top of page
Search

Narasi Perjuangan--Radea Renoza

  • Writer: FKUI 2019
    FKUI 2019
  • Aug 19, 2019
  • 9 min read

Halo semuanya. Perkenalkan nama saya Radea Renoza, biasa dipanggil Reno, lahir 17 Agustus 2000. Lahir dan tinggal di sebuah daerah di Jawa Timur bernama Kediri. Saya tamatan SMA Negeri 2 Kota Kediri tahun 2018. Saya adalah anak biasa dari bapak Trias Pramono dan ibu Nimas Cikaning Erwin yang dulu tidak pernah membayangkan bisa kuliah di UI.

Saya memandang UI, dulunya, sebagai kampus yang tidak akan pernah saya tuju untuk melanjutkan studi karena semasa SD dan SMP, saya tidak pernah menembus ranking lima besar di sekolah. Bahkan waktu SD pun saya pernah mendapat nilai matematika nol dan ranking satu dari bawah, waktu itu kelas 3 SD. Singkat cerita, saya mulai mengenal dunia belajar sejak kelas 2 SMP dan itu pun awalnya karena diajak teman saya les matematika. Saat itulah saya mulai senang matematika dan fisika. Sekadar info, saya mengenyam pendidikan SMP di sekolah paling favorit di Kota Kediri, yaitu SMP Negeri 1 Kediri. Masuk murni melalui tes, saya juga heran kenapa saya bisa lolos tapi Puji Tuhan lah.

Awal SMA, saya mulai mengenal jalur masuk PTN dan yang saya kenal pertama kali adalah SNMPTN. Saat itu, saya sedang ke kamar mandi bersama teman lalu tanpa terencana melihat mading sekolah ada daftar nama anak yang mendaftar PTN melalui jalur SNMPTN dan nilainya. Waktu itu, yang membuat saya kagum adalah dua kakak kelas saya yang mendapat nilai matematika 99 dan mereka masing-masing mendaftar di FK Unair dan FK UI. Saat itu saya berpikir, Orang macam mana bisa dapat nilai segitu hmm.” Saat awal SMA kelas 1, saya tidak pernah sedikit pun ingin menjadi seorang dokter karena saya tidak senang biologi. Menurut saya pelajarannya membosankan.

Singkat cerita, pada kelas satu SMA-lah saya mendapat ranking dua pertama saya seumur hidup saya, itu pun hanya berbekal pelajaran matematika dan fisika yang saya kuasai, dan itu terjadi pada semester 1. Di semester dua terjadi titik balik yang sangat membalikkan dan membuka pikiran saya di dunia kedokteran. Awalnya, saya iseng-iseng daftar seleksi OSK mewakili sekolah bidang biologi karena ikut-ikutan teman saya yang ingin jadi dokter dan malah saya yang keterima padahal saya iseng-iseng doang. Semasa pembinaan, bisa dipastikan bagaimana, saya benar-benar tidak mengerti apa yang diajarkan karena tentor pengajar saya menjelaskan istilah-istilah yang saya belum mengerti dan saya saat itu masih kelas sepuluh serta baru belajar biologi saat persiapan seleksi sekolah. Saat mengerjakan seleksi pun saya menggunakan ilmu penalaran serta pengawuran. Dan bisa ditebak hasilnya, nihil. Saya tidak lolos OSK di tahun pertama. Namun, itulah yang menjadi titik balik saya. Saya mulai berniat menjadi dokter, saya mulai menemukan keasyikan di dunia kedokteran dari tentor saya meskipun saya tidak paham. Orang tua juga tidak masalah malahan mendukung. Saya mulai berusaha mencari informasi tentang jalur masuk PTN, salah satunya SNMPTN karena saat itu di sekolah saya mayoritas yang diterima di Kedokteran PTN top adalah melalui SNMPTN. Saya mulai mencatat data kakak kelas yang lolos di SNMPTN beserta nilainya dengan harapan saya setidaknya bisa mengikuti nilai kakak tersebut dan lolos di jalur SNMPTN karena memang pada saat itu saya merasa SBMPTN sangat sulit untuk dilalui.

Kediri bukan kota besar yang punya banyak bimbel yang memfasilitasi tempat belajar untuk SBMPTN. Saya tahu hal itu bukan alasan, tetapi zaman dulu memang bukan seperti zaman sekarang, bahkan bisa dikatakan zaman saya kelas satu SMA tidak seperti zaman saya kelas tiga SMA, terbukti dalam dua tahun saja sudah banyak perkembangan. Internet lebih cepat, informasi lebih mudah terakses, dll. Saya tidak tahu apakah hal tersebut hanya terjadi di kota saya atau tidak. Yang jelas, setidaknya, itu yang saya rasakan.

