top of page
Search

NARASI PERJUANGAN - Yuliza Zahra Aglistio

  • Writer: FKUI 2019
    FKUI 2019
  • Aug 18, 2019
  • 8 min read

Nama saya Yuliza Zahra Aglistio lulusan dari SMAN 43 Jakarta yang tahun ini mendapatkan kesempatan untuk memperjuangkan impian besar saya untuk menjadi dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada saat SMA, pandangan saya terhadap FKUI ialah fakultas impian yang terlalu jauh untuk saya raih. Bisa dikatakan SMA saya merupakan SMA berkembang, karena tidak bisa dikatakan buruk tetapi tidak bisa dikatakan terbaik. Tetapi sejujurnya saat itu saya tidak ada pemikiran sekalipun akan menjadi pelajar di FKUI, karena untuk kondisi sekolah saya tersebut sehingga saya berpikir bahwa hanya akan menjadi mahasiswi kedokteran di universitas negeri lainnya. Selama hampir 3 tahun saya lewati di sekolah itu, saya mengganggap diterima FKUI sebagai hal yang mustahil untuk tergapai. Dengan keadaan sekolah saya itu membuat saya sering merasa tergoyahkan untuk memperjuangkan mimpi tersebut.

Tetapi saya selalu ingat hal apa yang memotivasi saya untuk menjadi seorang dokter, sehingga saya tidaklah bisa melepas mimpi itu. Saat saya masih dalam kandungan mama saya, mama saya di diagnosis menderita Toksoplasmosis yang dapat berakibat buruk pada saya yang dikandungnya. Saat itu mama saya dalam posisi tinggal seorang diri tanpa Ayah saya karena ia ditugaskan di luar kota. Banyak perjuangan yang mama saya juangkan agar saya bisa terlahir normal seperti saat ini. Serta keadaan bibi-bibi saya dari pihak mama dan ayah saya yang menderita kista sehingga sulit memiliki momongan. Hal itu membuat saya yang saat itu masih belia sudah yakin bahwa menjadi dokter merupakan impian yang harus saya raih.

Saya sedari kecil sudah belajar dengan giat agar bisa mencapai mimpi tersebut. Saya selalu mendapatkan peringkat 10 besar sedari saya masih SD hingga SMA. Saya pernah menjadi siswi di SMPN Negeri 115 Jakarta yang merupakan SMP negeri favorit di Jakarta. Tetapi terjadi suatu masalah saat saya menjalani Ujian Nasional SMP. Saat itu SMP saya merupakan salah satu sekolah yang menjadi uji coba dalam pelaksanaan UN CBT (Computer Based Test). Dan terjadi kendala di laptop saya selama 4 mata pelajaran berturut-turut sehingga hal tersebut membuat saya memiliki nem yang tidak mencukupi untuk masuk ke SMA yang saya inginkan. Itu adalah salah satu kegagalan besar yang pernah saya alami untuk menggapai impian saya.

Lalu dengan jalur umum, saya diterima di SMAN 43 Jakarta. Saya lalui 3 tahun saya disana dengan suka dan duka. Awal saya masuk ke SMA saya merasakan perbedaan suasana dan atmosfir yang besar antara SMP dan SMA saya. Terasa suasana yang membuat diri saya merasa malas untuk belajar serta cara bermain serta pola pikir yang mayoritas berbeda dengan saya. Hal itu membuat saya sulit bersosialisasi terutama dengan perbedaan pola pikir dan prioritas hidup. Saya terlihat menjadi pribadi yang tertutup bahkan terkesan sombong sehingga saya tidak bisa dekat dengan seluruh murid di angkatan saya. Terimakasih kepada Erhan, Silmi, Sherina dan Inas yang sudah mengerti saya dan menjadi teman dekat dari awal saya bersekolah di SMAN 43 hingga saat ini.

Tak hanya karena suasana sekolah, guru-guru di SMA saya pun sangat berbeda dengan guru yang ada di SMP saya. Mulai dari cara belajar, cara bertutur kata hingga penyampaian saat menerangkan pelajaran. Tetapi SMA saya membuat saya terlatih untuk menjadi pribadi kuat, sabar dan tabah yang berguna untuk diri saya kedepannya. Tapi buka berarti masa SMA saya diisi oleh kesedihan atau duka, banyak hal dan momen menarik di saat SMA say alami. Banyak pengalaman baru di SMA yang bisa saya ambil pengalamannya untuk menjadi bermanfaat di masa depan.

