NARASI PERJUANGAN -- WASTUCITRA CANTIKA
- FKUI 2019
- Aug 15, 2019
- 8 min read
Proses Perjuangan Itu Tidak Instan---
Perkenalkan nama saya Wastucitra Cantika dari SMAN 1 Pekalongan. Saya tinggal di Kabupaten Batang. Mungkin bagi banyak orang, kabupaten tersebut terdengar asing. Oleh karena itu, saya bangga bisa diterima di FK UI walaupun saya dari daerah. Banyak yang mengira background saya adalah dokter karena saya ingin masuk di kedokteran. Entah itu orang tua saya dokter atau keluarga besar saya kebanyakan jadi dokter. Itu semua salah. Belum ada keluarga besar saya yang menjadi dokter. Maka dari itu, saya malah lebih bersemangat untuk berjuang di FK. Hal ini juga menambah motivasi saya untuk menjadi pelopor dan inspirasi bagi keluarga saya agar selalu mementingan kesehatan baik fisik maupun mental. Saya bersyukur karena orang tua mendukung penuh untuk masuk kedokteran di segala aspek.
Pasti banyak yang bertanya mengapa sekolah saya jauh dari rumah. Saya termasuk orang yang sudah terbiasa merantau dari SMP. Setiap hari nya, saya berangkat ke Pekalongan degan diantar. Saya memilih SMAN 1 Pekalongan karena SMA ini merupakan SMA terbaik di Pekalongan. Banyak alumni yang diterima di PTN lewat jalur SNMPTN. Walaupun jarang sekali murid baik yang mendaftar di UI, maupun yang diterima di UI. Mereka beralasan bahwa kampus UI terlalu berkualitas dan terlalu jauh. Banyak juga yang berkata jika tinggal di Jakarta atau Depok pasti biaya hidupnya mahal. Maka alumni SMA saya kebanyakan bersekolah di Semarang, Solo, Purwokerto, dan Jogjakarta. Guru BK pernah mengatakan bahwa salah satu poin penting yang mempengaruhi diterimanya SNMPTN adalah track record alumni. Hal itu yang mengakibatkan saya memandang UI sebagai kampus yang sangat susah ditembus, apalagi jurusan pendidikan dokternya yang merupakan jurusan paling susah ditembus dalam ranah saintek. Apalagi FK UI merupakan FK yang tertua dan terbaik di Indonesia. Oleh karena itu, saya lebih sering memimpikan kuliah FK di daerah yang dekat dengan Pekalongan.
Ada beberapa motivasi saya mengapa ingin diterima di FK UI. Pertama, saya bercita cita untuk menjadi seorang dokter dengan cara kuliah mengambil jurusan pendidikan dokter. Kedua, saya pastinya memimpikan berkuliah di kampus terbaik di Indonesia, salah satunya di Universitas Indonesia agar saya bisa menimba ilmu sebaik mungkin. UI adalah sebuah perguruan tinggi yang mewadahi mahasiswa-mahasiswa terbaik sehingga saya ingin mengembangkan potensi saya di UI. Banyak orang mengatakan jika kuliah di kedokteran itu mahal. Kenyataannya ada yang memberikan uang kuliah tunggal (UKT) yang murah untuk kedokteran. Di UI, saya bisa meringankan beban finansial orang tua saya dengan UKT yang murah. Motivasi yang penting adalah orang tua. Mereka telah memberikan harapannya untuk saya agar bisa menjadi dokter yang amanah dan berguna bagi bangsa. Bukan dokter yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Kadang ada saja orang yang memikirkan masalah gaji atau bisa dibilang “balik modal” masuk kedokteran. Padahal menjadi dokter merupakan profesi yang sulit dilakukan dan bertujuan ke arah kebaikan. Dengan demikian, saya yakin apabila UI merupakan satu-satunya yang bisa mewujudkan cita-cita saya. Banyak sekali alumni UI yang menjadi tokoh dan pemimpin yang terkenal dalam membangun kesehatan bangsa Indonesia.