Setelah gagal dari OSK di tahun pertama, sembari menggali info tentang SNMPTN, saya tentunya berniat mencoba lagi di tahun kedua. Tentu dengan Reno yang bukan seperti kelas satu SMA dulu. Pada tahun kedua SMA saya, saya lebih memfokuskan ke pelajaran saintek. Kali ini, saya bukan Reno yang mengandalkan matematika dan fisika lagi. Saya mulai memahami prinsip kerja sains secara keseluruhan meskipun asal-asalan. Pada semester tiga, saya mendapatkan ranking 1 pertama saya. Namun, mungkin salah satunya karena acak kelas. Ya, teman saya yang ranking satu di kelas 10, pisah kelas dengan saya. Singkat cerita, hari seleksi mewakili sekolah untuk OSK (Olimpiade Sains tingkat Kota/Kabupaten) tahun 2017 pun tiba. Saya sangat grogi, apalagi saat itu saya sudah diangkat menjadi ketua SC (Science Club). Bisa dibayangkan apa kata guru dan teman-teman jika saya tidak lolos seleksi. Puji Tuhan, saya lolos lagi mewakili sekolah, tetapi sungguh sangat mengecewakan, saya tidak lolos OSK lagi. Saya mengaku bahwa saya tidak bersungguh-sungguh mempersiapkan OSK. Saya masih mengawal nilai rapor saya dengan cara mengerjakan tugas dari sekolah karena beberapa guru saya, setidaknya pada waktu itu, seperti tidak memberikan kemudahan bagi siswanya yang mengikuti OSK. Kegagalan pada dua kali kesempatan OSK membuat saya kecewa, tetapi saya berpikir, mengapa saya kecewa atas hal yang tidak saya usahakan? Akhirnya saya meneruskan perjuangan saya, masih banyak lomba-lomba yang bisa saya menangkan. Malahan, saya menjadikan ketidaklolosan saya dari dua periode OSK sebagai lelucon untuk menghibur diri. Tentu hidup dalam keseriusan sangat membosankan. Saya tetap masih punya SNMPTN. Saya ingin mendapat nilai 99 di matematika, saya ingin punya nilai seperti kakak kelas saya yang lolos di jalur SNMPTN.

Hasil memang pasti sejalan dengan usaha dalam memperolehnya, setidaknya meskipun dalam jangka waktu lama. Kelas 3 SMA, untuk pertama kalinya seumur hidup, saya menjuarai dua perlombaan tingkat nasional meskipun dua-duanya hanya juara 3 : BMEC (Biomedical Engineering Competition) Unair dan NOPEC (National Olympiad of Chemical Engineering) ITS. Singkat cerita, saya mendapatkan apa yang saya cita-citakan dari kelas 10. Ya, nilai rapor saintek saya akhirnya sama dengan kakak kelas saya yang lolos FK jalur SNMPTN. Namun, Tuhan berkehendak lain, panitia penerimaan mahasiswa baru lebih memilih teman saya yang ada diperingkat tiga sekolah, saat itu saya peringkat dua. Ya, SNMPTN 2018 memahat duka mendalam dalam diri saya. Hasilnya, berimbas pada SBMPTN 2018 yang saya juga beroleh kegagalan. Ujian mandiri pun hanya satu yang diterima, yaitu jurusan kimia di salah satu kampus di surabaya.

Perdebatan dengan orang tua pun muncul saat saya memilih untuk gap year. Untuk orang daerah, belum dapat kuliah merupakan hal yang aneh untuk diucapkan. Namun akhirnya, dengan berbagai alasan, saya diperbolehkan gap year. Saya merantau ke Surabaya untuk mengikuti semacam bimbel alumni di sana. Awalnya sangat berat bagi saya. Untungnya teman-teman di sana sangat bersahabat. Ya, benar, pengaruh teman bisa menguatkan dan membakar kembali semangat kita, sebaliknya itu juga bisa jadi boomerang.

Di sana, saya bertemu bermacam orang dari berbagai latar belakang. Persaingan di sana juga sangat ketat karena memang orangnya pintar-pintar. Di sana juga, saya belajar hal yang paling sulit di dunia ini, yaitu belajar memahami kehidupan karena saat itu adalah pertama kali saya merantau. Saya sadar ternyata saya belum apa-apa, masih banyak yang perlu dipelajari tentang kehidupan. Selama hampir satu tahun saya belajar di sana, pernah ingin menyerah, namun kekuatan teman-teman tadi yang menguatkan kembali semangat saya. Selama di sana, saya belajar dengan sungguh-sungguh supaya tidak mengecewakan keluarga di rumah, menguatkan konsep yang belum matang, mengerjakan latihan soal dari berbagai buku, tentu diselingi bermain game.