Hal-hal buruk yang telah saya alami tersebut membuat diri saya yang memiliki mimpi untuk menjadi seorang dokter mulai goyah. Banyak orang menganggap bahwa saya tidak sadar diri dan bermimpi terlalu tinggi. Serta kegagalan lain yang datang seperti tidak diterimanya saya di Universitas apapun baik melalui jalur SNMPTN, PPKB dan SBMPTN. Pada saat pemilihan SNMPTN, saya memilih jurusan kedokteran dan kesehatan masyarakat pada universitas negeri lainnya. Saya tahu nilai rata-rata saya saat itu tidaklah cukup untuk diterima di pilihan saya tersebut. Tetapi, mama saya mengatakan bahwa jika saya ingin diterima di fakultas kedokteran lainnya maka saya harus mengorbankan kesempatan SNMPTN saya. Dan sesuai dengan perkiraan, saya pun tertolak dalam jalur SNMPTN.

Harapan saya selama di SMA itu ialah terus mempertahankan posisi saya yang peringkatnya selalu sepuluh besar, mendapatkan kuota SNMPTN dan menjadi siswa berprestasi di tahun 2018/2019. Sayangnya, harapan terakhir saya tidaklah terwujud karena tidak diterimanya saya melalui jalur SNMPTN. Melihat teman-teman saya yang nilai rata-ratanya dibawah saya tetapi dapat diterima di SNMPTN serta mereka juga mendapatkan penghargaan siswa berprestasi membuat saya merasa tertampar keras. Saya berpikir jika saja saya bermain aman dalam pemilihan SNMPTN, pastilah saya diterima juga seperti mereka. Namun, saya tersadarkan bahwa jika saya diterima di SNMPTN saya tidak akanlah bisa mencoba SBMPTN serta mandiri. Setelah itu saya mencoba berpikir positif bahwa kesempatan yang saya buang ialah bentuk pengorbanan menuju universitas impian.

Saya juga mendaftar dalam jalur PPKB dan memilih jurusan Geologi. Pada awalnya saya memilih jurusan Geofisika tetapi pilihan saya tersebut tiba-tiba direbut oleh teman saya lainnya. Dikatakan bahwa saya harus mengalah karena nilai saya berada dibawah nilai teman saya tersebut padahal saya sudah lebih dulu memilihnya dan nilai mata pelajaran Fisika saya berada diatasnya. Tetapi karena nilai total rata-rata saya berada dibawah dia maka saya pun mengalah. Lalu H-1 hari pendaftaran terakhir PPKB, teman saya tersebut bertanya apa saya berminat memilih kembali jurusan Geofisika karena ia tidak jadi mengikuti PPKB. Saya pun menjawab tidak karena saya sudah mengurus berkas dan surat keterangan untuk jurusan Geologi. Dan juga sesuai perkiraan, saya tertolak juga dalam PPKB.

Lalu Setelah tertolak SNMPTN dan PPKB, saya belajar dengan giat untuk mempersiapkan UTBK. Saya belajar dan datang ke tempat bimbingan les saya serta setiap hari terus menerus mengerjakan banyak soal dengan harapan bisa mengerjakan dengan baik. Lokasi yang saya dapat untuk mengerjakan UTBK gelombang 1 ialah Gedung IMERI FKUI Salemba. Banyak orang yang mengatakan mungkin saya mendapatkan tempat ujian ditempat itu sebagai petanda bahwa saya akan diterima sebagai mahasiswi di FKUI. Perkataan itu saya anggaplah sebagai gurauan saja karena saya tidak merasa saya akan dapat diterima di FKUI.

Malam sebelum UTBK pertama saya pun tersadarkan bahwa pada Surat Keterangan Lulus saya tersebut tahun lahir saya tertulis 2019 bukan 2001. Sebelumnya saya sudah pernah mendengar info dari teman saya bahwa jika ada keterangan yang tidak sesuai maka tidak akan keluar hasil dari UTBK tersebut. Keesokan hari saya pun merasa pasrah saat mengerjakan UTBK gelombang 1, saya hanya berharap nilai saya bisa muncul saat hari pengumuman hasil UTBK gelombang 1. Dan ternyata nilai saya bisa berhasil keluar, tetapi saya kecewa serta menyesal karena saat itu saya tidak dengan benar-benar mengeluarkan semua usaha yang saya miliki.

