Aku bertemu banyak manusia cerdas di sini. Sedangkan MK3 adalah organisasi ekstrakurikuler yang memfasilitasi siswa dalam bermain orkes musik. Aku sudah dua kali konser bersama MK3, loh. Yang terakhir, SPARA, adalah organisasi ekstrakurikuler paskibra di sekolahku.
Senang berorganisasi, tidak berarti aku lupa dengan urusan sekolah. Aku tetap belajar demi tidak kontrak ulang. Syukurlah, aku tidak pernah mengalami semester pendek, apalagi kontrak ulang. Saat semester satu dan dua, masih banyak nilaiku yang C. Namun, syukurlah aku bisa meningkatkannya di semester berikutnya.
Di penghujung masa SMA, tentu semua siswa harus menyiapkan dirinya masing – masing agar dapat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Berada di sekolah top membuat ekspektasi kami dan orang – orang di sekitar kami tinggi. Tentunya, kami ingin seperti lulusan SMAN 3 Bandung yang sudah ada. Mayoritas dari mereka menempa pendidikan di universitas top di Bandung dan kedokteran. Dengan mindset seperti itu, kami tahu kami harus belajar lebih keras lagi untuk bisa sampai sana.
Untuk meningkatkan frekuensi belajarku, aku memutuskan untuk mengikuti les saat aku semester 5 dan 6 (kelas 12). Biayanya mencapai Rp20 juta, bisa dibilang sangat mahal. Aku tidak hanya mendapat bimbingan untuk di sekolah, tetapi juga bimbingan intensif untuk SBMPTN. Satu semester pertama les, aku masih cukup sibuk dengan organisasi yang aku ikuti. Aku masih harus mengurus proses sertijab di setiap organisasinya. Akibatnya, proses belajar ku di tempat les belum efektif.
Setelah semua urusan perorganisasian selesai, aku pun mulai berusaha untuk fokus menjalani lesku. Sudah awal semester dua saat itu. Namun, sayangnya aku masih bolos les beberapa kali karena harus mengerjakan tugas kelompok demi Ujian Sekolah. Materi Ujian Sekolah tentunya macam – macam. Ada beberapa yang sangat menyita waktuku, yaitu ujian pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Sunda, dan Seni Musik. Bahasa Indonesia kami diminta untuk membuat sebuah film yang mencerminkan salah satu fenomena di kehidupan sehari – hari. Kami juga diminta untuk membuat video acara berita berbahasa Sunda. Terakhir, kami harus membuat musik video penampilan kami bermain musik.
Getting struggle with all these things, akhirnya aku bisa mulai fokus belajar demi SBMPTN. Saat itu sudah bulan Maret. Artinya, tinggal sebulan menuju tes untuk SBMPTN yang bernama UTBK. Aku mengambil UTBK sebanyak dua kali, sesuai ketentuan jumlah maksimum pengambilan tes. UTBK pertama diselenggarakan pada tanggal 28 April 2019, sedangkan yang kedua diadakan pada tanggal 26 Mei 2019.
Saat aku kelas 12 juga, aku sering memikirkan apa tujuan aku hidup selanjutnya setelah lulus SMA. Aku mencari referensi dan mencoba memahami fenomena yang ada. Salah satu fenomena yang menarik perhatianku adalah munculnya perusahaan transportasi online di Indonesia. Fenomena ini membuat banyak sekali masyarakat Indonesia yang mendapat pekerjaan, dari yang sebelumnya pengangguran. Bahkan, kalaupun tidak pengangguran, fenomena ini membuat taraf hidup orang – orang meningkat. Dari sana lah, aku mendapat inspirasi mengenai tujuan hidupku.
Tujuan hidupku adalah menjadi bermanfaat bagi orang lain. Motto hidupku pun berubah menjadi seperti yang tercantum dalam sebuah hadits, yaitu “Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.” Tujuan hidupku ini tidak muncul begitu saja saat aku merenung, berpikir, atau sebagainya. Semakin lama, aku semakin berperasaan bahwa aku memang harus menjadi orang yang seperti itu.
