top of page
Search

NARASI PERJUANGAN -- Shuffa Chilla Mayhana

  • Writer: FKUI 2019
    FKUI 2019
  • Aug 19, 2019
  • 10 min read

“Shuffa Chilla Mayhana” sebagaimana yang tertulis didalam Akte Kelahiran saya, nama dengan makna “Anak yang dikasihi Allah” ini diberikan oleh kakak dari ayah saya. Ditengah senja menyambut Jakarta pada tanggal 4 Desember 1999, saya dilahirkan. Waktu itu, Ayah baru saja meraih gelar Sp.OG. Sebuah gelar yang kini ia sudah kalungkan selama hampir 20 tahun lamanya. Dengan gelar ini juga, Ia berhasil menjadi asisten dokter dalam proses persalinan tersebut. Ketika saya berusia 4 tahun, Ayah saya yang dulu terdaftar sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil, harus ditempatkan untuk menjalankan praktik di Mataram, Lombok. Kala itu Lombok belum berkembang seperti sekarang. Kedua orangtua saya sempat meragukan keputusan ini karena sangat jauh dari daerah asal mereka, Palembang. Dengan segala keterbatasannya, keluarga saya memutuskan untuk menetap dan menikmati kehidupan kami di Lombok.


Di Lombok, saya memulai pendidikan Taman Kanak - Kanak dan Sekolah Dasar di Sekolah Kristen Aletheia Ampenan. Pendidikan karakter sangatlah ditekankan selama bersekolah disini. Menurut ibu saya, pendidikan karakter memiliki urgensi lebih tinggi untuk diajarkan kepada anak – anaknya. Selain pendidikan karakter, prestasi akademik serta minat bakat murid – muridnya juga dikembangkan di Aletheia. Dengan bekal tersebut, saya meminta izin kepada orangtua saya untuk pindah sekolah dengan tujuan mencari pengalaman dalam lingkungan yang baru ketika menginjak Sekolah Menengah Pertama.


Sekolah Nusa Alam merupakan sekolah yang berbasis internasional. Seperti hitam dan putih, Sekolah Nusa Alam dan Sekolah Kritsen Aletheia jauh berbeda. Mulai dari jumlah murid, jenis ekstrakulilkuler yang ada, maupun kurikulum yang diterapkan. Bersekolah bersama dengan teman. – teman yang kebanyakan berasal dari luar negeri menjadikan saya seorang yang lebih open-minded. Selain itu, bersekolah di Sekolah Nusa Alam juga mengasah kemampuan saya dalam berbahasa Inggris sehingga saya menjadi lebih berani ketika berbicara.


Karena tekad untuk meneruskan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, saya merasa bersekolah di Jakarta dapat membuka lebih banyak pintu kesempatan bagi saya. Selain kesempatan yang lebih banyak, kualitas pendidikan di Ibukota pun tidak perlu diragukan lagi. Setelah menimbang pro dan kontranya, kedua orangtua saya akhirnya memperbolehkan saya untuk bersekolah di luar kota, khususnya di SMA Kharisma Bangsa Boarding School, Tangerang Selatan. Khususnya di asrama, kami dibentuk untuk menjadi individu yang bertanggungjawab, disiplin dan mengutamakan kekeluargaan.

Sejak kecil, saya cukup beruntung ketika mendapatkan kesempatan untuk mencoba banyak hal, contohnya mengikuti kursus bermain piano klasik, biola, gitar, dan juga drum. Selain itu, saya juga mengikuti kursus balet, tari tradisional, modern dance, menyanyi,serta kerap mengikuti lomba fashion show. Dari banyak eksplorasi minat bakat yang telah saya lakukan, saya memahami bahwa saya sangat menikmati bermain piano dan menyanyi. Selain itu, saya juga sangat suka menulis puisi.


“Chilla mau jadi apa?”