Saya pun mengambil pengalaman dari UTBK gelombang 1 saya tersebut bahwa saya harus terus mengerjakan suatu hal dengan segala usaha yang saya bisa walau kita tidak tahu akan hasil akhir dari hal yang kita lakukan itu. Ada jarak sekitar 2 minggu sebelum terlaksana UTBK gelombang 2. Saya pun belajar dengan sungguh-sungguh melebihi frekuensi saya belajar untuk UTBK gelombang 1. Dan hal terduga pun datang, mungkin karena saya terlalu kelelahan maka tepat hari terlaksananya UTBK gelombang 2 saya terkena Demam. Saya merasa kondisi saya saat itu sangatlah lemas dan kepala saya terasa pusing yang membuat saya tidak bisa dengan baik mengerjakan UTBK gelombang 2. Walau saya sudah berusaha untuk tetap fokus tetapi saya tetap merasa bahwa sangatlah sulit untuk melakukan hal itu.

Selama perjalanan ke rumah setelah UTBK gelombang 2, saya diam dan merenung. Saya yang sadar diri bahwa saya tidak akan diterima di fakultas kedokteran manapun. Keluarga besar saya berlatar belakang berprofesikan guru sehingga orang tua saya menyarankan saya untuk SBMPTN memilih keguruan. Saya tahu bahwa menjadi guru bukan impian saya tapi saya berpikir mungkin inilah yang terbaik. Tetapi saya mengatakan bahwa saya akan tetap mengikuti jalur mandiri dengan pilihan 1 yaitu fakultas kedokteran dan orangtua saya pun menyetujuinya.

Dan saat pengumuman SBMPTN pun datang, hal yang terduga pun juga datang. Hasilnya mengatakan bahwa saya juga tertolak dalam jalur SBMPTN. Orang-orang di sekeliling saya dan teman-teman saya terkejut serta heran bahwa saya bisa tertolak di jalur SBMPTN. Mereka sudah mengira bahwa saya akan menjadi penerus keluarga besar saya untuk menjadi seorang guru. Sesungguhnya saat itu saya merasa sedih dan lega disaat yang bersamaan. Saya sedih bahwa hingga saat itu saya tetap tidak bisa diterima di universitas manapun dan membuat orangtua saya kecewa untuk kesekian kalinya disebabkan saya tertolak kembali setelah tertolak via SMPTN dan PPKB. Tetapi saya sesungguhnya juga lega karena menjadi guru itu bukan profesi yang saya mimpikan. Saya juga tidak pernah membayangkan bila saya menjadi guru akan seperti apa.

Tetapi hal-hal tersebut dan juga pengalaman tertolak jalur manapun membuat saya merasa tidak ada harapan lagi, stress dan depresi. Saya merasa menjadi orang yang gagal dalam hal apapun dan tidak ada satupun yang bisa dibanggakan dalam diri saya. Apalagi saya menaruh pilihan 1 saya itu fakultas kedokteran di 2 ujian mandiri universitas yang saya daftarkan. Saya saat itu merasa menyesal kenapa saat mendaftar mandiri saya dengan berani menaruh pilihan satu saya itu fakultas kedokteran tanpa memikirkan konsekuensi saya tertolak lebih besar. Semakin lama muncul banyak hal-hal negatif dalam benak pikiran saya yang membuat saya ketakutan dan merasa dihantui oleh hal itu. Tetapi saya sadar ketakutan tersebut tidak akanlah hilang bila saya hanya diam saja merenung menyesali yang telah lalu. Saya pun menjadikan belajar sebagai bentuk balas dendam dan pelarian dari pikiran buruk tersebut. Bisa dibilang saya membuat pola hidup saya menjadi sangatlah buruk selama kurang lebih 2 minggu.