Ada visi, tentu harus ada misi. Misi terbesar hidupku adalah menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat Indonesia dan bisa menjadi salah satu tokoh yang mampu menjadikan Indonesia sebagai negara maju. Menciptakan lapangan kerja baru, sama saja kita harus membangun perusahaan baru.
Untuk menggapai mimpi hidupku ini, aku pun mulai mencari jurusan kuliah apa yang cocok untukku. Setelah mencari banyak referensi, dari internet, mengobrol dengan orang tua, teman, dan guru, serta hal – hal kecil lainnya yang menunjukkan petunjuk, aku memutuskan untuk mengambil jurusan terkait bisnis. Semagai anak IPA di SMA, tentu agak sulit mencari jurusan terkait bisnis yang sesuai. Satu – satunya jurusan yg sesuai dan bisa dijalani anak IPA menurutku adalah Teknik Industri. Sejak saat itu lah, aku menguatkan tekad untuk masuk jurusan teknik industri. Aku pun mencari referensi di manakah jurusan teknik industri terbaik di Indonesia. Hasilnya adalah Universitas universitas di Bandung, dan universitas di Yogyakarta. Tiga unversitas inilah yang menjadi pilihan utamaku.
Beberapa jalur seleksi yang bisa aku ikuti untuk masuk perguruan tinggi adalah SNMPTN, SBMPTN, dan jalur seleksi mandiri. Puji Tuhan, bulan Januari 2019 lalu, aku diberi kesempatan untuk menjadi peserta SNMPTN 2019. Pada seleksi ini, aku menuliskan Teknik Industri universitas di Bandung sebagai pilihan pertama dan Teknik Industri universitas di Yogyakarta sebagai pilihan kedua. Sayangnya, aku belum berhasil lolos dalam seleksi ini.
Selanjutnya adalah jalur SBMPTN. Sebelum mengikuti jalur ini aku harus menjalani tes terlebih dahulu yang disebut dengan UTBK. UTBK ini boleh diambil dua kali oleh setiap siswa. Tentunya, aku mengambil tes dua kali. Selesai UTBK dan menerima hasilnya, aku mulai risau dengan strategiku. Kalau aku menuliskan pilihan di SBMPTN sama dengan SNMPTN, bisa – bisa aku tidak diterima sama sekali karena kedua universitas tersebut biasanya mendapat peminat yang nilai tesnya tinggi.
Hasil UTBK yang aku dapatkan sudah di atas rata – rata, tetapi aku tetap saja gundah. Aku bingung harus mengganti atau tidak. Mengganti pilihan menjadi Teknik Industri di Depok pun sama – sama membahayakan. Sudah kucoba mencari alternatif lain, tidak dapat juga.
Sampai akhirnya, kakakku yang sedang di Jakarta mengirimiku pesan lewat media sosial. Ia memintaku untuk melirik sedikit universitas di Bogor, universitas yang belum pernah aku sentuh sama sekali website-nya. Aku menurut saja karena sudah hampir putus asa. Setelah aku menelusuri sedikit website-nya, aku mendapat dua jurusan yang sedikit menarik perhatianku, jurusan Manajemen dan jurusan Bisnis. Dua jurusan ini ternyata bisa dimasukki oleh nilai UTBK Saintek yang aku miliki. Setelah menimbang – nimbang aku pun memilih Manajemen universitas di Bogor sebagai pilihan kedua. Namun, tentunya aku masih berharap besar untuk lolos di pilihan pertama, yaitu Teknik Industri universitas di Bandung.
Sambil menunggu pengumuman SBMPTN, aku mendaftar beberapa jalur seleksi mandiri. Seleksi mandiri yang aku ikuti ada empat, yaitu yang diselenggarakan oleh UI, universitas di Bandung, dan universitas di Yogyakarta. Satu seleksi di antaranya diumumkan sebelum pengumuman SBMPTN, tetapi sayangnya aku tidak lolos. Ya sudah tak apa, tunggu saja pengumuman SBMPTN.