Perjuangan saya dimulai pada saat kelas sepuluh. Akan tetapi, saya masih bingung ingin mengambil jurusan apa nanti. Sebagai seorang murid baru, sudah semestinya memimpikan diterima di PTN dengan jalur SNMPTN karena banyak guru yang bilang bahwa jalur tersebut adalah jalur yang paling mudah. SNMPTN hanya membutuhkan nilai rapor yang bagus. Otomatis saya berjuang agar selalu mendapatkan nilai yang bagus. Cita-cita saya sebagai dokter dimulai ketika menginjakan kaki di kelas sebelas. Saya ingin bisa berguna bagi masyarakat serta meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia. Agak susah mencari dokter spesialis di daerah saya juga. Untuk itu, saya berusaha keras untuk selalu meningkatkan nilai rapor saya sehingga saya mendapatkan rangking satu di kelas. Tujuan saya semakin jelas untuk bisa diterima di FK lewat jalur SNMPTN, tetapi masih banyak teman yang peringkatnya diatas saya yang ingin mengambil FK pada SNMPTN. Awal kelas dua belas, saya sudah mencari informasi tentang SBMPTN untuk berjaga jaga jika saya tidak diterima di SNMPTN. Saya mulai berlatih soal SBMPTN dari buku yang sudah saya beli. Akan tetapi, konsentrasi saya masih fokus pada nilai semester lima. Harapan saya selalu kepada SNMPTN. Padahal banyak kakak kelas yang menyarankan untuk mempersiapkan SBMPTN karena jalur itu sudah jelas dengan tes. Usaha saya di latihan SBMPTN hanya empat puluh persen. Saya lebih memilih bolak balik ke BK untuk konsultasi jurusan dan PTN. Setelah semester lima, usaha saya di SBMPTN tujuh puluh persen. Rutinitas di kelas hanya duduk di belakang dan mengerjakan soal SBMPTN tanpa mendengarkan penjelasan guru untuk USBN. Memang tidak boleh dicontoh tetapi saya sudah tidak memikirkan nilai USBN dan UN. Bagi saya, SBMPTN lebih penting. Desas-desus teman juga menyatakan jika nilai USBN hanya pengkatrolan dan nilai UN tidak mempengaruhi kelulusan. Namun, saya tetap belajar UN di rumah.
Hari pengumuman SNMPTN pun tiba. Sampai sekarang, saya masih ingat hari dan tanggal ketika saya gagal di SNMPTN karena saya sedang berulang tahun. Teman kelas berasumsi mungkin saya akan mendapatkan kado terindah. Kenyataannya tidak. Jam 13.30, saya membuka pengumuman dan mendapatkan warna merah dengan kata gagal. Saya agak kurang menerima kenyataan sehingga web SNMPTN saya refresh berulang ulang. Namun, hasil nya tetap tidak berubah. Pupus harapan saya bisa diterima di FK di Solo. Pagi diucapkan selamat ulang tahun, sore diucapkan semangat. Kecewa, lelah, dan putus asa semua bersatu di hari itu juga. Kemudian saya teryakinkan kembali bahwa itu semua bukan akhir. Masih ada keluarga dan teman saya yang memotivasi saya agar terus bangkit dan berusaha. Setelah tiga hari, saya mengejar belajar SBMPTN dan UN.
Setelah UN, perjuangan untuk FK semakin keras. Supaya saya tidak cukup puas atas persiapan SBMPTN, saya merantau ke Semarang untuk bimbel. Saya takut apabila hanya di Pekalongan saja, saya merasa paling tinggi. Padahal di luar sana masih banyak yang lebih tinggi dan siap dalam menghadapi UTBK. Meningkatnya motivasi belajar juga saya rasakan. Murid di bimbel tersebut semuanya didorong untuk rajin dan selau mengkaji ulang hal yang sudah dipelajari. Di bimbel tersebut, saya menjadi mengerti model soal UTBK yang baru. Berangkat pagi dan pulang sore terus saya lakukan. Belum lagi jika ada tambahan. Memang lelah, tetapi saya selalu yakin usaha tidak akan mengkhianati hasil. Banyak hal yang saya dapatkan, salah satunya teman baru. Kami sering menghabiskan waktu bersama untuk refreshing atau beristirahat ketika kami jenuh.