Saya melakukan pola hidup buruk itu hingga hari terlaksananya SIMAK UI. Saat saya melihat soal SIMAK, jujur saya langsung merasakan pusing. Soal-soal SIMAK sangatlah sulit dan rumit, sehingga membuat saya merasa jikalau beruntung saya hanya akan diterima di Universitas Indonesia akan diterima pada pilihan 3. Hari-hari setelah SIMAK pun saya tetap dihantui ketakutan, karena saya hanya mendaftar mandiri di 2 universitas negeri saja dan juga disebabkan saya menaruh fakultas kedokteran sebagai pilihan pertama.

Lalu datanglah dari penentuan yaitu hari pengumuman SIMAK. Sesungguhnya 2 hari sebelum pengumuman SIMAK, saya sudah diterima di Fakultas Kedokteran di PTN lainnya. Saya sudah bersiap untuk pergi ke Semarang untuk tinggal disana karena saya merasa bahwa saya tidak akan diterima di FKUI yang menjadi pilihan 1 saya. Pada akhirnya saya membuka website UI pada pukul 14.05 setelah dipaksa oleh keluarga saya untuk membukanya. Terlihat lah ucapan 'Selamat' dan yang langsung terpikirkan adalah saya benar-benar diterima di pilihan ketiga. Adik saya yang duduk disamping saya tiba-tiba berteriak "Kedokteran!" yang langsung menyadarkan saya bahwa ternyata saya diterima di pilihan 1 saya yaitu FKUI.

Saya terkejut hingga saya tidak bisa berkata apa-apa. Terlalu banyak hal yang berkecamuk di hati dan pikiran saya. Saya terdiam hingga sahabat saya Erhan datang dan akhirnya saya menangis haru di depannya. Lalu sahabat saya yang lainnya Silmi pun menyusul datang ke rumah saya. Kami bertiga sangatlah senang akhirnya kami tetap bersama - sama dan bisa masuk ke dalam universitas impian kami yaitu Universitas Indonesia walau berada di fakultas yang berbeda. Tetapi kesenangan itu sedikit sirna saat pikiran saya teralihkan. Saya memikirkan apa saya bisa bertahan di FKUI? Apa saya akan bisa menjalaninya dengan baik? Semua pemikiran itu berkecamuk di benak saya.

Tetapi pikiran itu tidak membuat saya ragu untuk tetap terus berjuang mewujudkan mimpi dan harapan saya. Harapan besar saya ialah saya bisa menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain terutama dalam bidang kesehatan. Saya juga ingin membuat orangtua bangga karena akan pencapaian yang bisa saya raih. Dan saya juga ingin angkatan saya yaitu FKUI19 menjadi angkatan yang berintegritas serta menjadi pasukan kesehatan yang bisa mewujudkan dengan aksi nyata bahwa kami bisa bersama-sama membangun bangsa Indonesia.

Rencana saya untuk kedepan diawali dengan memiliki lingkar pertemanan yang luas sehingga semakin terasa bentuk kesatuan keluarga FKUI. Saya juga ingin berpartisipasi dalam bakti sosial sebagai sukarelawan yang diadakan untuk membantu daerah pedalaman atau pedesaan yang membutuhkan. Dan saya ingin lulus tepat waktu dengan IPK minimal 3,51 lalu saya akan terus melanjutkan perjalanan saya untuk mewujudkan mimpi saya menjadi dokter kandungan yang berdedikasi dengan aksi yang nyata pada masyarakat.

Dan bagi para pelajar SMA yang ingin dapat diterima di FKUI,jangan anggap itu hal mustahil. Teruslah berusaha dan jangan menyerah! Tidak usah mendengarkan kata-kata orang yang mengatakan mimpi kalian itu mustahil. Usaha serta doa merupakan kunci utama untuk meraih mimpi kalian. Dan jika kalian pernah merasakan namanya kegagalan maka jangan buat hal itu menjadi alasan untuk kalian berhenti menggapai mimpi. Karena sesungguhnya kegagalan terbesar itu ialah disaat kalian berhenti berjuang meraih impian.

 
 
 

Recent Posts

See All
Narasi Perjuangan - Mucica Safitri

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Hallo semua, dalam tulisan ini saya ingin menceritakan banyak hal dan kisah menarik secara...

 
 
 

Comments


© 2019 by FKUI 2019. Proudly created with Wix.com

bottom of page