“Mau jadi dokter dari UI, seperti Ayah”


Pertanyaan yang sering muncul ini memiliki jawaban yang tidak pernah berubah. Masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memang merupakan mimpi yang ingin saya capai sejak kecil. Saya akui, pada awalnya, target ini belum memiliki motivasi yang jelas selain ingin mengikuti jejak almamater Ayah saya. Sejak kecil, sangat tidak bisa saya bayangkan jika saya memilih untuk berprofesi di bidang lain. Ditambah lagi, memiliki kakek yang merupakan seorang ahli forensik, turut memberikan kontribusi dalam memantapkan keputusan saya untuk menjadi dokter. Sewaktu kecil, beliau kerap datang ke Lombok untuk menyelidiki berbagai kasus. Tidak kalah seringnya Ia menceritakan kasus – kasus yang menurut saya. sangat menarik dan menyeramkan secara bersamaan itu.


Seiring berjalannya waktu, saya akhirnya menemukan motivasi tersebut. Saya ingin masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tidak hanya karena Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia merupakan almamater Ayah saya, melainkan juga karena keinginan yang besar untuk Bring The Greater Good. Menurut saya, profesi dokter merupakan pekerjaan yang mulia. Dengan senantiasa menebarkan kebaikan, seorang dokter tidak mungkin tidak bermanfaat bagi lingkungan disekitarnya. Profesi dokter bahkan dapat mengubah kehidupan seseorang ketika membantu untuk menyembuhkan penyakit yang diderita pasiennya. Menjadi seorang dokter sangat sejalan dengan prinsip hidup yang saya pegang, yaitu untuk senantiasa berbagi. Saya menganggap bahwa hidup yang saya jalani tidak saya habiskan untuk menguntungkan diri saya sendiri namun juga untuk melayani dan berbagi dengan orang lain.


Menurut saya, jika saya akan menghabiskan waktu yang lama untuk mempelajari sesuatu yang tentunya menentukan masa depan saya, saya ingin berada di tempat yang terbaik untuk dapat menjadi versi diri saya yang paling baik. Berkuliah di tempat dimana sosok – sosok hebat dilahirkan, ditempat mereka, para pionir perkembangan dunia kesehatan Indonesia, ditambah lagi berada diantara mahasiswa yang berprestasi serta dosen – dosen hebat yang siap berbagi ilmunya, saya percaya bahwa masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia akan mendukung saya untuk dapat menjadi dokter yang kompeten.

Usaha masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sudah saya lakukan sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Keinginan untuk selalu melakukan yang terbaik terutama dalam mencapai prestasi akademik saya lakukan dengan tujuan utama ingin masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kala menginjak Sekolah Menengah Atas, perjuangan yang sebenarnya dimulai. Dalam kurun waktu tiga tahun, saya terus berusaha untuk melakukan yang terbaik di sekolah. Berbagai lomba serta program – program saya ikuti agar menambah pengalaman dan juga memperkaya CV yang saya miliki. Contohnya, dengan mengikuti acara kebudayaan Sunburst Youth Campdi Singapura dan Young Leaders Programdi Australia pada tahun 2017, serta Forum Pelajar Indonesia ke-9 di Jakarta. Selain itu, saya juga terus mengasah kemampuan berorganisasi dan kepemimpian saya dengan mengikuti beberapa klub dan kepanitiaan selama SMA.


2017 adalah tahun dimana saya menginjak kelas 12. Tidak satu hari pun saya lewati tanpa memikirkan masa depan. Saya mendaftarkan diri ke Bimbingan Belajar yang berlokasi di Jalan Prof. DR. Soepomo. Rasanya, waktu yang dihabiskan tidak belajar merupakan waktu yang sangat disia – siakan. Hari – hari saya diisi dengan mengikuti les privatedi sekolah di hari Senin sampai Jumat, mengikuti Bimbingan Belajar di Sekolah setiap hari Sabtu, dan juga datang ke BTA setiap hari Minggu. Ditambah lagi, mengikuti Porgram Intensif bimbingan belajar lain yang juga berlokasi di Tebet pada saat yang bersamaan. Saya akui, kuantitas merupakan prinsip belajar yang saya pegang pada masa itu, walaupun saya seharusnya lebih mementingkan kualitas agar efektivitas belajar maksimal. Jadwal yang terlalu padat dan kurangnya waktu belajar mandiri untuk mengulang pelajaran dan latihan soal membuat saya tetap merasa masih sangat kurang dalam persiapan menghadapi Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2018.