Ketika UTBK gelombang satu, saya gugup dengan waktu yang terus berjalan mundur sehingga kurang begitu konsentrasi dengan soal tersebut. Selesai UTBK, hanya kata pasrah yang bisa saya ucapkan. Agak banyak yang dikarang. Ternyata nilai saya lumayan pada saat pengumuman tiba. Walaupun sangat kurang untuk mendaftar di FK. Saya pun semakin bersemangat untuk belajar lagi dan mengkaji ulang hal yang pada saat UTBK gelombang satu belum bisa. Pada saat gelombang dua, saya bersyukur bisa lebih banyak menjawab soal yang sudah disajikan. Pada akhirnya, nilai saya semakin naik drastis. Namun, masih belum yakin bisa diterima di FK dengan nilai itu. Akibatnya, pada saat konsultasi dengan bimbel, saya disarankan untuk mencari jurusan lain. Mau tidak mau saya harus membuka hati saya untuk jurusan lain. Menurut saya, hal itu sangat berat. Biarpun begitu, saya mulai mencari informasi jurusan lain, mulai dari farmasi, statistika, aktuaria, dan lain-lain. Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil FK di daerah Jakarta Selatan karena menurut saya PTN di Jawa Tengah pasti persaingannya lebih ketat. Dengan pertimbangan apabila saya nekat memilih PTN di Jawa Tengah ada risiko saya tidak diterima. Saya pun tidak bisa sepenuhnya bergantung pada ujian mandiri. Lagipula, orang tua saya juga tidak kuat untuk mebiayai FK di PTS. Pengumuman tiba, saya dan teman teman membuka bersama di kos teman saya. Awalnya kami tidak mau membukanya. Tiba-tiba muncul kata selamat di notifikasi Whatsapp dan ternyata pengumuman sudah dibuka oleh orang tua saya. Akhirnya saya bisa menjadi maba FK.
Sebelum pengumuman, saya sudah mulai mendaftar dan menyicil belajar untuk ujian mandiri. orang tua menyarankan saya untuk mendaftar di UGM dan UI karena PTN tersebut tidak ada uang pangkal di ujian mandiri. Di bimbel, saya juga mempersiapkan ujian mandiri dengan mempelajari model soal dan mengerjakan kembali soal tahun lalunya. Buku latihan UTUL pun saya beli karena pelaksanaan UTUL lebih awal. Sebenarnya saya lebih percaya diri untuk daftar UTUL. Namun, saya waktu itu bingung daftar UNDIP atau UI. Menurut saya, soal UNDIP lebih gampang daripada soal SIMAK tetapi UNDIP memberikan uang pangkal yang mahal untuk mahasiswa ujian mandiri. Soal SIMAK paling susah dan sulit dipahami. Walaupun pada akhirnya saya memutuskan untuk mendaftar dan mempelajari soal tahun lalu SIMAK. Setelah pengumuman SBMPTN pun, orang tua saya menyarankan untuk tetap ikut di ujian mandiri yang sudah saya daftar.
Saat mengerjakan UTUL, saya merasa bisa dan yakin untuk lolos di FK UGM. Kenyataan berkata lain lagi. Malam itu, saya memaksakan diri untuk tidur agar bisa membuka pengumunan di pagi hari. Akan tetapi, jam 12 malam saya dibangunkan untuk membuka pengumuman. Setelah melihat kata maaf, saya kepikiran terus dan tidak bisa tidur lagi. Di dalam pikiran saya, jika UTUL tidak lolos maka SIMAK apa lagi. SIMAK yang notabenenya lebih susah dan pendaftarnya lebih banyak. Pada saat pembuatan essay pun saya agak kurang percaya karena saya tidak menyiapkan essay ataupun belajar tentang essay, seperti teman-teman saya. Di hari pengumuman SIMAK, saya mengambil ijazah di sekolah. Saya pasrah, gugup, dan resah ketika di sekolah. Pada saat pengumuman SIMAK, saya dan ibu saya sedang berada di mobil dalam perjalanan pulang dari sekolah. Tiba-tiba di telepon oleh ayah saya dan beliau mengabari jika saya lolos FK UI. Seketika ibu saya memarkirkan mobil dan langsung menangis. Saya sangat bersyukur bisa diberikam rezeki dan kesempatan untuk menimba ilmu di FK UI.