Waktu berlalu dengan sangat cepat dan UTBK pertama pun tiba, saya mengerjakannya dengan percaya diri tentu karena persiapan yang menurut saya sudah cukup matang. Namun, Tuhan berkehendak lain lagi. Nilai saya tidak seperti yang saya harapan. Ada banyak faktor mengapa hal tersebut terjadi yang tidak bisa saya sebutkan karena hanya analisis saya saja. Saya tidak menyerah, tetapi saya berserah kepada Tuhan untuk UTBK yang kedua. Saya memohon kepada Tuhan agar saya bisa ikhlas dengan hasil UTBK kedua yang akan diberikan. Hasilnya, nilai saya naik sedikit. Sempat sedih tapi mau gimana lagi, sudah terjadi.

Sudah mendapat nilai, mulai lah saya mengatur strategi memilih PTN. Singkatnya, saya diterima jalur SBMPTN LTMPT 2019 di fakultas kedokteran salah satu universitas di Solo. Namun, posisi saya saat itu sudah daftar SIMAK UI 2019, karena nilai UTBK pas-pasan dan jalur terakhir satu-satunya untuk masuk FKUI S1 Reguler adalah lewat SIMAK, dan waktu itu saya kebagian tes di Surabaya. Saya memutuskan tetap mengikuti tes SIMAK karena di dalam hati yang paling dalam, saya ingin berkuliah di UI setelah perjuangan saya belajar mati-matian. Selain itu, saya sudah membayar biaya pendaftaran juga. Pada hari-H tes SIMAK UI 2019, saya nyaris tidak ikut karena posisi saya saat itu di Kediri, saya harus berangkat pagi buta ke Surabaya dan saya tidak ingin merepotkan kedua orang tua saya bila harus mengantar. Namun entah kenapa tiba-tiba saya semangat berangkat. Tuhan lah yang menggerakkan kaki saya untuk beranjak ke Surabaya untuk mengikuti tes SIMAK UI.

Saya mengerjakan SIMAK UI dengan sangat santai. Ternyata otak berjalan dengan sangat lancar kalau tidak dibawah tekanan.Ya, itu sifat saya, suka takut gagal jika dihadapkan dengan hal-hal yang penting dan saya sedang berusaha melawan itu. Doakan saya. Saya mengerjakan SIMAK UI tidak dibawah tekanan tentunya karena saya sudah diterima SBMTPN. Saya tidak megharap banyak pada jalur SIMAK ini karena saya tau masuk FKUI itu berat maka saya hanya memasrahkan hasilnya kepada Tuhan karena saya telah berusaha sebaik mungkin. Saya percaya, kalau saya pantas di UI, Tuhan pasti memberikan.

Tanggal 31 Juli 2019 pukul 14.00, saat pengumuman SIMAK UI, saya tidak begitu antusias. Saya tidak mau berharap dan kecewa apabila gagal. Sekitar pukul 13.00 saya menemani ayah bekerja sembari mengusir pikiran tentang SIMAK UI. Namun, hal itu tak semudah itu dilupakan. Pukul 14.05, saya membuka website SIMAK UI dan warnanya hijau saat itu. Saya mengira bahwa saya diterima di pilihan 2 atau 3. Ternyata, saya diterima di pilihan pertama yaitu Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Perasaan saat itu tidak keruan. Senang, bangga, sedih, takut hadir dalam satu waktu. Sempat berdiskusi dengan orang tua tentang universitas mana yang akan saya tuju, positif dan negatif memilih UI dan yang di Solo, dll. Menentukan hal itu tidaklah mudah, apalagi saya berasal dari daerah. Akan terjadi culture shock yang saya hadapi. Tuhan telah memberikan saya pilihan dan saya yakin semua pasti baik, ada positif dan negatifnya. Yang jelas, apa yang saya pilih, saya tidak tau apa yang akan terjadi. Saya bisa sangat jatuh, bisa juga sangat baik, bisa juga biasa-biasa saja. Keesokan harinya, tanggal 1 Agustus 2019, dengan pertimbangan yang ragu-ragu dan doa yang mantap, saya memilih FKUI sebagai naungan studi saya. Motivasi saya memilih FKUI adalah saya ingin mendorong diri saya lebih lagi, mengeluarkan kemampuan yang selama ini ”tidur” di dalam diri saya. Dengan ini, saya memantapkan diri sebagai calon keluarga baru FKUI.