Alhamdulillah, usaha sepanjang tahun itu tidak mengkhianati hasil. Saya cukup bersyukur untuk menjadi salah satu dari tujuh orang di angkatan saya untuk mendaftarkan diri pada Talentscoutingserta menjadi salah satu orang yang termasuk dalam kuota Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN). Saat itu, saya berada di peringkat kelima, dimana tiga dari empat orang sebelum saya ingin mendaftarkan diri pada fakultas yang sama, yaitu Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Kelas Khusus Internasional. Pada saat yang bersamaan, sekolah menuntut saya untuk memilih salah satu saja. Dengan berbagai pertimbangan yang sangat panjang dan juga pola fikir yang pesimis, saya memutuskan untuk kmemberikan formulir Talentscoutingyang saya miliki kepada teman saya yang ingin mendaftarkan diri kepada jurusan yang berbeda. Sejujurnya, ini merupakan salah satu penyesalan terbesar saya semasa SMA. Saya merasa sudah mengambil keputusan yang salah. Kekecewaan itupun kian menumpuk ketika mengetahui bahwa saya tidak diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) pilihan saya dalam SNMPTN dan juga tidak diterima di SIMAK KKI 2018. Namun, saya berusaha untuk tetap optimis dan percaya bahwa semua sudah merupakan jalan yang ditetapkan oleh-Nya. Sebuah prinsip yang diuji oleh-Nya kembali ketika menghadapi hari pengumuman SBMPTN.


Hari itu, Kata “Selamat” yang terlihat di layar komputer saya malah membuat saya menangis kecewa. Tahun 2018, saya diterima di Universitas Sriwijaya, Palembang. Kekecewaan yang saya rasakan itu bukan karena saya menganggap kualitas Pendidikan Universitas Sriwijaya kurang memadai. Melainkan, karena kekecewaan pada diri sendiri karena telah gagal dalam mencapai mimpi yang telah susah payah saya coba untuk raih. Tidak pernah terlintas difikiran saya untuk melanjutkan Pendidikan di Palembang. Sebuah tempat yang memang kerap saya kunjungi ketika lebaran walaupun masih terasa sangat asing secara bersamaan. Walaupun demikian, saya bertekad untuk mencoba lagi di tahun 2019. Dengan tidak pula menyia – nyiakan kesempatan yang diberikan kepada saya untuk berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Setahun lamanya saya terus merefleksi dan mengembangkan diri. Selain itu, berusaha melakukan sebaik mungkin dalam belajar dan berorganisasi. Awalnya memang berat, tetapi saya mencoba untuk tetap memeberikan yang terbaik.


Pada akhir semester dua perkuliahan, saya sempat merasa nyaman di Palembang sehingga merasa tidak ingin mencoba untuk mengikuti Seleksi Masuk Kelas Khusus Internasional (SIMAK KKI). Entah mengapa, ketika libur sebelum bulan puasa dimulai, terdapat dorongan dalam diri saya yang terus berkata bahwa saya harus mencoba utnuk mengikuti SIMAK kembali. Seringkali keinginan tersebut menghantui pikiran saya. Sholat dan juga meminta pendapat merupakan dua hal yang saya lakukan terus menerus untuk memantapkan keputusan saya. Kira – kira 2 minggu sebelum tanggal tes, sepulang dari liburan di Bali, saya bertanya kepada salah seorang teman saya mengenai pendapatnya jika saya mengikuti SIMAK kembali. Jawabannya cukup memuaskan dan berhasil meyakinkan saya untuk tetap mengikuti SIMAK Reguler dan SIMAK KKI. Seminggu sebelum SIMAK KKI saya berangkat ke Jakarta untuk melakukan persiapan tes. Persiapan belajar secara efektif yang saya lakukan kurang lebih saya jalani selama lima hari. Lima hari tersebut saya habiskan membahas soal – soal SIMAK KKI tahun – tahun sebelumnya sekaligus mengingat semua pelajaran tahun lalu. Dengan sedikit persiapan dan bermodal kepasrahan, saya mengikuti tes SIMAK KKI pada hari Minggu, 14 Juli 2019.