Setelah penantian panjang, tibalah waktunya aku membuka hasil SBMPTN. Hari itu jatuh pada tanggal 9 Juli 2019. Aku membukanya di rumah ibu, sayang beliau sedang tidak ada. Ditemani adikku, aku pun memencet tombol Lihat Hasil yang berwarna biru itu di laptopku. Ditunggu sebentar, belum muncul juga. Kemudian, aku memutuskan untuk membukanya di device lain. Aku ketikkan kembali alamat web di gawaiku. Yeay, terbuka. Kubaca baik – baik hasil SBMPTN tersebut. Aku lolos di pilihan kedua, universitas di Bogor.
Setelah aku menerima hasil tersebut, tiba – tiba aku merasa kembali lagi ke masa saat aku SD. Kecewa, iya.Aku merasa aku jatuh lagi. Dengan helaan napas kasar, aku me-screenshot hasil tersebut dan membagikannya ke ayah, ibu, dan kakak lewat media sosial. Yang pertama membalas adalah kakakku. Ia terlihat sangat senang. Berkali – kali ia memberiku ucapan selamat.
Melihat kakakku seperti itu, aku sedikit termenung. Hasilku sebenarnya bagus, aku lolos. Mungkin memang tidak sesuai harapan besarku. Namun, mungkin juga ini memang yang terbaik dari Tuhan untuk hamba-Nya. Mungkin Tuhan ingin aku kembali bekerja keras dan menggapai kebanggan besarku yang lain lewat IPB? Entahlah, semua kemungkinan pasti ada. Yang pasti, aku akan mencoba menerimanya dahulu dengan lapang dada sambil terus menunggu hasil seleksi mandiriku yang lain.
Aku mengikuti tiga jalur mandiri sekaligus, yaitu untuk Universitas Indonesia, universitas di Bandung, dan universitas di Yogyakarta. Bagi universitas yang memiliki fakultas kedokteran di dalamnya, aku mengajukan fakultas kedokteran sebagai pilihan pertama. Bertolak belakang dengan keinginan, memang. Namun, hal ini aku lakukan karena adanya seberkas harapan orang tua agar aku menjadi dokter, khususnya ibuku. Setelah mendaftarkan diri di tiga jalur mandiri tersebut, aku melanjutkan dengan mengisi registrasi sebagai mahasiswa universitas di Bogor. Waktu pengisiannya ialah pada tanggal 10 – 15 Juli 2019. Aku mengisinya untuk memastikan posisiku saat ini. Setidaknya, aku punya tempat lanjutan di Bogor, bukan?
Pengumuman jalur mandiri pertama yang aku terima jatuh pada tanggal 18 Juli 2019. Pengumuman tersebut ialah terkait dengan jalur mandiri universitas di Bandung. Sayangnya, aku belum diterima. Lima hari kemudian, aku menerima pengumuman dari universitas di Yogyakarta. Ditolak lagi, kawan. Melihat kondisi tersebut, aku langsung bersiap siap diri untuk melaksanakan pindahan ke Bogor. Aku tidak menunggu kepastian penerimaanku di Universitas Indonesia. Aku sudah harus berada di Bogor pada tanggal 27 Juli 2019, sedangkan pengumuman SIMAK UI jatuh pada tanggal 31 Juli 2019. Menurutku, lebih baik aku berada di tempat yang sudah pasti menerimaku sebagai mahasiswa, daripada menunggu satu pengumuman yang belum pasti.
Pada tanggal 31 Juli 2019, aku sedang mengerjakan salah satu tugas ospek universitas di Bogor. Aku mengerjakannya bersama satu temanku di sana yang berasal dari SMAN 3 Bandung juga. Pukul 14, aku sedang berada di depan Gedung Departemen Manajemen. Pusing mengerjakan tugas, aku iseng – iseng membuka web penerimaan UI dan membuka akunku. Kubaca pengumuman SIMAK UI. Mataku terbelalak seketika. Aku lolos. Aku lolos di Fakultas Kedokteran UI. Tidak percaya dengan hasilnya, aku me-refresh laman yang sedang dibuka. Namun, hasil tetap sama. Wow, aku diterima di fakultas peringkat satu di Indonesia. Aku pun langsung menghubungi seluruh anggota keluargaku. Kutelpon satu per satu. Ingin aku menangis bahagia, tapi somehow ada rasa sedih juga. Rasa sedih ketika aku melihat teman di sebelahku ini. Rasa sedih di mana aku harus meninggalkan sepercik kehidupan di Bogor.