Saya berharap, dengan bergabungnya saya di FKUI, bisa menjadikan diri saya lebih tangguh dalam menghadapi segala tantangan. Saya juga berharap agar kelak saya lulus dari FKUI dengan semua proses yang sangat bisa dihargai, setidaknya dihargai oleh saya sendiri. Kelak, saya ingin jadi dokter yang bermanfaat bagi banyak orang. Saya ingin mengabdi kepada masyarakat, menjadi inspirasi bagi orang terdekat saya. Semoga teman-teman FKUI ’19 menjadi dokter yang mau mengabdi pula, tidak mementingkan bayaran tetapi lebih ke pelayanan, pelayanan, dan PELAYANAN. Saya berharap kelak, keluarga saya bisa bangga atas kelulusan saya berapapun IP saya dan bangga atas proses yang saya telah jalani. Seperti guru saya telah mengatakan, “Ingat pertandingan sepak bola, kita melihat aksi pemain di lapangan hijau, kita melihat sebuah proses, bukan hanya melihat gol tercipta meskipun itu tujuannya.” Untuk masyarakat, semoga selalu sehat di mana pun berada agar bisa turut memajukan bangsa dan negara dengan lancar tanpa halangan.

Untuk semua yang membaca ini, doakan saya untuk boleh menempuh pendidikan dokter di FKUI ini dengan baik selama kurang lebih 5—6 tahun ke depan. Doakan saya pula supaya saya boleh diberi kesempatan Tuhan untuk melanjutkan ke jenjang spesialis dan menjadi dokter spesialis kira-kira 10—15 tahun ke depan. Yang paling penting, doakanlah saya supaya saya boleh menjadi manusia biasa yang menginspirasi, anak yang berbakti kepada orang tua, kakak yang selalu menyayangi adiknya, dan dokter yang selalu mengabdi kepada masyarakat, selamanya.

Untuk semua yang membaca ini dan bercita-cita masuk FKUI, saya tidak bisa memberikan banyak tips. Tips yang paling utama adalah usaha dan doa. Seperti halnya iman tanpa perbuatan adalah mati, usaha tanpa doa tidak akan direstui oleh semesta, begitu sebaliknya. Tips kedua adalah belajar sampai akarnya karena soal-soal UMPTN (SBMPTN, SIMAK UI, dll) adalah soal yang konsep banget. Tips ketiga adalah jaga kesehatan dan makan terutama H-7 sebelum tes. Tips keempat adalah atur pola tidur juga H-7 sebelum tes. Tips kelima adalah jangan belajar sebelum tes, relaksasi diri aja, ingat kalian udah belajar mati-matian, percaya sama kemampuan kalian, otak juga pasti butuh refreshing biar fresh. Tips keenam adalah jangan dibuat beban, saya tau ini sulit, tetapi kalau sesuatu dibuat beban dan kita grogi, pasti jalannya tidak lancar. Contohnya Lionel Messi saja pernah gagal penalti di pertandingan penting, itu bukan karena dia tidak bisa menendang penalti dengan baik melainkan karena dia tidak bisa mengatasi tekanan ”pertandingan penting” dengan baik. Tips ketujuh adalah daftar, kalau tidak daftar pasti kalian tidak bisa diterima.

Izinkan saya mengutip kata-kata mutiara dari seorang seniman yang menjadi inspirasi saya :

“Menghina Tuhan tak perlu dengan umpatan dan membakar kitab-Nya. Khawatir besok kamu tak bisa makan saja itu sudah menghina Tuhan.” --- Sujiwo Tejo

Ingat teman-teman, bukan bermaksud menggurui, tetapi saya sangat setuju dengan kutipan tersebut, apa pun pendapatmu saya hargai. Yang kumaknai dari statement tersebut adalah jangan sampai khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi kepadamu, Tuhan selalu ada bersama kita, menyertai langkah dan usaha kita, lalu untuk apa kita khawatir ? Bahkan untuk hal terkecil sekalipun.

Saya juga punya sedikit kata mutiara, sebuah kata yang terlintas dipikiran saya baru-baru ini ketika masalah mulai rumit:

“Mulai aja dulu, ketika kamu memulai, kamu sudah menyelesaikan 50.1% dari perjalananmu. 49.9%nya akan berat, lebih berat daripada memulai mungkin. Dan ketika kamu ingin mundur, ingatlah bahwa kamu lebih baik maju kurang dari setengah persen perjalanan daripada mundur lebih dari setengah persen perjalanan.”

Inilah sedikit essay diri dari saya, sebuah narasi tentang indahnya perjuangan bila kita mengindahkannya dan saya mengindahkannya. Keindahan adalah suatu hal yang relatif, saya tidak menyalahkan hal yang indah menurut Anda, tetapi kenapa tidak kita menjadikan semuanya indah?

 
 
 

Recent Posts

See All
Narasi Perjuangan - Mucica Safitri

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Hallo semua, dalam tulisan ini saya ingin menceritakan banyak hal dan kisah menarik secara...

 
 
 

Comments


© 2019 by FKUI 2019. Proudly created with Wix.com

bottom of page