Pada tanggal 18 Juli, saya merasa sangat bahagia karena mendapat email callbackuntuk mengikuti tes MMPI dan juga wawancara pada tanggal 22 dan 24 Juli 2019. Saya merasa sangat kecewa pada diri saya sendiri seusai mengikuti SIMAK Reguler pada tanggal 21 Juli 2019. Pada SIMAK Reguler, saya tidak dapat mengerjakan soal yang diberikan secara maksimal. Karena iitu, saya merasa lebih terpacu lagi untuk melakukan yang lebih baik lagi pada tahap MMPI dan Wawancara. Selain itu, saya mencoba untuk meyakinkan diri saya bahwa jika saya tidak diterima lagi pada tahun 2019, berarti Universitas Sriwijaya adalah jalan yang lebih baik, sesuai dengan rancangan yang dipersiapkan oleh-Nya untuk saya. Alhamdulillah, MMPI dan Wawancara berjalan dengan lancar dan kini waktunya untuk menunggu pengumuman.


14 hari menunggu pengumuman SIMAK KKI terasa seperti 14 tahun lamanya. Sejujurnya pada saat itu saya sudah tidak berharap untuk mendapatkan lampu hijau pada SIMAK Reguler. Hari – hari saya habiskan melamun, memikirkan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi jika saya diterima dan juga apabila ditolak untuk kedua kalinya pada SIMAK KKI kali ini. Saya beruaha untuk terus berdoa dan berfikir positif. Sesuai dengan dugaan saya, saya tidak diterima pada SIMAK Reguler. Hal ini membuat saya semakin berdebar – debar. Di hari pengumuman SIMAK KKI, tepat pada tanggal 5 Agustus 2019, saya meminta teman saya untuk membantu membuka laman penerimaan tersebut karena merasa tidak siap untuk menerima kenyataan. Selepas sholat dzuhur, tepat pukul dua siang, saya memberanikan diri untuk membuka laman penerimaan sendiri karena teman saya yang tidak kunjung memberi kabar.


Terharu, bersyukur dan tidak mampu berkata – kata adalah ketiga hal yang saya rasakan setelah mendapat lampu hijau pada laman penerimaan itu. Tidak saya sangka, saya akan mendapat kesempatan untuk benar – benar berkuliah di Universitas Indonesia dengan jurusan yang sesuai dengan keinginan saya. Tidak saya duga, hari itu merupakan hari terakhir saya berkuliah sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya angkatan 2018. Wajah.- wajah yang saya lihat untuk terakhir kalinya sebelum pindah ke Universitas Indonesia.


Selama masa perkuliahan, saya sangat berharap berada di Fakultas Kedokteran Univeritas Indonesia dapat membentuk saya untuk menjadi individu yang lebih baik lagi. Dengan ilmu yang saya pelajari disini, baik ilmu kedokteran, ilmu berorganisasi, maupun ilmu dalam berkehidupan social, saya harap saya dapat menemukan jati diri saya dan senantiasa terdorong untuk menjadi versi terbaik dari diri saya sendiri. Harapan saya yang lain, yaitu untuk lulus tepat waktu dan berprestasi agar dapat membanggakan kedua orangtua saya. Selain harapan bagi diri saya sendiri dan keluarga saya, dengan kesempatan untuk berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, saya harap dapat menjadi salah satu platform bagi saya untuk lebih banyak melakukan pengabdian pada masyarakat. Terakhir, harapan saya untuk angkatan 2019 adalah agar kita semua diberikan kelancaran dalam proses perkuliahan agar dapat menjadi mahasiswa yang kritis, aktif, dan berprestasi pada bidang akademik maupun non-akademik. Sebagai sebuah angkatan, saya harap angkatan 2019 dapat menjadi angkatan yang solid dan memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi sehingga siap membantu satu sama lain dalam situasi apapun.


Pada satu tahun kedepan, selain beradaptasi dengan baik di lingkungan yang baru, saya ingin menjadi seseorang yang aktif dalam berorganisasi dan memiliiki IPK yang meningkat atau stabil. Pada tahun pertama berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia saya berharap dapat menemukan jati diri saya.