Harapan yang saya ingin capai ketika saya menjadi mahasiswa FK UI adalah bisa menjadi dokter yang amanah serta berguna bagi masyarakat Indonesia. Berjuang untuk meningkatkan kualitas kesehatan di daerah. Saya tahu bahwa FK UI berorientasi pada hak tersebut yaitu demi bangsa dan negara. Banyak sekali lulusan UI yang menjadi tokoh dan pemimpin yang penting dalam bidang kesehatan di Indonesia. Semoga saya bisa meneruskan beliau-beliau untuk Indonesia. Bagi keluarga, seperti yang sebelumnya, saya ingin memotivasi dan menginspirasi keluarga besar saya untuk menjadi dokter yang amanah serta menjadikan kesehatan sebagai hal yang penting dan utama. Saya juga ingin mengabdi pada masyarakat serta memberikan informasi kesehatan yang penting di daerah-daerah terpencil serta memberikan pelayanan kesehatan secara amanah, ikhlas, dan semangat. Untuk teman sejawat saya FKUI 2019, saya berharap semoga bisa selalu meningkatkan rasa persaudaraan, semakin solid, serta bisa menjadi dokter yang amanah untuk negeri ini. Apabila sudah menjadi alumni pun, semoga bisa terus berpatisipasi di UI dan bisa menjadi dokter yang sukses sesuai dengan apa yang kalian citakan.
Rencana saya yang ingin saya capai satu tahun kedepan adalah bisa beradaptasi baik dengan lingkungan maupun dengan metode pembelajaran di FK UI serta bisa berprestasi di dunia perkuliahan. Menurut saya, kuliah dan SMA sangat berbeda. Maka dari itu, saya berusaha menyesuaikan diri dalam hal pembelajaran. Adanya OKK dan PSAF ini juga bisa membantu saya mengenal lebih jauh dunia perkuliahan di UI. Saya juga tahu bahwa bertahan di FKUI tidaklah mudah. Untuk tiga tahun kedepan, saya berharap bisa meningkatkan IPK saya sehingga bisa cumlaude dan lulus tepat waktu sehingga bisa membanggakan keluarga saya. Semoga co-ass saya juga lancar dan dapat pengalaman yang bermanfaat dan luar biasa. Sepuluh tahun kemudian, rencana saya adalah menjadi dokter yang amanah dan juga bisa mengambil pendidikan spesialis sesuai apa yang saya minati. Dua puluh tahun kemudian, atas izin Allah SWT, saya ingin menjadi dokter yang menginspirasi banyak orang serta membagikan ilmu saya kepada banyak orang sehingga saya bisa dikenal hingga akhir hayat saya.
Tidak lupa juga saya ingin memberikan pesan dan motivasi kepada teman-teman atau adik-adik kelas yang ingin berjuang untuk diterima di FK UI jurusan pendidikan dokter. Berjuang sekeras mungkin. Jangan sampai kalian putus asa karena sesuatu yang membuat kalian gagal. Banyak jalan yang bisa kalian lalui untuk mencapai tujuan kalian. Jika kalian menemuai kegagalan. Mungkin Allah SWT ingin kalian jalan-jalan dahulu melewati jalan yang berkelok-kelok. Kalian harus fokus pada tujuan utama kalian untuk apa kuliah. Oleh karena itu, mulai dari sekarang buatlah rencana jangka panjang hal-hal yang akan kalian lakukan. Bermimpilah setinggi mungkin karena bermimpi itu gratis. Jangan lupa selalu berdoa dan meminta restu pada orang tua kalian. Ibadah yang rajin dan meminta kepada Allah SWT untuk dimudahkan dalam segala urusan. Kalian juga harus meluruskan niat kalian untuk jadi dokter. Jangan semata-mata karena ingin digaji yang banyak. Dokter itu profesi yang mulia dan mengabdi pada bangsa.
Berjuanglah hingga akhir sampai kalian akan sadar bahwa proses menuju cita merupakan hal yang indah. – Wastucitra Cantika
Comments