Aku sendiri tidak pernah menyangka aku bisa masuk ke dalam Fakultas Kedokteran UI ini. Fakultas ini merupakan fakultas kedokteran peringkat pertama di Indonesia. Tidak hanya dalam lingkup fakultas kedokteran, fakultas ini juga menjadi peringkat pertama di antara berbagai jenis fakultas yang lain. Sempat ada sepercik keinginan untuk masuk fakultas ini ketika aku masih kelas 10, tetapi aku mengurungkannya. Aku tidak percaya diri dengan kemampuanku. Secara, orang orang yang pantas dan layak untuk masuk Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia ini adalah orang orang yang amat pandai. Sedangkan aku, mengejar materi di SMA saja kadang masih kesulitan.
Sesampainya aku di asrama di Bogor, aku termenung. Memikirkan jalan hidup yang diberikan Tuhan. Memikirkan juga rencana hidup yang sudah aku pikirkan sebelumnya. Rencana hidupku, prinsip hidupku seolah – olah dijungkirbalikkan oleh Tuhan. Namun, aku tidak menyalahkan Tuhan atas hal tersebut. Menjadi Dokter merupakan tugas mulia. Menjadi Dokter sudah pasti dapat menjadi orang yang bermanfaat. Sesuai kok, dengan tujuan hidupku yang sudah ditetapkan. Mungkin Tuhan meridai tujuan hidupku, tetapi Tuhan memilih jalan sebagai dokter lah yang terbaik untukku.
Aku harap dengan aku masuk FKUI tahun 2019 ini, aku dapat meraih tujuan hidupku dengan menjadi dokter yang baik dan benar. Aku juga ingin menjadi orang yang membanggakan di keluargaku. Semoga aku bisa membuat keluargaku menjadi sehat selalu. Aku pun ingin menjadi bermanfaat di dalam kehidupan bermasyarakat. Bukan hanya ingin menjadi dokter yang benar, melainkan juga aku menjadi salah satu tokoh yang dapat memajukan kesehatan dan taraf kehidupan di Indonesia, tempatku hidup selama ini.
Kampus baru, lingkungan baru, dan tentunya punya teman baru. Ketika kuliah nanti aku ingin memiliki banyak teman, khususnya teman – teman di fakultasku sendiri, teman FKUI 2019. Semoga aku dapat menjadi seseorang yang bermanfaat bagi FKUI 2019, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhir – akhir ini, aku sedang mencintai dunia kecantikan yang di dalamnya terdapat skincare dan make up. Karena kecintaan ini lah aku juga sedang berpikir bagaimana jika aku menjadi dokter kecantikan, sebagai pengganti misi terbesarku yang sebelumnya sudah aku sebutkan tadi. Aku berharap tahun depan sudah bisa menerima dan mencintai dunia kesehatan. Tiga tahun yang akan datang semoga aku sudah memulai masa koasku. Targetku juga adalah menjadi spesialis kulit pada sepuluh tahun yang akan datang. Klinik kecantikan yang didirikan oleh diriku sendiri semoga bisa sudah mempunyai nama di masyarakat pada dua puluh tahun yang akan datang. Doakan semoga tercapai ya teman – teman!
Buat teman – teman yang tahun ini, dua tahun nanti, atau tahun- tahun selanjutnya berminat masuk FKUI, aku punya pesan nih! Belajar yang rajin ya! Manfaatkan waktu yang ada sebaik – baiknya buat belajar. Belajarlah sampai kalian bisa mempertanggungjawabkan diri sendiri ketika sedang memecahkan masalah, baik itu soal – soal maupun masalah lainnya. Maksudnya apa? Jadilah orang yang bisa menjawab masalah dan bisa bertanggung jawab atas jawaban tersebut.
Komentar