Target yang ingin saya capai tiga tahun dari sekarang dalam bidang akademik yang utama adalah memiliki IPK yang meningkat ataupun stabil. Selain itu, saya berharap dapat melakukan penelitian yang menarik, didampingi oleh dosen yang hebat, dan diberikan kelancaran dalam menjalani riset. Saya juga berharap sudah memiliki pengalaman dalam mengikuti beberapa macam lomba akademik seperti literature review, poster publik, debat Bahasa inggris, maupun lomba karya tulis dan juga aktif mengikuti workshopdan seminar. TIga tahun dari sekarang saya berharap sudah memiliki penghasilan dari bisnis yang saya dirikan sendiri, serta mengikuti program volunteersecara rutin di dalam maupun luar negeri.

Sepuluh tahun kedepan saya berumur 30 tahun. Saya berharap sudah menyelesaikan Pendidikan saya dan mendapatkan gelar dokter. Setelah internshipselama satu tahun saya berharap dapat melanjutkan Pendidikan spesialis dan memperkaya ilmu pengtahuan saya dalam bidang spesialisasi yang saya inginkan, yaitu kulit atau bedah. Pada umur 30 tahun saya berharap bisnis yang saya dirikan teetap berjalan dengan lancar dan sudah mendirikan sebuah Yayasan sendiri. Selain itu, saya juga ingin mendapat lampu hijau dari publisheruntuk menerbitkan buku yang saya tulis. Buku tersebut akan berisikan pelajaran – pelajaran kehidupan, puisi, dan juga quotesquotespositif. Selain itu, saya juga berharap bahwa saya sudah berkeluarga.


Ketika saya berumur 40 tahun, tepatnya 20 tahun lagi, setelah mendapat gelar spesialis, saya ingin sudah praktik dalam sebuah klinik ataupun rumah sakit yang saya miliki di Lombok. Saya ingin menjadi pakar dalam bidang yang saya tekuni selama spesialisasi. Kemudian, 20 tahun kedepan, saya ingin sudah memiliki keturunan, rumah, dan juga membahagiakan orangtua saya.


Jangan menyerah. Dua kata yang menjadi motor yang mendorong saya untuk dapat berada di tempat dimana kedua kaki saya berpijak sekarang. Semua sudah ada jalannya masing – masing, percayalah bahwa rencana-Nya jauh lebih indah dari yang kita kira. Apapun itu, masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ataupun tidak, itu merupakan hal yang sepatutnya kamu fikirkan nanti. Mungkin sebagian dari kalian harus mencoba lagi pada tahun selanjutnya, mungkin sebagian dari kalian adalah orang – orang beruntung yang masuk dalam sekali mencoba. Hal yang terpenting adalah untuk selalu melakukan yang terbaik demi mengejar cita – citamu. Karena, jika kamu sudah melakukan yang terbaik, seluruh tenaga yang terkuras dan keringat yang menetes akan terbayarkan. Jika sudah melakuakn yang terbaik dan berserah pada rencana-Nya, penyesalan tidak akan datang mengahantuimu, percayalah. Kemudian, jangan pernah lupa untuk berdoa dan meminta restu orangtua di setiap hal yang kamu lakukan.


Whatever happens, just keep going. Because in between goals there’s life that you have to enjoy everyday. Each day you get is a new opportunity to b someone better than you were yesterday, it’s a gift and that’s why they call it the present. Don’t forget to be grateful.

Apapun yang terjadi, jangan menyerah dan terus maju ke depan, karena diantara target – target yang ingin kamu capai, ada juga kehidpuan yang kamu harus nikmati setiap hari. Setiap hari yang baru adalah sebuah kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari dirimu sebelumnya. Jangan lupa untuk senantiasa bersyukur.

 
 
 

Recent Posts

See All
Narasi Perjuangan - Mucica Safitri

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Hallo semua, dalam tulisan ini saya ingin menceritakan banyak hal dan kisah menarik secara...

 
 
 

Comments


© 2019 by FKUI 2019. Proudly created with Wix.com

bottom of page